Tondano, BeritaManado.com — Sidang lanjutan perkara pidana khusus di Pengadilan Negeri Tondano Kabupaten Minahasa yang mendakwa seorang Pendeta GMIM bernama Jenins Boy Mandalele, MTeol di Kabupaten Minahasa Tenggara berkaitan dengan proses perpanjangan izin Apotik Zaitun di Kecamatan Belang Kabupaten Minahasa Tenggara miliknya bersama istri seorang Apoteker yang dilaksanakan pada hari Senin (20/3/2023) semakin mengungkap fakta-fakta baru dan menarik.
Sidang dipimpin Majelis Hakim Nur Dewi Sundari SH dengan Hakim Anggota Domingus Adrian Puturuhu SH MH dan Christyane Paula Kaurong SH MHum dengan panitera pengganti Devid Losu SH Agenda persidangan pembuktian dan giliran Penasehat Hukum Terdakwa Advokat Sofyan Jimmy Yosadi SH menghadirkan dua saksi meringankan (a de Charge) yakni Apoteker senior Drs Gerald Christian Parera Apt.
Ketua HISFARSI (Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit Indonesia) Provinsi Sulawesi Utara serta seorang Apoteker dari kota Manado bernama Debby Suma SSi Apt MKes yang merupakan Apoteker pengelola Apotik Century di Manado Town Square (Mantos) yang juga seorang aktivis pengurus banyak organisasi.
Salah satunya Ketua Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Sulawesi Utara (Sulut) periode 2018-2021.
Keduanya bersepakat untuk menjadi saksi meringankan demi alasan kemanusiaan dimana seorang Pendeta didakwa hanya karena soal administrasi perpanjangan izin Apotik serta solidaritas sebagai sesama Apoteker.
Dalam kesaksiannya, dua saksi meringankan yang memberikan keterangan dibawah sumpah menguak beberapa fakta menarik.
Kasus yang menjerat seorang Pendeta GMIM yang didakwa Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, lebih kepada hal administratif bukan ranah pidana.
Berawal dari Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Perijinan Kabupaten Minahasa Tenggara yang memberikan izin apotik dengan jangka waktu hanya tiga tahun.
Padahal peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 9 tahun 2017 menyatakan bahwa izin apotik berlaku selama 5 tahun.
Diseluruh Indonesia menerapkannya demikian, hanya di Kabupaten Minahasa Tenggara yang izinnya 3 tahun tanpa landasan hukum apapun baik perda atau peraturan lainya, dan hal ini jelas kebijakan pemberian izin apotik hanya 3 tahun bertentangan dengan aturan hukum.
Jika pemberian izin 5 tahun sesuai Permenkes maka izin apotik milik terdakwa masih berlaku hingga bulan Maret 2022.
Fakta lain yang terungkap adalah pengelolaan Apotik merupakan tanggungjawab Apoteker dan yang meminta izin atau perpanjangan izin adalah apoteker bukan pemilik apotik sesuai aturan hukum.
Maka dalam Surat Izin Apotik (SIA) tercantum Apoteker pengelola Apotik, dan SIA ini berlaku bersamaan dengan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) Apoteker pengelola Apotik yakni 5 tahun.
Kedua surat tersebut baik SIA dan SIPA dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kota berdasarkan regulasi dari Kementrian Kesehatan RI.
Pengelola Apotik Zaitun Belang, Apoteker Manimpan Artauli Sihombing SFarm Apt telah mendapatkan perpanjangan SIPA untuk pengelolaan Apotik Zaitun Belang sejak 1 Oktober 2021 dan akan berakhir ada tanggal 10 Maret 2023.
Maka menurut kedua saksi meringankan, ada hal yang tidak sinkron dan mal administrasi dimana Apotik Zaitun Belang berlaku 3 tahun sementara SIPA Apoteker pengelola Apotik Zaitun Belang berlaku 5 tahun dan masih berlaku saat perkara ini dilakukan sidak oleh pihak kepolisian.
Fakta lain, pada persidangan sebelumnya, Apoteker pengelola Apotik Zaitun ketika memberi keterangan sebagai saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum menyatakan bahwa satu bulan sebelum izin berakhir sudah dilakukan proses permohonan perpanjangan SIA Apotik Zaitun Belang dengan menyerahkan dokumennya ke Dinas Kesehatan Kabupaten Mitra.
