Manado, BeritaManado.com — Dewan Pimpinan Daerah (DPD) GAMKI Sulawesi Utara (Sulut) menggelar ajang pembelajaran demokrasi bagi generasi muda bertajuk Democracy Class atau Kelas Demokrasi, Jumat (12/8/2022).
Kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan pemahaman, kesadaran akan nilai-nilai demokrasi dan sebagai wadah membentuk masyarakat yang mampu menjadi penggerak dan penggugah kesadaran politik, sekaligus meningkatkan kualitas partisipasi pemilih.
Anggota KPU Sulut Meidy Tinangon yang juga sebagai Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan, kemudian didaulat menjadi salah satu pembicara pada agenda ini.
Dalam kegiatan yang digelar secara daring, Meidy Tinangon membawakan materi penyuluhan hukum dengan topik ‘Electoral Justice System dalam Pemilu dan Pemilihan’.
Ia berbicara tentang electoral justice atau keadilan pemilu dalam konteks penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
Menurut Tinangon, hal itu tentu tak lepas dari keterkaitannya dengan kerangka hukum pemilu di negara kita.
“Dalam pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,” jelas Tinangon sambil menambahkan bahwa ketentuan tersebut kemudian diatur lebih lanjut pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurutnya, dengan diadopsinya norma ‘adil’ sebagai sebuah asas penyelenggaraan pemilu dalam UUD NRI 1945 maupun UU Pemilu dan Pemilihan, maka keadilan pemilu wajib menjiwai atau menjadi substansi dalam setiap penyelenggaraan demokrasi elektoral yaitu pemilu dan pemilihan (pilkada).
Selanjutnya, Tinangon memaparkan tiga konsep penting dalam pengertian tentang keadilan pemilu yaitu kepatuhan terhadap hukum, perlindungan hak dan adanya jaminan pemulihan terhadap hak yang dilanggar.
Sedangkan terkait sistem keadilan pemilu, menurut Tinangon mencakup mekanisme sistem keadilan dalam penyelenggaraan pemilu yakni adanya tindakan pencegahan sengketa dan pelanggaran, sistem penyelesaian sengketa dan pelanggaran formal, dan penyelesaian sengketa alternatif atau non formal.
Lebih lanjut dijelaskan tentang klasifikasi sengketa dan pelanggaran sebagai wujud penegakan hukum pemilu (electoral law enforcement).
“Dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia sebagaimana diatur oleh undang-undang pemilu sengketa itu meliputi sengketa proses dan sengketa hasil atau perselisihan hasil pemilu. Sedangkan pelanggaran terdiri atas pelanggaran administratif, etik dan pidana,” terangnya.
“Pada intinya, sistem kadilan pemilu memberi ruang gugatan bagi pihak-pihak yang merasa hak politiknya dilanggar, dan ruang itu diakomodir dalam kerangka hukum pemilu di negara kita untuk mewujudkan asas adil dalam pemilu,” tutup Tinangon.
Tinangon turut mempromosikan buku terbitan KPU Sulut berjudul ‘Membumikan Electoral Justice dalam Pilkada’ yang bisa diunduh di fitur monografi JDIH KPU Sulut.
(***/Alfrits Semen)