Minut, BeritaManado.com – Polres Minahasa Utara (Minut) menuai sorotan dalam penanganan dugaan kasus kekerasan seksual yang dialami seorang remaja putri 13 tahun asal Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara (Minut) yang dilakukan seorang pemuda inisial V (23).
Ini menyusul kekecewaan pihak keluarga korban saat melihat gaya penanganan kasus kekerasan seksual oleh Polres Minut yang diduga memaksakan agar kasus tersebut menjadi peristiwa suka sama suka.
Kekecewaan disampaikan perwakilan keluarga korban, sekaligus aktivis Minut, Stenly Lengkong.
Kepada wartawan, Stenly Lengkong menceritakan kronologi kejadian miris tersebut, diawali kasus perkosaan yang terjadi pada tanggal 1 Januari 2022 di rumah pelaku di Kelurahan Airmadidi Atas.
Saat itu, korban (13) bersama sepupunya (15), jalan-jalan bersama pelaku pada malam pergantian tahun baru, kemudian disusul kejadian kekerasan seksual di rumah pelaku.
“Korban yang takut akhirnya menyembunyikan peristiwa ini. Tapi akhirnya, korban meminta bantuan sepupunya untuk memberitahukan kejadian itu kepada tante korban yaitu ibu kandung saksi, pada 17 Januari 2023,” ujar Stenly Lengkong dalam keterangan pers, Rabu, (8/2/2023).
Lanjut Stenly, pada 18 Januari pukul 12.00 WITA, ia bersama tante korban melaporkan kasus ini ke Polres Minut.
Di hari yang sama, pukul 13:00 WITA, anggota SPKT Polres Minut mengantar korban yang didampingi oleh pelapor, menuju ke RS Bhayangkara untuk dilakukan visum.
Sekitar pukul 18:00 WITA, korban yang didampingi pelapor, kembali ke Polres Minut untuk membuat berita acara pemeriksaan (BAP).
“Waktu membuat BAP, saya tidak ikut mendampingi, tapi saya menerima telepon dari tante korban bahwa korban sudah tidak mau bicara dan hanya menangis serta takut. Tante korban minta saya datang, lalu membujuk korban agar bicara,” kata Stenly.
Atas permintaan itu, Stenly Lengkong kemudian kembali ke reskrim lalu membujuk korban agar tidak perlu takut dan mau bicara.
Namun Stenly kecewa dengan sikap aparat selama proses pembuatan BAP.
“Selama proses BAP korban kembali tertekan dengan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan korban dan bahkan terkesan memposisikan korban seolah-olah ini adalah kasus suka sama suka. Dan hal yang mengecewakan dan meresahkan yang saya lihat ketika BAP adalah ekspresi dari seorang Kasat Reskrim Minut yang memandang korban dengan tertawa sehingga membuat korban tertekan dan tidak mau lagi berbicara ketika di BAP,” kata Stenly.
Lebih dari itu, oknum Kasat Reskrim Minut melontarkan kalimat yang tidak berempati pada korban, dimana oknum Kasat mengatakan akan gantung diri kalau memang benar kasus tersebut adalah kekerasan seksual.
“Saya tidak dengar kalimat itu. Yang dengar adalah korban, tantenya, dan beberapa pengunjung di ruang tersebut. Namun saat saya tanyakan ke polisi itu, dia mengaku memang benar berkata demikian. Ini kan tidak etis. Yang jadi korban adalah anak perempuan di bawah umur,” cecar Stenly.
Dikatakan Stenly Lengkong, ia sebagai warga mengaku kecewa dengan pelayanan Polres Minut.
“Pertama, sampai sebegitu sulitkah melaporkan kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang terjadi di wilayah Polres Minut? Karena sampai sekarang hasil visum belum diketahui oleh keluarga korban tetapi harus menerima kenyataan dituduh lewat statement seorang kasat reskrim Minut yang berkata ‘akan gantung diri jika ini adalah murni kasus kekerasan seksual,” ujarnya.
Hal kedua yaitu meski ada unit PPA di Polres Minut tapi tidak ada pendampingan oleh petugas PPA ketika proses BAP.
Stenly Lengkong menduga, proses pemeriksaan kasus yang justru menyudutkan korban, membuat korban pada tanggal 19 Januari 2023, akhirnya lari dari rumah.
Saat ia melaporkan kejadian itu pada Kasat Reskrim, Stenly kembali mendengar kalimat tidak menyenangkan.
“Kesimpulan yang diberikan oleh kasat adalah bahwa kasus ini adalah memang suka sama suka dengan bukti korban sekarang berani melarikan diri. Ketika itu saya menjawab, kalau seandainya keadaannya terbalik apakah Anda mau bertanggung jawab jika korban yang tertekan bunuh diri atau menghilang karena malu dan putus harapan ketika mencari keadilan?” keluh Stenly.
Atas kejadian ini, Stenly Lengkong mewakili korban dan keluarga, melihat dengan jelas karakter pribadi seorang kasat yang tidak mengerti tupoksi ketika mengurai kasus seperti kekerasan seksual.
“Adapun ketidakmampuan itu adalah tidak adanya karakter yang baik dan berpikir luas dari oknum tersebut sehingga apapun motto Polri promoter, presisi dan lainnya akan dipermalukan oleh pemikiran oknum polisi seperti ini,” pungkasnya.
Hingga berita ini naik, belum ada penjelasan dari Polres Minut terkait perkembangan kasus ini serta maksud dari kalimat yang dilontarkan oknum Kasat Reskrim Polres Minut.
Yang pasti, upaya hukum akan terus dilakukan Stenly Lengkong bersama keluarga korban, terhadap penyelesaian masalah ini, baik terhadap pelaku kekerasan, juga kepada para oknum polisi yang menangani kasus tersebut.
(Finda Muhtar)