Untuk permohonan Rekomendasi serta ke Dinas Perijinan dan terhambat dengan terbitnya rekomendasi dari Dinas Kesehatan dan saat itu terjadi pandemi maka tertunda terus perolehan perpanjangan Surat izin Apotik Zaitun Belang tapi karena SIPA Apoteker tersebut masih berlaku maka Apotik tidak tutup dan berjalan terus sebagaimana kebijakan pemerintah RI bahwa selama masa pandemi seluruh fasilitas kesehatan termasuk apotik tidak boleh tutup untuk melayani masyarakat.
Dalam Permenkes Nomor 9 tahun 2017, terdapat aturan bahwa jika SIA dalam proses perpanjangan maka SIPA Apoteker pengelola apotik tersebut menjadi legalitas untuk pengelolaan apotik.
Kedua saksi meringankan menambahkan bahwa keterlambatan pengurusan Surat Izin Apotik (SIA) yang merupakan ranah administratif, dalam aturan Permenkes No. 9 tahun 2017, adalah kewenangan Dinas Kesehatan dimana dalam perkara ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Mitra yang akan melakukan pembinaan dan mengingatkan Apoteker pengelola Apotik Zaitun Belang, kemudian diberi waktu untuk proses pengurusan perpanjangan Izin, jika tidak diindahkan maka diberikan sanski administratif berupa surat peringatan secara berjenjang.
Apabila tidak juga diurus perpanjangan SIA tersebut maka sanksi administratif lainnya dikenakan diantaranya Apotik ditutup tidak boleh beroperasi dan SIA tidak diterbitkan atau dicabut.
Tapi faktanya proses pembinaan dan tindakan administratif tidak dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Mitra yang saat itu menjadi kepala dinas kesehatan adalah dr Helny Ratuliu.
Malahan, memproses pidana pemilik Apotik Zaitun Belang terdakwa Pendeta Jenins Boy Mandalele MTeol yang saat ini selain sebagai Pendeta pelayan di sebuah Gereja di Mitra juga Mahasiswa Pasca Sarjana UKIT kandidat Doktor Teologi.
Adapun kronologis perkara ini menurut kuasa hukum Pendeta Jenins Boy Mandalale MTeol yakni Advokat Sofyan Jimmy Yosadi SH bermula ketika seorang oknum pegawai dinas kesehatan Kabupaten Minahasa Tenggara yang bernama Grace Sanger yang juga seorang apoteker datang bersama seorang anggota kepolisian dan melakukan sidak pada tanggal 24 Januari 2022 dan memeriksa izin yang dinyatakan sudah lewat dan belum diperpanjang.
Padahal, dalam proses perpanjangan Izin Apotek Zaitun Belang, Apoteker pengelola Apotik sudah menyerahkan dokumen kepada Grace Sanger dan oknum tersebut yang memproses rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Mitra untuk terbitnya SIA Apotik Zaitun Belang, hal ini yang diurus apoteker Apoteker Manimpan Artauli Sihombing SFarm Apt Fakta terkuak dalam persidangan dari pengakuan saksi-saksi sebelumnya bahwa Oknum ASN bernama Grace Sanger ini cukup lama menunda-nunda proses penerbitan rekom dari Dinas Kesehatan, kemudian datang melakukan sidak dan tak lama kemudian menyerahkan rekom hingga terbit SIA perpanjangan.
Yang lebih mengherankan lagi, JPU ingin menghadirkan Grace Sanger sebagai saksi ahli tapi setelah berbulan-bulan ditunggu sidang tertunda terus, yang bersangkutan malah tidak hadir dalam sidang, hingga akhirnya kesaksiannya dibacakan oleh JPU walau kemudian Advokat Sofyan Jimmy Yosadi SH sebagai PH Terdakwa menyatakan keberatan dan dicatat oleh Panitera pengganti.
Pasca dilakukan sidak dan disita beberapa jenis obat dari apotik Zaitun Belang tersebut, pada tanggal 24 Januari 2022, tak lama kemudian Surat Izin Apotik (SIA) Apotik Zaitun sudah diperpanjang dan terbit SIA yang baru pada tanggal 8 Februari 2022.
Atas penerbitan SIA tersebut kemudian suami istri pemilik Apotik Zaitun Belang, Pendeta Jenins Boy Mandalale, MTeol bersama istrinya Apoteker Dr Agustince Kula SSi Apt M Kes, kemudian datang ke Polres Mitra menunjukkan ke penyidik atas terbitnya SIA tersebut.
