TOMOHON, beritamanado.com – Akhir Januari lalu, Polri membuat Indeks Potensi Kerawanan (IPK) Pilkada Serentak 2020. Sebagaimana dilansir dari berbagai media daring, tiga provinsi dinyatakan paling rawan dalam pilgub.
Ketiga provinsi tersebut sebagaimana diungkap Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra SH SIK MH MSi di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (31/01/2020) lalu yakni Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Kalimantan Selatan.
“Itu yang tinggi,” ujarnya.
Sementara untuk Pilkada Bupati kerawanan tinggi seperti Nabire, Keerom Papua, Timor Tengah Utara, Manggarai Barat dan Sumba Barat, Tojo Una Una di Sulteng dan Musi Rawas Utara di Sumsel. “Pilkada Wali Kota kerawanan tinggi ini ada di Tomohon dan Bitung di Sulut dan Tangsel Banten,” tutur Asep.
Polri sudah menyiapkan rencana pengamanan untuk pilkada serentak itu dimana sebanyak 200 ribu personel disiapkan untuk wilayah seluruh Indonesia. “Saat ini sudah disusun kekuatan oleh Polri, kurang lebih 200 ribu personel mengamankan di 270 wilayah tersebut,” pungkas mantan Kapolres Metro Bekasi Polda Metro Jaya.
Adanya IPK ini mendapat tanggapan dari Pdt Angie Wuysang STh MA, Dosen Metodologi Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) dimana menurutnya dengan keberadaan Tomohon seperti sekarang ini, data seperti itu tentu menarik, apalagi Tomohon merupakan tempat kedudukan salah satu denominasi gereja terbesar di Indonesia.
“Kaget memang mendengarnya. Meskipun demikian kita harus melihatnya dari berbagai sisi seperti gejolak terbaru apa, apakah ada elemen-elemen yang sama dengan tahun 2015 atau pada 2020 ini ada sesuatu yang baru yang harus dipertimbangkan misalnya demografi penduduk, pertambahan penduduk dan orang yang pindah.”
“Atau juga soal ekonomi di Tomohon terkait inflasi atau deflasi. Itu semua saya kira memainkan peran penting dan juga bagaimana pertumbuhan gereja-gereja,” tutur Angie seraya menambahkan berdasarkan data itu akan ada sesuatu hal menarik dari riset yang kuantitatif yang akan diolah secara kualitatif.
Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Sam Ratulangi Manado (Unsrat) DR Ferry Daud Liando mengatakan data ini harus diseriusi walau belum tentu akan terjadi dimana menurutnya IPK Pilkada itu bukan untuk menakut-nakuti atau untuk menebar ancaman melainkan disusun sebagai antisipasi agar dapat diatasi sejak dini.
IPK Pilkada yang dikeluarakn Polri itu dikatakannya sebagai early warning atau peringatan awal agar semua potensi masalah sudah dapat diantisipasi sejak awal. IPK Pilkada diukur dari banyak aspek atau kategori yakni dinamika politik, kesiapan partai politik, profesionalisme penyelenggara, tingkat kesulitan alam, cuaca dan karakter masyarakat.
“Dasar penetapan IPK Pilkada adalah mempelajari peristiwa masa lalu, baik yang terjadi di suatu daerah atau terjadi di daerah lain di waktu yang berbeda namun dinamika atau kondisinya mirip di daerah lain. Dan IPK Pilkada ini membantu penyelenggara di daerah untuk mengantisipasi jika yang yang dipetakan itu benar-benar akan terjadi,” jelas Ketua Minat Tata Kelola Pemilu Pascasarja Unsrat.