Minut, BeritaManado.com – Keluhan sejumlah pihak terkait sulitnya masuk ke lokasi tambang yang dikelolah PT Mikgro Metal Perdana (MMP), bukan isapan jempol.
Kejadian yang sama juga dirasakan tim utusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang gagal masuk lokasi tambang di Pulau Bangka, Kamis (26/10/2017) lalu.
Dalam rilis yang diterima BeritaManado.com, disampaikan bahwa terdapat 10 orang yang diketahui merupakan petugas keamanan PT MMP secara sengaja menghadang dan melarang tim dari Kantor Staf Kepresidenan, Perwakilan Kemenko Maritim, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang hendak meninjau lokasi tambang PT MMP di Pulau Bangka, untuk kemudian dilakukan rehabilitasi dan pemulihan.
Atas sikap tersebut, pihak perusahaan tambang dinilai tetap membangkang, tidak mematuhi Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, Nomor 1361K/30/MEM/2017 yang mencabut Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP).
“Penghadangan dan larangan dari petugas keamanan PT MMP tersebut, tim dari Kantor Staf Kepresidenan, Kemenko Maritim, dan KKP batal meninjau lokasi tambang, lalu diarahkan ke desa Ehe, desa yang mayoritas masyarakatnya mendukung kehadiran perusahaan tambang,” ujar Jull Takaliuang dari Yayasan Suara Nurani Minaesa, Kamis (3/11/2017).
Koalisi Selamatkan Pulau Bangka, yang terdiri dari Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM), Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Greenpeace, Change.org dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai, kejadian ini sebagai preseden buruk dimana negara takluk di hadapan korporasi tambang.
Mereka memandang dan menuntut sejumlah poin;
Pertama, pasca pencabutan IUP Operasi Produksi oleh Menteri ESDM, status hukum atas keberadaan PT Mikgro Metal Perdana (MMP) di Pulau Bangka sudah illegal. Dan sudah semestinya pemerintah, baik pusat maupun daerah bersikap dan bertindak tegas, tidak takluk di hadapan PT MMP.
Kedua, bahwa status hukum akan keberadaan PT MMP di Pulau Bangka illegal, pemerintah harus segera melakukan rehabilitasi dan pemulihan, tidak boleh terpengaruh apalagi takut dengan ancaman PT MMP.
Ketiga, bahwa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Povinsi Sulawesi Utara telah disahkan dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah No 1 Tahun 2017 tentang RZWP3K, yang mana, Pulau Bangka tidak diperuntukkan untuk pertambangan.
Keempat, kepolisian harus harus segera menindaktegas oknum security PT MMP yang sengaja melakukan penghadangan tim rehabilitasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kemenko Kemaritiman, dan Kantor Staf Presiden.
Kelima, membiarkan PT MMP tetap beroperasi adalah upaya menabrak putusan hukum yang sudah inkracht dari Mahkamah Agung dan akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Lebih jauh, ketika pembiaran ini dilakukan, kami menduga pemerintah sedang bekerja untuk kepentingan PT MMP, bukan untuk rakyat.
Terpisah, Humas PT MMP Donald Rumimpunu ketika dikonfirmasi BeritaManado.com, membantah telah menghadang tim presiden ke lokasi tambang.
“Yang dihadang LSM bukan tim. Tidak ada pengahadangan oleh pihak perusahaan terhadap tim dari staf kepresidenan. Karena sebelum kedatangan tersebut sudah ada pemberitahuan terlebih dahulu,” ujar Donal.
Namun begitu, Donald mengaku tidak tahu kalau tim presiden sudah masuk ke lokasi tambang atau tidak.
“Kurang tau kalo itu (masuk atau tidak, red). Yang pasti PT MMP tidak pernah menolak tim dari staf kepresidenan,” pungkasnya.
(FindaMuhtar)
Minut, BeritaManado.com – Keluhan sejumlah pihak terkait sulitnya masuk ke lokasi tambang yang dikelolah PT Mikgro Metal Perdana (MMP), bukan isapan jempol.
Kejadian yang sama juga dirasakan tim utusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang gagal masuk lokasi tambang di Pulau Bangka, Kamis (26/10/2017) lalu.
Dalam rilis yang diterima BeritaManado.com, disampaikan bahwa terdapat 10 orang yang diketahui merupakan petugas keamanan PT MMP secara sengaja menghadang dan melarang tim dari Kantor Staf Kepresidenan, Perwakilan Kemenko Maritim, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang hendak meninjau lokasi tambang PT MMP di Pulau Bangka, untuk kemudian dilakukan rehabilitasi dan pemulihan.
Atas sikap tersebut, pihak perusahaan tambang dinilai tetap membangkang, tidak mematuhi Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, Nomor 1361K/30/MEM/2017 yang mencabut Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP).
“Penghadangan dan larangan dari petugas keamanan PT MMP tersebut, tim dari Kantor Staf Kepresidenan, Kemenko Maritim, dan KKP batal meninjau lokasi tambang, lalu diarahkan ke desa Ehe, desa yang mayoritas masyarakatnya mendukung kehadiran perusahaan tambang,” ujar Jull Takaliuang dari Yayasan Suara Nurani Minaesa, Kamis (3/11/2017).
Koalisi Selamatkan Pulau Bangka, yang terdiri dari Yayasan Suara Nurani Minaesa (YSNM), Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Greenpeace, Change.org dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai, kejadian ini sebagai preseden buruk dimana negara takluk di hadapan korporasi tambang.
Mereka memandang dan menuntut sejumlah poin;
Pertama, pasca pencabutan IUP Operasi Produksi oleh Menteri ESDM, status hukum atas keberadaan PT Mikgro Metal Perdana (MMP) di Pulau Bangka sudah illegal. Dan sudah semestinya pemerintah, baik pusat maupun daerah bersikap dan bertindak tegas, tidak takluk di hadapan PT MMP.
Kedua, bahwa status hukum akan keberadaan PT MMP di Pulau Bangka illegal, pemerintah harus segera melakukan rehabilitasi dan pemulihan, tidak boleh terpengaruh apalagi takut dengan ancaman PT MMP.
Ketiga, bahwa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Povinsi Sulawesi Utara telah disahkan dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah No 1 Tahun 2017 tentang RZWP3K, yang mana, Pulau Bangka tidak diperuntukkan untuk pertambangan.
Keempat, kepolisian harus harus segera menindaktegas oknum security PT MMP yang sengaja melakukan penghadangan tim rehabilitasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kemenko Kemaritiman, dan Kantor Staf Presiden.
Kelima, membiarkan PT MMP tetap beroperasi adalah upaya menabrak putusan hukum yang sudah inkracht dari Mahkamah Agung dan akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Lebih jauh, ketika pembiaran ini dilakukan, kami menduga pemerintah sedang bekerja untuk kepentingan PT MMP, bukan untuk rakyat.
Terpisah, Humas PT MMP Donald Rumimpunu ketika dikonfirmasi BeritaManado.com, membantah telah menghadang tim presiden ke lokasi tambang.
“Yang dihadang LSM bukan tim. Tidak ada pengahadangan oleh pihak perusahaan terhadap tim dari staf kepresidenan. Karena sebelum kedatangan tersebut sudah ada pemberitahuan terlebih dahulu,” ujar Donal.
Namun begitu, Donald mengaku tidak tahu kalau tim presiden sudah masuk ke lokasi tambang atau tidak.
“Kurang tau kalo itu (masuk atau tidak, red). Yang pasti PT MMP tidak pernah menolak tim dari staf kepresidenan,” pungkasnya.
(FindaMuhtar)