Lama tidak terdengar kabar, tiba-tiba Pendeta Jenins Boy Mandalele MTeol dipanggil penyidik untuk dilakukan proses tahap II ke Jaksa penuntut umum Kejari Minsel, pada tanggal 9 Agustus 2022 dan kemudian dilakukan penerapan status Tahanan Kota oleh JPU Erika Simatupang, SH dari Kejari Minsel. kasusnya mulai disidangkan di PN Tondano dan status Pendeta tetap tahanan kota yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Tondano.
Dalam surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum Erika Simatupang SH yang mendakwa Pendeta dengan dugaan perbuatan pidana sesuai Pasal 196 Undang Undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
“Hal ini tentu sangat mengherankan, dimana proses administrasi dibawa ke ranah pidana. Bahkan ancaman pidananya sangat tinggi, dan terkesan tidak sinkron,” tandasnya.
Tudingan bahwa Surat Izin Apotik tidak diperpanjang tapi Pendeta pemilik apotik didakwa dengan Pasal 196 UU Kesehatan, dengan unsur memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan / atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan.
Berdasarkan hal tersebut, adakah masyarakat yang dirugikan dan menjadi korban?
Apakah pihak BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sudah dilibatkan dari awal dalam kasus ini dan menyatakan bahwa pemilik apotik Zaitun Pendeta GMIM yang dijadikan tersangka benar melakukan peredaran obat-obatan yang membahayakan keselamatan masyarakat?
Hal ini jelas kriminalisasi dan sangat berbahaya bagi masa depan para pemilik sarana apotik (PSA) serta para apoteker di seluruh Indonesia.
Sewaktu-waktu bisa saja ada oknum dari Dinas Kesehatan kerjasama dengan oknum polisi kemudian melakukan hal yang sama, mempidanakan pemilik Apotik dan apoteker padahal urusan perizinan adalah pelanggaran administratif bukan perbuatan pidana berupa kejahatan.
“Saya akan melakukan pembelaan dan melawan dengan upaya hukum, membela mati-matian agar Pendeta jangan sampai menerima hukuman untuk suatu perkara yang sifatnya administratif,” tuturnya.
Sejak awal kata Yosadi, teman-teman di kepolisian sudah salah mengambil tindakan soal perijinan jika tidak valid dan belum diperpanjang itu adalah pelanggaran administratif bukan suatu kejahatan yang merupakan kewenangan kepolisian.
Advokat Sofyan Jimmy Yosadi mengatakan bahwa Pendeta harus dibebaskan jangan malah dikriminalisasi, padahal sebagai pemilik apotik telah berjasa membantu pemerintah dalam bidang kesehatan apalagi saat itu masa pandemi.
Mereka berada di garda terdepan mengatasi pandemi bersama pemerintah.
“Hal ini harus diapresiasi bukan mau dipenjarakan,” tegas Advokat Sofyan Jimmy Yosadi SH, yang juga tokoh Khonghucu, Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Utara dan mantan salah satu pimpinan tertinggi di seluruh Indonesia yaitu Dewan Rohaniwan / Pengurus Pusat MATAKIN dan kini Dewan Pakar MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia) Pusat.
Lebih lanjut, Penasehat Hukum Pendeta Jenins Boy Mandalele, MTeol menyatakan akan melakukan pelaporan berjenjang terhadap para oknum yang mengkriminalisasi pendeta tersebut.
Hal itu diantaranya oknum ASN Pemkab Mitra Grace Sanger agar dipecat dan diproses pidana kemudian mendapatkan sanksi berat dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) pusat.
Advokat Sofyan Jimmy Yosadi sendiri kabarnya sudah mengumpulkan banyak bukti sekaligus menegaskan untuk memproses oknum tersebut bukan berdasarkan asumsi semata apalagi halusinasi.
“Agenda sidang berikutnya, saya lagi koordinasi dengan Ketua Umum Ikatan Apoteker Indonesia Apoteker Nofendri Roestam SSi di Jakarta, agar beliau bisa hadir bersama tim hukum sebagai saksi ahli yang akan dihadirkan kami selalu kuasa hukum Terdakwa Pendeta Jenins Boy Mandalele MTeol,” ujar Advokat senior Sofyan Jimmy Yosadi SH, yang juga merupakan Pengurus Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Koordinator Wilayah Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah serta Wakil Sekjen DPP PERADI Pergerakan.
(***/Frangki Wullur)