Oleh: Ilzan Maragani, Dosen IAKN Manado
Pandemi virus Covid-19 telah memberikan dampak yang sangat besar bagi dunia secara global sejak pertama kali ditemukan di Wuhan pada Desember 2019 dan dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 11 Maret 2020. Sektor ekonomi, sosial maupun pendidikan tidak lepas dari dampak pandemi ini.
Pandemi Covid-19 membuat segala kegiatan terhenti sehingga mengakibatkan adanya kebijakan-kebijakan baru yang dikeluarkan sehubungan dengan penanganan pandemi ini.
Berbagai himbauan yang dikeluarkan oleh WHO seperti physical distancing dan himbauan untuk tetap dirumah (stay at home) memunculkan berbagai perubahan, salah satunya pembatasan mobilitas masyarakat di luar rumah yang terlihat dari munculnya gerakan bekerja, belajar dan beribadah dari rumah. Hal ini mengharuskan seluruh sektor termasuk sektor pendidikan juga melakukan perubahan.
Membahas mengenai dunia pendidikan, memasuki era normal baru (new normal) di masa pandemi Covid-19 ini, berbagai kebijakan terkait dunia pendidikan telah dilaksanakan. Salah satunya ialah implementasi pembelajaran daring (online) pada setiap jenis pendidikan baik pendidikan formal maupun non formal, dengan kata lain pembelajaran konvensional dengan tatap muka tidak diperkenankan untuk dilaksanakan di masa pandemi Covid-19 ini. Hal ini tentunya memberikan dampak yang sangat besar bagi dunia pendidikan termasuk di dalamnya ranah pendidikan musik.
Sebagaimana diketahui bahwa esensi dari pendidikan musik ialah memberikan pengalaman estetis atau pengalaman musikal melalui kegiatan bermain musik, yang pada masa sebelum pandemi selalu dilakukan dalam bentuk latihan tatap muka melalui lembaga pendidikan formal dan juga non formal seperti lembaga kursus atau sekolah musik.
Kondisi tersebut memunculkan paling tidak dua pandangan. Pertama, memandang kondisi akibat adanya pandemi ini sebagai sebuah tantangan bagi ranah pendidikan musik. Bagaimanapun, kondisi yang ditimbulkan akibat adanya pandemi Covid-19 ini membuat suatu perubahan besar.
Seluruh aspek pendidikan, baik guru maupun murid “dipaksa” untuk melakukan shifting (pergeseran) dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran daring (online) secara mendadak. Dalam hal ini, aspek utama yang menjadi suatu tantangan adalah adaptasi dengan keadaan baru (new normal) ditengah ketidaksiapan untuk menghadapi kondisi saat ini.
Guru yang dulunya melakukan tatap muka langsung dengan murid secara tiba-tiba diganti dengan menatap layar laptop/handphone, dulunya berbicara di depan murid sekarang diganti dengan berbicara di depan kamera. Selain itu, elemen-elemen dalam pembelajaran musik seperti postur, touching, serta sound quality tidak dapat direpresentasikan secara maksimal dalam pembelajaran daring, ditambah dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti perangkat laptop/handphone, jaringan internet, serta perangkat elektronik lainnya juga merupakan faktor penghambat dalam pembelajaran musik secara daring (online).
Pandangan kedua terkait dengan kondisi akibat adanya pandemi Covid-19 yaitu memandang hal ini sebagai sebuah peluang. Dikatakan sebagai peluang, karena kondisi saat ini justru membuka kesempatan untuk memunculkan, mengembangkan serta mengimplementasikan ide, gagasan serta konsep-konsep baru dalam pendidikan musik yang tidak atau belum pernah dilakukan di masa sebelum pandemi Covid-19.
Hal ini terlihat dari makin berkembangnya layanan pendidikan musik berbasis digital yang pada masa sebelum pandemi hanya dilakukan oleh beberapa platform seperti musiq.id dan konten-konten perorangan di youtube.
Namun, saat ini baik lembaga kursus maupun musisi secara perorangan yang tidak bisa produktif di masa pandemi mulai beralih dan mengembangkan modul pembelajaran musik secara sistematis dengan memanfaatkan platform online seperti youtube, zoom, google meet, skype dan sosial media lainnya. Hal ini membuka kesempatan akses yang lebih mudah dan lebih luas oleh seluruh masyarakat. Setiap orang dapat belajar musik pada siapapun, kapanpun dan dimanapun dengan efektif dan efisien serta dengan biaya yang lebih murah. Artinya, pendidikan musik saat ini tidak dapat dibatasi oleh jarak, ruang dan waktu.
Berdasarkan dua pandangan tersebut, muncul 2 hal yang bersinggungan, dalam hal ini saya meminjam istilah yang dikemukakan oleh Perry Rumengan yaitu Idealisme dan Nasi (kebutuhan).
Dari sisi idealisme pendidikan musik di masa pandemi menjadi tantangan untuk dilakukan karena selain ketidaksiapan, pembelajaran musik secara daring juga belum dapat merepresentasikan seluruh elemen, sehingga proses pembelajaran musik yang ideal belum dapat terlaksana secara maksimal. Tetapi, dari sisi Nasi (kebutuhan) pendidikan musik di masa pandemi “memaksa” orang untuk beradaptasi, menemukan strategi-strategi baru untuk hidup dalam dan bersama dengan kondisi kekinian dalam upaya untuk tetap produktif atau bertahan hidup.
Oleh sebab itu, menanggapi kondisi saat ini yang masih dalam ketidakpastian, dapat dikatakan saat ini dunia pendidikan khususnya pendidikan musik sedang dalam proses memasuki suatu peradaban baru.
Dalam hal ini, sedang terjadi proses pencarian posisi pendidikan musik di era normal baru (new normal) yang dinamis, menyesuaikan dengan situasi, kondisi, sosial, serta kultur pendidikan yang baru. Artinya, kondisi saat ini bukan untuk ditantang agar bisa kembali ke kondisi awal, tetapi memerlukan suatu habitus baru, strategi baru, serta cara-cara baru untuk bisa diadaptasikan dalam kondisi saat ini maupun kedepannya (*)