Amurang – Terlepas penilaian kita dari berbagai segi atas baik-buruknya proses pemillihan Pimpinan DPR-RI masa bakti 2014-2019, kekalahan telak koalisi Indonesia Bangkit yang dikomando PDIP yang tidak merebut satu kursipun dalam pemilihan Pimpinan DPR pada Sidang Paripurna tanggal 2 Oktober subuh 2014 lalu, menambah sejarah hitam dan pahit bagi PDIP dalam menentukan perannya dalam kehidupan legislatif sejak reformasi.
Menurut Markus Wauran, dari segi ini, PDIP tidak bijak untuk belajar dari pengalaman yang sama yang sangat menyakitkannya. Pengalaman tersebut adalah hasil Pemilu 1999. Dalam Pemilu 1999, PDIP mempunyai suara terbanyak di DPR sebesar 153 kursi diikuti Golkar 120 kursi. Namun Presiden yang dipilih MPR, Gus Dur mengalahkan Megawati. Demikian pula Ketua DPR dimenangkan oleh Golkar dengan Ketuanya Akbar Tandjung. PDIP tidak mendapat apa-apa.
Dari berbagai komentar waktu itu kekalahan telak PDIP disebabkan sikap arogansi dan kekakuan serta tidak lincah dan matangnya PDIP dalam melakukan lobby baik intern maupun ekstern MPR dan DPR . Kemudian hasil Pemilu 2004 dan 2009 PDIP mengambil posisi oposisi, karena dalam Pemilu Pilpres 2004 dan 2009, Megawati dikalahkan oleh Susilo Bambang Yudoyono (SBY).
“Dalam posisi oposisi tersebut, kenyataannya tidak banyak prestasi yang diukir PDIP yang dapat dibanggakan oleh rakyat. Bertolak dari pengalaman tersebut, maka dalam Pilpres 2014 PDIP tidak lagi mencalonkan Megawati tetapi Joko Widodo (Jokowi) karena takut Megawati kalah lagi untuk ke-empat kalinya,” ujar Markus Wauran dalam Press realise-nya, Jumat, (3/10/2014).
Figur Jokowi mampu memenangkan PDIP meraih kursi terbanyak di DPR-RI (109 kursi) di-ikuti Golkar (91 kursi) dan Jokowi memenangkan Pilpres. Namun untuk merebut posisi Pimpinan DPR, lagi-lagi PDIP gigit jari dan koalisinya tidak mendapat kursi satupun.
“Harus diakui, politisi Golkar lebih cerdas, matang dan sangat berpengalaman. Ditengah sorotan dan upaya membubarkan Golkar pada awal Reformasi karena dianggap identik degan Orde Baru, dalam perjalanannya sampai saat ini Golkar tetap eksis bahkan mampu berperan dalam menentukan arah politik bangsa baik di Legislatif maupun Eksekutif. Disisi lan Kepemimpinan Golkar dalam sejarahnya tidak ada praktek-praktek membangun Kepemimpinan Dinasti, sehingga kader-kadernya yang muncul memenuhi kriteria Kwalitatif dan Kompetensi. Dampak lain dari semua peristiwa diatas, membuat Koalisi Merah Putih makin solid dan percaya diri baik di Pusat maupun di-daerah,” jelas Wauran
Wauran yang juga mantan anggota DPR RI ini menjelaskan, adapun alasan kekalahan PDIP dan koalisinya dalam merebut pimpinan DPR menarik apa yang dikatakan oleh Petrus Selestinus, Koordinator TPDI. Petrus mengatakan bahwa Megawati biang keladi keoknya Koalisi Indonesia Hebat pendukung Jokowi-JK. Mega harus bertanggung-jawab atas seluruh kegagalan. Sikap Megawati yang eksklusif, feodal dan arogan tidak mampu membangun koalisi dengan partai lain dari Koalsisi Merah Putih.
Dengan gagalnya Koalisi Indonesia Hebat merebut pimpinan DPR, lolosnya UU Pilkada dan UU Pemerintah Daerah (walaupun sudah ada Perppu dr Presiden), maka Pemerintahan Jokowi-JK akan mengalami banyak tantangan bahkan mungkin kegagalan dan bukan tidak mungkin nasibnya bisa seperti Gus Dur, apabila Koalisi Indonesia Hebat tidak mampu membenahi diri termasuk mawas diri, baik Kepemimpinannya maupun kwalitas kadernya, papar Wauran, mantan Anggota DPR RI. (*/sanlylendongan)