Manado, BeritaManado.com — Dalam pemilihan kepala daerah terkini di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), telah muncul tren di mana calon lebih mengandalkan dukungan influencer untuk meraih popularitas daripada menonjolkan kualitas dan visi mereka.
Tak dapat di pungkiri, penggunaan influencer sebagai bagian dari strategi pemasaran politik yang mencerminkan perubahan dalam pendekatan komunikasi.
Calon kepala daerah berusaha untuk lebih relevan dan relatable dengan generasi muda.
Dengan dukungan para influencer, pesan kampanye dapat menjangkau lebih banyak pemilih potensial.
Meski begitu keberhasilan dukungan influencer tergantung pada kesesuaian nilai dan visi antara calon kepala daerah dan influencer itu sendiri.
Sejumlah calon kepala daerah memprioritaskan citra dan branding, berusaha menarik perhatian melalui influencer, sering kali mengabaikan substansi program kerja.
Influencer sering menyampaikan pesan kampanye yang sederhana dan mudah dicerna, sehingga calon dapat menjangkau audiens yang lebih luas tanpa harus menjelaskan kebijakan yang kompleks.
Strategi itu tentu menciptakan keterlibatan emosional dengan pemilih, tetapi sering kali mengesampingkan pertimbangan rasional terhadap kualitas dan integritas para calon.
Ketergantungan pada influencer dapat berisiko jika influencer tersebut terlibat dalam kontroversi, yang dapat berdampak negatif pada citra calon.
Calon yang terlalu mengandalkan influencer cenderung menghindari debat atau diskusi substansial tentang kebijakan, lebih memilih platform yang memberikan exposure instan.
Fenomena itu pun mencerminkan pergeseran dalam strategi kampanye politik, di mana popularitas sering kali dianggap lebih penting daripada kredibilitas, berpotensi mempengaruhi kualitas kepemimpinan di masa depan.
(Erdysep Dirangga)