Manado-Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kota Manado kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama editor media cetak di Sulut, Selasa (22/11/2016).
Kegiatan yang dilaksanakan di redaksi Media Sulut Grup, mengangkat tema terkait kualitas daerah resapan air di Kota Manado.
Kepala Bidang (Kabid) Tata Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sulut, Joice Matheos selaku pemateri mengatakan pertambahan penduduk dan semakin banyaknya lahan yang dijadikan perumahan maupun pemukiman membuat daerah resapan air di Kota Manado semakin sempit.
Menurutnya, perlu adanya tempat resapan air saat pelaku usaha atau perorangan membangun suatu bangunan.
Selain itu perlu juga ada kajian terkait dampak terhadap lingkungan sebelum adanya pembangunan.
“Pembangunan tidak bisa dipungkiri terus terjadi di kota Manado, untuk itu kita harus memikirkan teknologi yang dapat digunakan, salah satunya dengan menyediakan tempat resapan untuk menampung air dan ketika ada pelaku usaha atau perorangan yang membangun harus dibarengi dengan kajian dampak lingkungan,” ucap Matheos.
Di lain pihak, Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) harian Media Sulut, Rikson Karundeng menilai pemberitaan isu lingkungan menjadi tanggung jawab moral yang harus diangkat dan diinformasikan ke publik karena isu lingkungan dinilai tak kalah menarik dengan isu politik maupun pemberitaan hukum dan kriminal.
Menurutnya, permasalahan banjir yang terjadi di Kota Manado salah satunya akibat daerah resapan air yang semakin berkurang.
Untuk itu, dia menilai perlu adanya komitmen bersama serta aturan yang mengikat untuk melindungi daerah resapan air di Kota Manado, serta kajian dampak lingkungan dari suatu pembangunan dengan melibatkan pemerintah dan akademisi atau peneliti lingkungan di Kota Manado.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Swara Kita, Hendra Zoenardji menilai masih banyak jabatan strategis di pemerintahan salah satunya di bidang lingkungan yang tidak diisi oleh orang yang berkompeten.
Hal ini membuat kebijakan yang diambil malah tidak sejalan dengan pemeliharaan maupun perbaikan lingkungan. Dia mencontohkan penanaman pohon di samping jalan protokol di Kota Manado yang dinilai tanpa kajian yang matang.
“Banyak pohon yang malah merusak fasilitas umum yang akhirnya harus dipangkas atau ditebang,” imbuhnya.
Dia juga mengingatkan peran media sebagai fungsi kontrol dan pemberi infromasi kepada publik terkait isu maupun kondisi lingkungan.
Dalam kesempatan ini ketua AJI Manado, Yoseph Ikanubun menjelaskan, kegiatan FGD di tiap redaksi media dilakukan dengan pertimbangan dimana pemberitaan isu lingkungan perlu dibarengi dengan kebijakan pemimpin redaksi untuk memberikan porsi atau ruang khusus untuk pemberitaan mengenai lingkungan.(***/findamuhtar)
Manado-Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kota Manado kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama editor media cetak di Sulut, Selasa (22/11/2016).
Kegiatan yang dilaksanakan di redaksi Media Sulut Grup, mengangkat tema terkait kualitas daerah resapan air di Kota Manado.
Kepala Bidang (Kabid) Tata Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sulut, Joice Matheos selaku pemateri mengatakan pertambahan penduduk dan semakin banyaknya lahan yang dijadikan perumahan maupun pemukiman membuat daerah resapan air di Kota Manado semakin sempit.
Menurutnya, perlu adanya tempat resapan air saat pelaku usaha atau perorangan membangun suatu bangunan.
Selain itu perlu juga ada kajian terkait dampak terhadap lingkungan sebelum adanya pembangunan.
“Pembangunan tidak bisa dipungkiri terus terjadi di kota Manado, untuk itu kita harus memikirkan teknologi yang dapat digunakan, salah satunya dengan menyediakan tempat resapan untuk menampung air dan ketika ada pelaku usaha atau perorangan yang membangun harus dibarengi dengan kajian dampak lingkungan,” ucap Matheos.
Di lain pihak, Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred) harian Media Sulut, Rikson Karundeng menilai pemberitaan isu lingkungan menjadi tanggung jawab moral yang harus diangkat dan diinformasikan ke publik karena isu lingkungan dinilai tak kalah menarik dengan isu politik maupun pemberitaan hukum dan kriminal.
Menurutnya, permasalahan banjir yang terjadi di Kota Manado salah satunya akibat daerah resapan air yang semakin berkurang.
Untuk itu, dia menilai perlu adanya komitmen bersama serta aturan yang mengikat untuk melindungi daerah resapan air di Kota Manado, serta kajian dampak lingkungan dari suatu pembangunan dengan melibatkan pemerintah dan akademisi atau peneliti lingkungan di Kota Manado.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Swara Kita, Hendra Zoenardji menilai masih banyak jabatan strategis di pemerintahan salah satunya di bidang lingkungan yang tidak diisi oleh orang yang berkompeten.
Hal ini membuat kebijakan yang diambil malah tidak sejalan dengan pemeliharaan maupun perbaikan lingkungan. Dia mencontohkan penanaman pohon di samping jalan protokol di Kota Manado yang dinilai tanpa kajian yang matang.
“Banyak pohon yang malah merusak fasilitas umum yang akhirnya harus dipangkas atau ditebang,” imbuhnya.
Dia juga mengingatkan peran media sebagai fungsi kontrol dan pemberi infromasi kepada publik terkait isu maupun kondisi lingkungan.
Dalam kesempatan ini ketua AJI Manado, Yoseph Ikanubun menjelaskan, kegiatan FGD di tiap redaksi media dilakukan dengan pertimbangan dimana pemberitaan isu lingkungan perlu dibarengi dengan kebijakan pemimpin redaksi untuk memberikan porsi atau ruang khusus untuk pemberitaan mengenai lingkungan.(***/findamuhtar)