Manado – Razia yang dilakukan oleh organisasi yang menamakan diri Front Pembela Isalam (FPI) terhadap atribut bernuansa Natal di Surabaya mengundang sikap dari Karang Taruna Sulawesi Utara.
Menurut Ketua Karang Katuna Sulawesi Utara, Billy Lombok, organisasi sosial ini menyayangkan tindakan main hakim sendiri dan cenderung menciptakan keresahan di Indonesia.
“Kebersamaan sudah ada di bumi pertiwi, ke-indonesia-an adalah bentuk keberagaman, harga mati itu, kita menghargai sikap masing-masing, tapi mengambil tindakan sendiri itu tidak dibenarkan,” demikian sikap dari Karang Taruna, dijelaskan Billy Lombok yang memiliki ketua, sekretaris dan struktur pengurus dengan keragaman etnis, suku dan agama ini.
Atas nama kesetiakawanan sosial, organisasi yang berdiri sejak tahun 1980 dan masuk dalam undang undang kesejahteraan sosial ini, meminta agar seluruh jajaran mengambil langkah strategis menjaga agar masyarakat tidak terpancing.
“Langkah konsolidasi wajib dilakukan, yang jelas Karang Taruna menginginkan perkembangan ekonomi Indonesia berjalan baik, bila terjadi berbagai ketidak-stabilan tentu negara dan bangsa Indonesia yang akan rugi, bahkan dapat terjadi insiden internasional dan mempengaruhi sikap investor apalagi menyangkut keamanan, ketertiban , ketidakpastian hukum,” tukas Billy Lombok bersama Sekretaris Affan Mokodongan dan Bendahara Ivan Lumentut.
Terkait himbauan Wakil Gubernur Steven Kandouw, agar ormas menjaga kerukunan menurut Billy Lombok himbauan tersebut direspons dengan baik oleh Karang Taruna.
“Walau kami bukan ormas melainkan organisasi sosial, kami pastikan Sulawesi Utara sangat siap dengan kehangatan menyambut bapak Presiden Joko Widodo, apalagi semua rakyat siap menghadapi kemajuan ekonomi dengan berbagai proyek yang dicanangkan di Sulut,” tambah Billy Lombok.
Billy Lombok yang juga Ketua Pemuda Sinode periode 2005-2014 ini menyampaikan agar semua pihak menahan diri.
“Sejauh yang saya pahami, ornamen yang biasanya ada di saat Natal atau bulan Desember seperti santa claus, rusa, salju, secara konsensus bukan dogma gereja, ada batasan yang jelas disana, tapi demikian ada kisah seorang santa yang menebar kasih.
“Saya kira itu diajarkan oleh tiap agama bahwa kita harus selalu mengasihi, demikian juga gambaran pohon cemara, semua hanya bagian semarak bulan Desember dimana pohon cemara sebagai simbol kekokohan walau ditutupi salju, sekali lagi itu bukan bagian ajaran gerejawi, pun demikian memang tidak dapat dipaksakan apabila ada staff atau pegawai yang menolak memakai atribut-atribut seperti itu, tapi tindakan main hakim sendiri tidak dibenarkan, hukum harus menjadi panglima!” tegas Billy Lombok yang juga wakil rakyat di DPRD Sulut ini.
Sebelumnya diberitakan, FPI Surabaya melakukan sweeping di mall dan pusat perbelanjaan, Minggu (18/12/2016). Massa FPI menggelar pawai ta’aruf guna mensosialisasikan Fatwa MUI No 56/2016 tentang Hukum Penggunaan Atribut Keagamaan Nonmuslim di mal-mal dan pusat perbelanjaan. Terutama atribut Natal. (JerryPalohoon)
Manado – Razia yang dilakukan oleh organisasi yang menamakan diri Front Pembela Isalam (FPI) terhadap atribut bernuansa Natal di Surabaya mengundang sikap dari Karang Taruna Sulawesi Utara.
Menurut Ketua Karang Katuna Sulawesi Utara, Billy Lombok, organisasi sosial ini menyayangkan tindakan main hakim sendiri dan cenderung menciptakan keresahan di Indonesia.
“Kebersamaan sudah ada di bumi pertiwi, ke-indonesia-an adalah bentuk keberagaman, harga mati itu, kita menghargai sikap masing-masing, tapi mengambil tindakan sendiri itu tidak dibenarkan,” demikian sikap dari Karang Taruna, dijelaskan Billy Lombok yang memiliki ketua, sekretaris dan struktur pengurus dengan keragaman etnis, suku dan agama ini.
Atas nama kesetiakawanan sosial, organisasi yang berdiri sejak tahun 1980 dan masuk dalam undang undang kesejahteraan sosial ini, meminta agar seluruh jajaran mengambil langkah strategis menjaga agar masyarakat tidak terpancing.
“Langkah konsolidasi wajib dilakukan, yang jelas Karang Taruna menginginkan perkembangan ekonomi Indonesia berjalan baik, bila terjadi berbagai ketidak-stabilan tentu negara dan bangsa Indonesia yang akan rugi, bahkan dapat terjadi insiden internasional dan mempengaruhi sikap investor apalagi menyangkut keamanan, ketertiban , ketidakpastian hukum,” tukas Billy Lombok bersama Sekretaris Affan Mokodongan dan Bendahara Ivan Lumentut.
Terkait himbauan Wakil Gubernur Steven Kandouw, agar ormas menjaga kerukunan menurut Billy Lombok himbauan tersebut direspons dengan baik oleh Karang Taruna.
“Walau kami bukan ormas melainkan organisasi sosial, kami pastikan Sulawesi Utara sangat siap dengan kehangatan menyambut bapak Presiden Joko Widodo, apalagi semua rakyat siap menghadapi kemajuan ekonomi dengan berbagai proyek yang dicanangkan di Sulut,” tambah Billy Lombok.
Billy Lombok yang juga Ketua Pemuda Sinode periode 2005-2014 ini menyampaikan agar semua pihak menahan diri.
“Sejauh yang saya pahami, ornamen yang biasanya ada di saat Natal atau bulan Desember seperti santa claus, rusa, salju, secara konsensus bukan dogma gereja, ada batasan yang jelas disana, tapi demikian ada kisah seorang santa yang menebar kasih.
“Saya kira itu diajarkan oleh tiap agama bahwa kita harus selalu mengasihi, demikian juga gambaran pohon cemara, semua hanya bagian semarak bulan Desember dimana pohon cemara sebagai simbol kekokohan walau ditutupi salju, sekali lagi itu bukan bagian ajaran gerejawi, pun demikian memang tidak dapat dipaksakan apabila ada staff atau pegawai yang menolak memakai atribut-atribut seperti itu, tapi tindakan main hakim sendiri tidak dibenarkan, hukum harus menjadi panglima!” tegas Billy Lombok yang juga wakil rakyat di DPRD Sulut ini.
Sebelumnya diberitakan, FPI Surabaya melakukan sweeping di mall dan pusat perbelanjaan, Minggu (18/12/2016). Massa FPI menggelar pawai ta’aruf guna mensosialisasikan Fatwa MUI No 56/2016 tentang Hukum Penggunaan Atribut Keagamaan Nonmuslim di mal-mal dan pusat perbelanjaan. Terutama atribut Natal. (JerryPalohoon)