Manado, BeritaManado.com — Omnibus Law Cipta Kerja menjadi hal yang menarik untuk dibahas.
Pasalnya dihampir semua daerah di Indonesia, mahasiswa dan masyarakat telah melakukan unjuk rasa untuk penolakan Omnibus Law Cipta Kerja.
Saat diwawancarai BeritaManado.com, Pengamat Hukum Toar Neman Palilingan SH MH mengatakan jangan dulu berbicara mengenai isi Omnibus Law Cipta Kerja karena dirinya belum membaca detail dan mengetahui mana yang menjadi naskah asli.
“Namun, untuk revisi peraturan perundangan model atau metode Omnibus Law sangat baik sekali demi efisiensi waktu dalam upaya mengharmonisasikan dan mengelompokan peraturan dengan lingkup bidang yang sama dan jumlah Peraturan perundangan yang banyak untuk di lakukan perubahan dalam waktu bersamaan,” kata Toar Palilingan, Rabu (14/10/2020).
Lebih lanjut, Toar Palilingan menjelaskan Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki banyak peraturan-perundangan sehingga pada berbagai sektor sering ditemukan peraturan yang saling berbenturan dan tumpang tindih satu sama lainnya.
“Karena pada berbagai sektor sering ditemukan peraturan yang saling berbenturan dan tumpang tindih satu sama lainnya, sehingga didalam proses penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun daerah sudah menimbulkan berbagai persoalan maka perlu dilakukan upaya perubahan atau revisi terbatas pada berbagai aturan terkait antara lain dengan memangkas pasal-pasal serta ayat-ayat yang tidak relevan atau saling berbenturan tersebut, contohnya Omnibus Law Cipta Kerja merubah kurang lebih 70an Undang-undang dalam satu undang- undang saja, yang kalau perubahan 70an UU dilakukan dan dibahas sendiri sendiri perubahannya maka upaya perubahan tersebut akan memakan waktu bertahun-tahun,” jelasnya.
Toar Palilingan melanjutkan permasalahan mengenai apakah dibahas dengan melibatkan semua stakeholder atau tidak dll itu persoalan prosedur namun “Saya melihat pembentukan peraturan perundangan dengan metode omnibuslaw ini merupakan terobosan yang sangat baik oleh Presiden Jokowi dan sangat pas diterapkan di Indonesia.
“Kalau ada hal-hal teknis yang masih kurang dalam regulasi tentang teknik pembentukan peraturan perundangan (undang- undang 12 tahun 2011), yang belum mengakomodasi metode ini perlu disempurnakan agar kedepan bukan hanya Undang-undang saja yang direvisi melalui omnibuslaw tapi Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Daerah (Perda) juga bisa mengikuti metode seperti ini agar lebih praktis dan efisien dari segi waktu dan lain-lain,” ungkapnya.
Toar Palilingan juga menambahkan contoh di daerah dalam rangka menumbuhkan iklim investasi didaerah perlu dilakukan simplifikasi atau penyederhanaan regulasi seperti Perda dibidang investasi yang selama ini ada beberapa perda yang satu sama lain berbenturan bahkan dengan peraturan pusat.
“Solusi untuk mengatasi masalah klasik seperti ini tentu bisa menggunakan metode Omnibus dalam melakukan revisi peraturan terkait,” tandasnya.
(Rei Rumlus)