Almarhum Freddy Harry Sualang dimata Markus Wauran
KARIR politik almarhum Freddy Harry Sualang dimulai dari Parkindo, sesudah itu menjadi kader PDI setelah Parkindo dan empat partai lainnya (Partai Katholik, Partai IP-KI, Partai Murba dan PNI) melakukan Fusi yang di Deklarasikan pada tanggal 10 Januari 1974.
Menurut Markus Wauran, karir awal almarhum di PDI dimulai dari basis sebagai Komca PDI Manado Selatan.
Dari basis ini karir politik almarhum terus menanjak menjadi Wakil Sekertaris DPC pada thn 1982, kemudian Ketua DPC PDI Kabupaten Minahasa tahun 1984 hasil Konperda dan terpilih kembali dalam jabatan yang sama pada Konperda berikutnya.
Dalam jabatan legislatif, menjadi Anggota DPRD Minahasa hasil Pemilu 1987 dan 1992 (2 periode).
Alm. Fredy Harry Sualang merebut semua jabatan tersebut tidak pakai money politics atau dukungan kekuasaan atau keluarga yang berkuasa, tapi hasil perjuangan gigih melalui jaringan dan kekuatan kelompok dalam intern partai dan saat itu almarhum, satu kelompok dengan kami sehingga perjuangan dalam membangun posisi dalam partai dan di legislatif kami berjuang bersama saling mendukung satu sama lain.
Seluruh anak bangsa mengetahui sejak PDI lahir 1974 sampai dia terbenam pada tahun 1999, tiada hari tanpa konflik.
Di tengah konflik PDI yang berkepanjangan tersebut sosok almarhum Freddy Harry Sualang membuktikan kepiwaiannya sebagai seorang politikus yang gigih dan ulet sehingga tetap survive dan terus menanjak karir politiknya.
Sejak tahun 1994 kami dan almarhum berpisah jalan.
Almarhum aktif dalam kepemimpinan PDI Megawati Soekarnoputri dan kami sendiri masih dipercaya oleh Megawati sebagai Pimpinan Fraksi PDI di DPR tanpa jabatan di DPP PDI.
Sejalan dengan proses sejarah almarhum terus menanjak karir politiknya sebaliknya kami mulai redup.
Sejak 1998 Almarhum Freddy Harry Sualang menjadi Ketua DPD PDIP Sulawesi Utara sampai dengan 2010 dibawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDIP.
Karir politiknya mencapai puncak pada saat almarhum menjadi Wakil Gubernur Sulawesi Utara berpasangan dengan Alm. Drs. A.J. Sondakh sebagai Gubernur periode 2000-2005 melalui Pilkada tidak langsung (dipilih DPRD, dan menjadi Wakil Gubernur Sulawesi Utara dan periode 2005-2010 berpasangan dengan Gubernur Dr. Sinyo H. Sarundajang melalui Pilkada yang untuk pertama kalinya dipilih langsung oleh rakyat.
Dalam perjuangan politik kami bersama almarhum baik dalam kebersamaan disatu kelompok di PDI maupun saat kami berpisah berbeda kelompok, dimana almarhum masuk dalam pengikut dan pendukung PDIP Megawati dan kami sendiri dikelompokan sebagai pengikut Surjadi, ada beberapa catatan penting yang ingin kami sampaikan yaitu :
Almarhum Freddy Sualang sangat menghormati para Senior partainya
Indikasinya saat berjumpa dengan siapa saja yang dianggap Senior apalagi ada hubungan perjuangan dengannya selalu disapa, “Senior, apa kabar Senior, ada bae-bae Senior” kenang Markus Wauran.
Pengalaman kami pribadi yang sangat berkesan pada saat acara syukuran di Hotel Sahid Jakarta dari masyarakat Sulut yang bermukim di Jakarta untuk Gubernur Alm. Sondakh dan Alm. Sualang sebagai Wakil Gubernur pada saat baru terpilih tahun 2005.
Saat kami dan istri sedang ngobrol dengan beberap teman di meja bundar, tiba-tiba bahu kami ditepuk dari belakang oleh seseorang dengan sapa “Apa kabar Senior?” Ternyata orangnya adalah almarhum beserta istri tercinta Ibu Zus Sualang-pangemanan.
“Seharusnya pada waktu itu, kami yang datang kepada almarhum dan Ibu Zus untuk menyampaikan ucapan selamat. Tetapi itulah Almarhum yang sangat menghormati para Seniornya. Saya terhenyak, terharu dan sangat terkesan dengan sikap itu,” ucap Wauran.
Almarhum adalah seorang politisi piawai, ulet dan bijaksana.
Buktinya selama memimpin PDIP di Sulawesi Utara tidak pernah ada gejolak dalam tubuh PDIP yang mengancam persatuan dan keutuhan partai, sedangkan budaya konflik yang begitu tinggi saat PDI, diwarisi oleh warga PDI yang kemudian berbaju PDIP.
Kenyataan ini membuktikan bahwa almarhum adalah seorang pemimpin yang diakui, dihormati dan disegani oleh anak buahnya.
Walau kami berdua pernah berpisah jalan serta mungkin ada ungkapan-ungkapan tajam untuk saling membenarkan pilihan jalan kami masing-masing, namun diantara kami tidak ada dendam.
Kami berdua menganut prinsip setajam apapun perbedaan yang ada, kami tetap teman sejati.
Perbedaan tidak boleh membuat putus pertemanan kita. Jika bertemu kami saling sapa dan ngobrol penuh keakraban.
Sewaktu almarhum di opname di Rumah Sakit Cikini beberapa kali, kami sempat menjenguk baik sendiri maupun bersama Sabam Sirait dan Ibu Sabam serta Max Siso.
Kami ngobrol lepas dan dan penuh canda. Tidak ada beban sejarah masa lalu.
Almarhum adalah orang yang sangat menghormati Guru politiknya yaitu Sabam Sirait yang dijadikan sebagai panutan, nara sumber, tempat bertanya dan tempat curhat.
Pengamatan kami almarhum sangat setia pada gurunya dan tidak ada sikap dan prilaku untuk mengkhianatinya.
Almarhum tidak akan layu atas rayuan, tidak akan goyah atas godaan untuk kepentingan sesaat dan sesat kemudian mengkhianati gurunya yang bernama Sabam Sirait.
Jumat, 11 Desember 2014, Freddy telah dipanggil Tuhan kembali ke pangkuanNya. Kita kehilangan seorang Politisi yang Piawai, ulet dan berwibawa.
Semoga nilai-nilai Keteladanan Freddy sebagaimana kami goreskan diatas bisa diwarisi oleh Generasi Penerus PDIP dan politisi lainnya dalam perjuangannya membangun daerah, bangsa dan tanah air tercinta INDONESIA
Selamat jalan Freddy, terima kasih atas perjuangan dan keteladananmu. Semoga Surga Kekal yang dijanjikan oleh Allah pencipta kita menjadi tempat pemukimanmu yang baru. Rest In Peace. Amin.
Jakarta,16 Desember 2014.
Markus Wauran
(*/sanlylendongan)