
Jakarta, BeritaManado.com — Usulan agar pengacara atau advokat tidak dapat dituntut pidana maupun perdata dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien akhirnya disetujui Komisi III DPR RI.
Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait Revisi Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) antara Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Usulan itu disampaikan oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Suara Advokat Indonesia (SAI).
Dengan demikian, ada penambahan satu ayat pada Pasal 140 draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
“Pasal 140, masukan dari Peradi SAI diterima karena sudah disetujui oleh seluruh fraksi di RDPU (rapat dengar pendapat umum), ya. Pasal 140 ditambahkan satu ayat,” kata Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman saat membacakan kesimpulan RDPU, dilansir dari Suara.com jaringan BeritaManado.com, Senin (24/3/2025).
Adapun bunyi ayat yang ditambahkan itu, yakni Pasal 140 ayat (2), “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien, baik di dalam maupun di luar pengadilan.”
Lanjut, Habiburokhman menjelaskan terkait “itikad baik” yang dimaksud dalam ketentuan pasal tersebut.
“Yang dimaksud dengan ‘itikad baik’ adalah sikap dan perilaku profesional yang ditunjukkan oleh advokat dalam menjalankan tugas pembelaan dan pendampingan hukum dengan kejujuran, integritas, yang dinilai berdasarkan kode etik profesi advokat,” tuturnya.
Tak hanya itu, Komisi III DPR RI juga menyetujui untuk menghapus ketentuan terkait larangan advokat melakukan sejumlah kegiatan dalam rangka menjalankan tugas profesinya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 142 ayat (3) RUU KUHAP.
“Pasal 142 ayat (3) RUU KUHAP setuju agar ini dihapus, disetujui oleh seluruh fraksi yang tadi RDPU,” ujarnya.
Bunyi Pasal 142 ayat (3), “Advokat dilarang: (a) menyalahgunakan hak untuk berkomunikasi dan mengunjungi tersangka, terdakwa, atau terpidana; (b) memberikan pendapat di luar pengadilan terkait permasalahan kliennya; (c) mempengaruhi tersangka atau saksi untuk tidak mengatakan hal yang sebenarnya.”
Penghapusan ketentuan aturan tersebut, kata dia, dilakukan atas dasar keadilan bagi profesi advokat menjalankan tugas profesinya.
“Masa advokat sendiri yang ada aturan begini dan sangat-sangat tidak fair, dihapus ya? Sepakat, ya?” kata dia seraya mengetuk palu tanda persetujuan.
Di pihak lain, Ketua Umum Peradi SAI Juniver Girsang mengapresiasi Komisi III DPR RI yang menyetujui usulan agar profesi advokat mempunyai hak imunitas dalam menjalankan tugas profesinya sehingga tidak mudah untuk dikriminalisasi.
“Ini sangat-sangat signifikan bagi advokat maupun bagi masyarakat yang memberi jasa hukum, supaya tidak ada kriminalisasi kepada advokat,” kata Juniver.
Dia lantas menambahkan, “Juga tadi diputuskan di dalam rapat komisi bahwa advokat tidak dilarang memberikan penjelasan keterangan apa yang ditangani lawyer tersebut kepada publik.”
Atur Pemasangan CCTV di Ruang Pemeriksaan
Salah satu yang diatur dalam pasal RKUHP adalah pemasangan kamera pengawas atau CCTV di ruang pemeriksaan.
Habiburokhman mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) akan mengatur ketentuan terkait pemasangan kamera pengawas (CCTV) di ruang pemeriksaan dan penahanan ketika proses pemeriksaan dilakukan oleh penyidik.
Menurutnya, hal ini diperlukan guna mencegah terjadinya kekerasan terhadap tahanan selama proses pemeriksaan berlangsung.
“Kami akan mengatur bahwa dalam setiap tempat pemeriksaan dan setiap tempat penahanan, di ruang tahanan harus ada kamera pengawas,” kata Habiburokhman saat konferensi pers usai rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama sejumlah pakar untuk mendengarkan masukan terkait RUU KUHAP di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Dia kemudian mencontohkan kasus seorang tahanan di Palu yang meninggal dunia akibat dianiaya yang akhirnya dapat terungkap berkat adanya rekaman CCTV.
“Kesalahan kemarin yang di Palu itu kan justru terungkap nih karena ada kamera pengawas. Setelah kita RDPU, Propam-nya turun, dicek dari videonya, ketemu ternyata dari tengah kamera pengawas ketemu,” ucapnya.
Dia menyebut bahwa pemasangan CCTV di ruang tahanan dan pemeriksaan akan diterapkan di seluruh Polda di tanah air.
“Kami ingin di Polda-Polda lain persis seperti yang ada di Palu tersebut, kamera pengawasnya ada,” tuturnya.
Melalui fungsi penganggarannya, lanjut dia, DPR RI akan mendukung pengadaan CCTV di ruang pemeriksaan dan tahanan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Lagian sekarang kamera pengawas sesuatu yang enggak mahal lagi ya, bisa dibeli dengan harga yang cukup murah dan kami akan dukung anggarannya, APBN-nya kami dukung dari sini untuk ke pengadaan kamera pengawas,” ucapnya.
(jenlywenur)