Oleh: Mario Pr*
Pemerintah baru saja mengumumkan kenaikan harga BBM. Hal ini harus kita lihat akan terjadi multiplier effect di dalam dimensi sosial ketika berkaitan dengan ekonomi, yaitu yaitu naiknya angka kriminalitas.
Ketika harga BBM naik, efeknya harga-harga kebutuhan pokok akan ikut naik. Dan jika tidak diimbangi dengan kesejahteraan yang ikut meningkat, akan muncul ketimpangan sosial di tengah masyarakat.
Ketimpangan sosial ini akan berujung apada banyaknya kejahatan yang terjadi didorong oleh motif ekonomi. Misalnya saja pembegalan, perampokan, hingga pembunuhan.
Tapi kriminalitas di Kota Bitung berbeda. Muncul satu fenomena yang disebut sebagai kejahatan yang menyenangkan (amusing crime).
Kejahatan yang didasari oleh rasa kebanggan, bertujuan mencari identitas, menjadi semacam hobi, dan dilakukan bukan atas dasar keterpaksaan, tapi dorongan pleasure, kenikmatan, sebagai pemuas hasrat pribadi untuk mendapatkan pengakuan sosial.
Kejahatan ini dilakukan oleh anak-anak muda (ABG) yang sedang mengalami masa pubertas dan sedang mencari identitas diri. Tak heran jika tanpa adanya arahan dan bimbingan dari orang tua, masyarakat dan negara, perilaku kriminal akan dipandangan sebagai aktifitas menyenangkan, memacu adrenalin dan membentuk eksistensi diri.
Beberapa Kasus penikaman di tengah jalan yang menyasar korban secara acak dan dilakukan oleh para remaja pada 2 minggu belakangan ini adalah fenomena kriminalitas yang menyenangkan.
Tak ada motif dendam, dilakukan secara acak, dan dengan cara hit and run. Akibatnya, masyarakat menjadi takut jika modus operandi seperti ini terus dibiarkan. Esok hari, kemungkinan kita yang akan menjadi korban selanjutnya.
Dan dalam hal ini, lembaga penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, yakni pihak kepolisian, tidak mampu mencegah lebih dini kejahatan yang menyenangkan ini terjadi. Program Keamanan dan ketertiban masyarakat tidak berjalan dengan baik, terbukti, jam 6 sore di lokasi dekat Patung Kuda 2 orang ditikam dan dipanah tanpa pernah tau apa kesalahannya. Dan hingga saat ini pelaku masih bebas berkeliaran. Itu kasus kedua dalam dua pekan saja.
Bahkan Pemerintah Kota Bitung yang seharusnya melakukan pembinaan terhadap remaja-remaja yang berpotensi melakukan kriminalitas juga nihil. Dan akibatnya tingkat kejahatan di Kota Bitung benar-benar rawan. Bagaimana industri dan pariwisata akan berkembang jika keamanan saja tidak mampu dijamin oleh negara.
Apakah negara akan kalah dihadapan para ABG yang melakukan kejahatan atas dasar senang-senang saja? Ini menjadi indikator bagaimana “kejahatan yang menyenangkan” saja pemerintah lengah, apalagi berhadapan dengan white collar crime (kejahatan berkerak putih) yang terstruktur dan rapi.
Ditambah lagi efek domino kenaikan harga BBM. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi kejahatan akibat kenaikan harga BBM yang berefek pada inflasi sehingga memunculkan kejahatan bermotif ekonomi.
Tidak adanya kajian dan analisa terhadap sosiokultural dan sosio-ekonomi dari pemerintah dan mengakibatkan tidak berperannya fungsi preventif dalam mencegah kejahatan anak di bawah umur. Belum lagi dengan lambatnya institusi Polri. Sehingga hal ini sangat berdampak pada stabilitas keamanan dan stabilitas sosial yang tidak tercapai.
Kita tidak akan mungkin mewujudkan iklim investasi yang nyaman dan pariwisata yang menyenangkan jika kondisi keamanan di Kota Bitung benar-benar mengkhawatirkan.
Apa kita harus menunggu headline news dari luar negeri dahulu yang memberitakan bahwa seorang bule terkena panah wayer ketika hendak pulang dari tempat makan nasi kuning baru kita melek pentingnya keamanan di Kota Bitung? Jangan ya, itu sudah terlambat.
*Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan pemerhati sosial Kota Bitung.
(***)