Manado, BeritaManado.com — Inflasi di Kota Kotamobagu Sulawesi Utara mengalami peningkatan. Tercatat mengalami inflasi sebesar 0,16 persen.
Dengan catatan tersebut sementara inflasi tahunan Kota Kotamobagu sebesar 1,97 persen. Catatan inflasi tersebut masih berada di bawah rentang target nasional 3±1 persen.
Hal ini diakibatkan beberapa faktor dimana hampir seluruh kelompok mencatatkan inflasi.
Inflasi tertinggi tercatat pada Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau dengan andil 0,05 persen.
Peningkatan harga komoditas daun bawang dan bawang merah menjadi pendorong inflasi kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau dengan andil masing-masing 0,07 persen dan 0,05 persen.
Berdasarkan data pasokan yang diperoleh Bank Indonesia, pasokan bawang merah di Kotamobagu turun dari 483,4 kuintal menjadi 394,9 kuintal di Februari 2022.
Keterbatasan pasokan tersebut ditengarai menyebabkan terjadinya kenaikan harga komoditas bawang merah.
Selain itu, komoditas gula pasir juga tercatat inflasi dengan andil 0,05 persen, sejalan dengan peningkatan harga yang terjadi secara nasional.
Sementara komoditas beras juga mengalami inflasi dengan andil 0,04 persen yang ditengarai merupakan dampak dari turunnya produksi beras Sulut pada akhir tahun 2021.
Ditambah lagi kondisi curah hujan yang diperkirakan tinggi pada bulan Maret 2022, akan mempengaruhi tingkat pasokan sejumlah komoditas holtikultura dan perikanan yang menjadi faktor risiko kenaikan inflasi.
Di samping itu, potensi kenaikan harga komoditas emas perhiasan akibat peningkatan harga emas dunia, serta peningkatan harga rokok yang masih terjadi secara gradual juga menjadi faktor pendorong inflasi.
Agar tidak merambat kesemua daerah, diperlukan sinergi seluruh pihak dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Utara pada bulan Februari 2022.
“Harus diwujudkan dalam beberapa langkah konkrit untuk menjaga ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga, terutama pada komoditas minyak goreng,” ungkap Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara, Arbonas Hutabarat, seperti dikutip dalam rilisnya, Kamis (3/2/2022).
Misalnya, program stabilisasi harga minyak goreng. Perlu dilakukan antara lain pemantauan minyak goreng satu harga oleh TPID Minahasa Selatan (15/2), serta operasi pasar minyak goreng harga Pemerintah oleh TPID Bitung (15/2), TPID Bolaang Mongondow Utara (17/2), dan TPID Kotamobagu (17/2).
Selanjutnya, masih dengan mengusung strategi Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga, Kelancaran distribusi, dan Komunikasi efektif (4K).
Seluruh dinas dan lembaga terkait di Sulut selama tahun 2022 diharapkan dapat memperkuat koordinasi untuk menjalankan program kerja dalam rangka menjaga tekanan inflasi Sulut pada rentang target 3±1 persen.
Ke depan, pengendalian inflasi masih akan dipengaruhi oleh dinamika aktivitas masyarakat. Berbagai upaya untuk menurunkan kurva kasus aktif Covid-19 menjadi prasyarat untuk mendorong aktivitas ekonomi dan menjaga permintaan untuk mendorong pemulihan ekonomi daerah.
Pada bulan Februari 2022, Sulut mencatatkan peningkatan kasus tertinggi selama pandemi Covid-19 dengan kasus aktif sebanyak 6.380 kasus.
Oleh karena itu, pemanfaatan platform penjualan online oleh petani dan/atau pedagang besar termasuk penggunaan QRIS dalam transaksi dapat menjadi solusi menjaga pergerakan ekonomi dan mempercepat digitalisasi ekonomi dan keuangan di Sulut, seiring dengan terjaganya permintaan dari masyarakat.
Di samping itu, stabilitas harga dan pasokan terutama menjelang awal bulan Ramadhan pada bulan April 2022 penting untuk diperkuat untuk mengantisipasi potensi risiko pasokan, distribusi, maupun keterjangkauan harga secara dini.
(***/Hendra Usman)