Manado, BeritaManado.com – Denny Indrayana akhirnya mengeluarkan siaran pers yang dimuat dalam akun Instagramnya, dennyindrayana99, soal informasi yang disampaikannya, bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan sistem pemilu legislatif kembali menjadi proporsional tertutup.
Postingan ini menjadi viral dan ramai diperbincangkan.
Terkait hal itu, dalam pernyataan resminya di akun tersebut, pada Selasa 30 Mei 2023, Denny Indrayana menegaskan beberapa hal.
“Karena itu, saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik,” kata Denny.
“Rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK,” ujarnya.
Sedangkan menurut Denny, informasi yang diperoleh dirinya bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK.
“Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK,” tutur Denny.
“Silakan disimak dengan hati-hati, saya sudah secara cermat memilih frasa, mendapatkan informasi bukan… mendapatkan bocoran,” ungkapnya.
Dikatakannya lagi, tidak ada pula putusan yang bocor, karena memang belum ada putusannya.
“Saya menulis, MK akan memutuskan, masih akan, dan belum diputuskan. Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah “informasi dari A1″ sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD,” jelas Denny.
Karena baginya, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen.
“Saya menggunakan frasa informasi dari ‘Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya’,” ungkap Denny Indrayana.
“Informasi yang saya terima tentu sangat kredibel, dan karenanya patut dipercaya, karena itu pula saya putuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik), agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut,” katanya.
Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding).
Karena itu dijelaskan Denny Indrayana, ruang untuk menjaga MK, agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah.
“Meskipun informasi saya kredibel, saya justru berharap pada ujungnya putusan MK tidaklah mengembalikan sistem proporsional tertutup,” kata Denny, sebagai akademisi sekaligus praktisi – Guru Besar Hukum Tata Negara dan advokat yang berpraktik tidak hanya di Jakarta (Indonesia) tapi juga Melbourne (Australia).
“Kita mendorong agar putusannya berubah ataupun berbeda, karena soal pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, tetapi ranah proses legislasi di partemen (open legal policy),” jelasnya.
Dirinya berharap, putusan yang berpotensi mengubah sistem pemilu di tengah jalan itu, tidak menimbulkan kekacauan persiapan pemilu, karena banyak partai yang harus mengubah daftar bakal calegnya, ataupun karena banyak bakal caleg yang mundur karena tidak mendapatkan nomor urut jadi.
“Dalam pesan yang saya kirim itu, saya juga khawatir soal hukum yang dijadikan alat pemenangan pemilu 2024, bukan hanya di MK, tetapi juga di Mahkamah Agung,” ungkap Denny.
“Secara spesifik saya mengajak publik untuk juga mengawal proses Peninjauan Kembali yang diajukan Kepala Staf Presiden Moeldoko atas Partai Demokrat Proses PK tersebut lebih tertutup dan tidak ada persidangan terbukanya untuk umum, maka lebih rentan diselewengkan,” ujarnya.
Jangan sampai kedaulatan partai menurut Denny Indrayana dirusak oleh tangan-tangan kekuasaan, bagian dari istana Presiden Jokowi, lagi-lagi karena kepentingan cawe-cawe dalam kontestasi Pilpres 2024.
“Kita mengerti, jika PK Kepala Staf Presiden Moeldoko sampai dikabulkan MA, Partai Demokrat nyata-nyata dibajak, dan pencapresan Anies Baswedan dijegal kekuasaan. Seharusnya Presiden Jokowi membiarkan rakyat bebas memilih langsung presidennya. Man kita ingatkan bunyi Pasal 6A UUD 1945: Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat,” pungkasnya.
***/TamuraWatung