Manado – Nama agenda besar yang telah disetujui Kementerian Pariwisata RI yaitu perayaan Imlek Nasional tahun 2017 yang kabarnya akan digelar di Manado dinilai keliru. Ketua Bidang Hukum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) dan Ketua Komunitas Budaya Tionghoa Sulawesi Utara Sofyan Jimmy Yosadi SH mengusulkan agar nama kegiatan tersebut diganti.
Kepada BeritaManado.com, Kamis (12/1/2017) Yosadi mengatakan bahwa dirinya hari ini telah merencanakan untuk bertemu Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sulut Daniel Mewengkang untuk menyampaikan langsung hal itu. Akan tetapi pertemuan tidak jadi karena Kadisparbud Sulut sedang menghadiri Rapat Paripurna di DPRD Sulut.
Meski demikian, dirinya mengaku telah menyampaikan usulan penggantian nama atau istilah dalam kegiatan bertaraf nasional itu dari Imlek Nasional (Imleknas) menjadi “Festival Imlek dan Cap Go Meh 2017”. Dengan nama kegiatan yang pertama, hal itu dinilai akan menimbulkan keresahan serta kebingaungan bagi umat Konghucu dan masyarakat Tionghoa yang turut merayakannya.
“Pada dasarnya, saya sangat mendukung rencana Pemprov Sulut dan Pemkot Manado yang ingin mengintegarikan seluruh rangkaian ritual dan prosesi keagamaan umat Konghucu dalam program pariwisata daerah. Namun tidak dengan menggunakan nama kegiatan yang telah tersiar di sebuah media online dan media social,” ungkapnya.
Dirinya juga telah menyampaikan usulan penggantian nama kegiatan tersebut kepada Staf Khusus Menpar RI Andre Sumual dan anggota Tim Satgas Pariwisata Sulut Dino Gobel.
Terkait hal tersebut, Yosadi berkomitmen untuk tetap bersinergi dengan pemerintah dan mendukung, bahkan jika akan sangat membuka diri jika diminta untuk melibatkan diri dalam proses perencanaan berbagai program pariwisata di Sulut termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan keagamaan umat Konghucu.
Terkait dengan rangkaian perayaan Hari Raya Tahun Baru Imlek (Kongzili) yang jatuh pada Sabtu (28/1/2017) nanti, hajatan besar itu nanti akan ditutup dengan perayaan Cap Goh Meh pada Sabtu (11/2/2016).
Di Manado sendiri, istilah yang lebih familiar di kalangan masyarakat umum dengan perayaan Cap Goh Meh tersebut adalah Toapekong. Tahun Baru Imlek yang dirayakan umat Konghucu setiap tahunnya bukan sekedar menjalankan adat dan tradisi budaya Tionghoa semata. Terpenting dalam hal ini yaitu ada landasan keimanan Konghucu yang tertuang dalam kitab suci Agama Konghucu yaitu Kitab Sishu dan Wujing.
Perintah Agama Konghucu menjelaskan bahwa ada rangkaian ritual keagamaan, baik sebelum dan sampai 15 hari setelah Tahun Baru Imlek. Jelang Tahun Baru Imlek akan dilaksanakan rangkaian upacara sembahyang di rumah dan tempat ibadah seperti Klenteng (Miao), Kong Miao dan Litang.
Satu hari jelang Tahun Baru Imlek akan dilaksanakan sembahyang leluhur dan keluarga yang telah wafat yang dilaksanakan di rumah-rumah umat Konghucu. Malam jelang Tahun Baru Imlek, sebagaimana tradisi ada acara makan bersama keluarga, yang dilanjutkan dengan sembahyang di Klenteng hingga malam pergantian tahun.
Sesudah Hari Raya Imlek, rangkaian upacara sembahyang dilakukan setiap hari hingga saat digelarnya Cap Goh Meh, yang merupakan puncak dari perayaan Imlek. Tahun 2568 Kongzili adalah perhitungan tahun kelahiran Nabi Kongzi 551 SM ditambah tahun masehi saat ini yaitu 2017. Jadi jika dijumlahkan maka tahunnya menjadi 2568. Penanggalan berdasarkan kelahiran Nabi Kongzi itu dilakukan setahun setelah Indonesia merdeka yaitu 1946.
Pada tahun tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan penetapan pemerintah tentang Hari Raya No. 2/OEM-1946, dan khusus bagi umat Konghucu ditetapkan ada empat hari raya, yaitu Tahun Baru Imlek, Ching Bing, Hari Lahir Nabi Khongcu dan Hari Wafat Nabi Kongchu.
Pada zaman Orde Baru, semua hal yang berkaitan dnegan Tiongkok dilarang untuk dipertunjukkan atau dilakukan di muka umum, termasuk agama Konghucu. Kebijakan yang dinilai diskriminatif itu dibuat oleh Presiden Soeharto melalui Inpres 14 tahun 1967. Ketika Abdurahman Wahid atau Gus Dur menjadi Presiden RI, Inpres tersebut dicabut dengan penerbitan Kepres 6/2000.
Gus Dur adalah Presiden RI pertama yang menghadiri perayaan Tahun Baru Imlek Nasional (Imleknas) yang dilakukan MATAKIN dalam tradisi keagamaan umat Konghucu. Sejak saat itu, perayaan Imleknas selalu dihadiri oleh presiden.
Saat Megawati Soekarnoputeri menjadi Presiden RI, puteri Proklamator Kemerdekaan RI itu saat menghadiri Imleknas bahwa dirinya memberikan hadiah bagi umat Konghucu Indonesia berupa ditandatanganinya Keppres No. 19 tahun 202. Keppres tersebut menjadikan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai hari raya keagamaan Konghucu dan menjadi hari libur nasional.
Tahun 2017. MATAIN akan menyelenggarakan Perayan Hari Raya Tahun Baru Imlek 2568 Kongzili secara nasional di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta dan akan dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo dan sejumlah pejabat Negara. Tema Tahun Baru Imlek 2568 itu sendiri adalah “Junzi Lambat Bicara Tangkas Bekerja”. (frangkiwullur)