Manado, BeritaManado.com — Pernyataan Wakapolri Komjen (Pol) Gatot Eddy Pramono, soal pemberdayaan jeger di pasar agar pedagang dan pengunjung pasar taat patuh kepada Protokol Kesehatan Covid-19, harus dipahami dalam setiap komunitas selalu ada tokoh-tokoh yang dipandang dan menjadi panutan.
Istilah atau dari pengertian ‘jeger’ yang dimaksud merujuk pada pihak yang dituakan atau pimpinan dalam sebuah komunitas masyarakat. Misal di pasar, perkantoran atau kelompok masyarakat yang lain.
Merekalah yang akan diberi kepercayaan untuk mengingatkan para anggotanya untuk selalu menerapkan protokol kesehatan.
Menurut Pakar Hukum Pidana Dr. Azmi Syahputra, SH MH, Menjadikan tokoh yang dipandang dalam komunitas menjadi perintah yang lebih efektif.
“Bahkan seringkali tanpa harus memberikan ancaman atau sanksi jika tokoh terpandang dikomunitasnya melakukan suatu tindakan, akan langsung dicontoh oleh anggota komunitas,” ujar Dr. Azmi Syahputra, SH, MH.
Lanjut Amzi Syaputra, dalam sosiologi, ini dapat terjadi karena ada relasi patron and client, relasi saling tergantung atau dalam pendekatan lain, karena rasa in group dan out group, kalau tidak mengikuti tokoh seperti bukan dari bagian group.
“Jadi pernyataan Wakapolri dipahami sebagai ajakan agar semua elemen bisa patuh pada protokol kesehatan, kalau tidak patuh maka minta bantuan kepada tokoh setempat atau tokoh komunitas. Kalau di pasar ada jeger, di komunitas lain ada tokoh Yang lain,” ungkap Menurut Pakar Hukum Pidana Dr. Azmi Syahputra, SH MH yang juga Dosen Sosiologi Hukum dan Kriminologi.
Jadi bukan preman, tetapi siapa saja Yang berpengaruh di lingkungkungannya agar anjuran ajakan mematuhi protokol Covid-19 menjadi lebih efektif.
“Ya, jadi bukan soal preman tetapi kepada seluruh tokoh komunitas apa saja, ayo kita patuhi protokol kesehatan, karena ancaman Covid-19 itu nyata,” pungkas Dr. Azmi Syahputra.
(***/HardinanSangkoy)