Minut, BeritaManado.com – Sidang gugatan AMDAL (Analisis dampak lingkungan) pembangunan Marriot Eco Family Hotel milik PT Bhineka Mancawisata (BMW), terus berlanjut.
Jumat (1/7/2022), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado menggelar sidang lapangan di lokasi hotel yang terletak di Desa Paputungan Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara (Minut).
Gugatan AMDAL PT BMW diajukan 9 orang warga mengenai penerbitan izin lingkungan oleh tergugat I Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sulut, tergugat II Dinas Lingkungan Hidup Daerah Sulut, yang diterbitkan kepada tergugat intervensi PT Bhineka Mancawisata (PT BMW).
Pantauan BeritaManado.com, sidang lapangan dihadiri majelis hakim, yaitu ketua, Fajar Wahyu Jatmiko, serta anggota, Ida Faridha dan Azza Azka Norra, para tergugat, serta masyarakat penggugat.
Majelis Hakim kemudian meminta AMDAL proyek hotel secara keseluruhan untuk dipelajari oleh majelis hakim.
Kepala Bidang Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup Daerah Sulawesi Utara Arfan Basuki, menjelaskan, objek gugatan adalah adendum AMDAL yang sebagian isi adendum berada di lokasi pantai seperti reklamasi dan tuduhan perusakan mangrove serta terumbu karang, pada pembuatan lagoon Marriot Eco Family Hotel.
Kepada majelis hakim, Arfan menjelaskan, keberadaan adendum AMDAL sudah melalui kajian lingkungan sangat mendalam oleh pakar dan konsultan AMDAL sesuai aturan dan ketentuan berlaku.
Keterangan Arfan diperkuat oleh Hengky Walangitan, tim penyusun adendum AMDAL PT Bhineka Mancawisata.
Hengky menjelaskan kepada majelis hakim setiap perubahan pasti berdampak negatif dan positif.
Akan tetapi dampak negatif diupayakan menimalisir dan meningkatkan berkali lipat dampak positif.
“Semua dampak itu sudah tertulis dalam adendum,” kata Hengky Walangitan.
Manager CSR PT BMW Alwin Panambunan didampingi pengacara, Jelly Dondokambey dan Denny Kaunang mengatakan, pihaknya akan mengikuti proses yang ada.
“Kita ikut proses yang berjalan, apapun dari penggugat kita hadapi itu karena berproses di pengadilan,” ujarnya.
Sementara itu, pada sidang lapangan, pengacara penggugat dari warga Paputungan Rein Mamalu kepada hakim menyebut lokasi lagoon yang kini direklamasi dipenuhi pohon mangrove yang ditebang perusahaan.
“Mangrove ini ditebang pada tahun 2019, tapi izin AMDAL nanti erbit tahun 2020. Dan kami dapat membuktikan keterangan saksi pelapor,” ujar Rein.
Aktifis lingkungan Didi Koleangan, mewakili Yayasan Suara Nurani, mengatakan, tindakan pengrusakan mangrove dan terumbu karang yang dilakukan PT BMW adalah satu bentuk kejahatan lingkungan yang melibatkan para pakar dan pemerintah sehingga membuat masyarakat menggugat di pengadilan untuk minta pembatalan.
Dijelaskan Koleangan, ada tiga substansi yang dipermasalahkan masyarakat sebagai tindakan ektrim terhadap alam yang dilakukan PT BMW.
“Pertama, penghilangan mangrove. Apa ds izin atau tidak dari menteri Lingkungan Hidup? Kedua, perusakan terumbu karang, ada izin atau tidak dari Menteri Kelautan. Ketiga, reklamasi. Reklamasi itu izinnya banyak dan tidak bisa seketika ada. Jadi 3 tindakan ekstrim terhadap alam, katanya sudah diadendum dalam AMDAL. Nah ini yang sedang jadi masalah. Addendum itu juga masalah karena tindakan ekstrim itu hipotetik penting terhadap lingkungan,” beber Koleangan.
Sebelumnya, warga pernah menguggat izin lingkungan PT Bhineka Mancawisata tahun pertengahan tahun lalu dalam perkara nomor 8 tahun 2021 tetapi kalah hingga tingkat banding.
Majelis hakim PTUN waktu itu memberi putusan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima karena mengandung cacat formil.
Dugaan Tindak Kekerasan PT BMW
Proses sidang lapangan yang dilakukan PTUN Manado di lokasi pembangunan Marriot Eco Family Hotel milik PT Bhineka Mancawisata (BMW), Jumat (1/7/2022) diwarnai dugaan kekerasan yang dilakukan oknum petugas keamanan kepada pengacara warga, Reinhard Mamalu.
Kejadian berawal ketika masyarakat tidak diperbolehkan masuk ke lokasi sengketa yaitu lagoon hotel sehingga terjadi di mulut antara warga dan petugas keamanan.
Reinhard Mamalu sebagai pengacara warga kemudian mencoba melerai pertengkaran namun justru mengalami kekerasan yaitu pemukulan di bagian tangan oleh oknum Satpam.
“Mereka ini adalah warga yang mencari keadilan yang ingin ikut melihat persidangan di lokasi, kenapa dihalang-halangi? Bahkan untuk melewati pesisir pantai juga dilarang pihak perusahaan,” ujar Mamalu.
Atas insiden tersebut, pengacara warga Mamalu yang juga menjadi korban kekerasan juga berencana membawa kasus ini ke kepolisian.
Aktifis lingkungan Didi Koleangan, mewakili Yayasan Suara Nurani, mendukung langkah warga yang ingin menempuh jalur hukum.
“Kenapa kuasa hukum dan masyarakat dilarang datang ke situ? Karena ada yang disembunyikan, yaitu menurut kami kejahatan lingkungan. Kuasa hukum juga dilarang untuk masuk padahal itu sidang terbuka untuk umum. Tapi sengaja dihalang-halangi. Itu kerajaan sendiri disitu (perusahaan), hukum sendiri disitu. Dia tidak taat terhadap hukum Indonesia. Di dalam desa ini ada kerajaan baru dan ini tidak boleh dibiarkan,” ujar Koleangan.
Sementara itu, salah satu petugas keamanan mengatakan bahwa perusahaan hanya mengizinkan beberapa perwakilan warga yang bisa masuk.
“Sudah ada perwakilan, yang lain tidak boleh,” ujar satpam perusahaan.
Alhasil, warga tetap menerobos masuk ke lokasi lagoon hotel dengan melalui pesisir pantai yang saat itu sedang mengalami air surut.
(Finda Muhtar)