Belum lama ini, saya dihubungi salah satu wartawan media online.
Dia menanyakan tentang Tema Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) Yesus Kristus dalam Kebangsaan, Kebangsaan dalam Yesus Kristus (YKDK-KDYK) yang pernah saya tulis dalam akun FB saya.
Bahkan dia berharap saya membuat tulisan — mungkin karena saya pernah aktif dalam dunia jurnalistik.
Dari sisi usia dan pengetahuan tentang sejarah KGPM, harus diakui pemahaman saya tentang tema KGPM ini masih sangat terbatas.
Apalagi referensi atau pun sumber data tertulis memang belum banyak. Dan ketika menjadi salah satu tim penyusun Sejarah KGPM sumber yang didapat hanyalah sumber lisan, itu pun para tokoh yang pernah mengalaminya bahkan terlibat dalam pembahasan dan keputusan menetapkan tema ini sudah semakin berkurang.
Namun, dengan disiplin ilmu sejarah yang saya geluti di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmus Budaya) jurusan Sejarah Unsrat Manado, saya tertantang untuk coba mengumpulkan data.
Dan data saya ini diperkuat dengan hasil pembahasan kami Pucuk Pimpinan/Majelis Gembala KGPM periode 2015-2020 yang merumuskan Pokok Pemahaman Iman dan Pokok Tugas Panggilan KGPM 2020-2025 yang salah satunya secara tuntas membahas Tema KGPM.
Karena itu, dalam menyongsong HUT ke 89 KGPM pada 29 Oktober 2022 nanti, saya menuliskan tema ini sebagai catatan refleksi untuk KGPM yang dikenal sebagai gereja nasional, gereja merah putih bahkan gereja perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tentunya, masih sangat mengharapkan koreksi dan tambahan data dari warga KGPM.
Tema KGPM: “Yesus Kristus dalam Kebangsaan, Kebangsaan dalam Yesus Kristus” ini ternyata tercetus pada tahun 1928, jauh sebelum Indonesia Merdeka.
Gagasan tema ini disusun oleh JG Mangindaan (yang kemudian menjadi Gembala KGPM, red) pada tahun 1928 atas permintaan JU Mangowal.
Saat itu JU Mangowal yang dari Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) atau Serikat Misionaris Negeri Belanda akan berpidato bersama Pdt Dr Ernst Anton Adriaan (EAA) de Vreede pada pertemuan pemuda dan pemuda dari Serikat Pemuda Masehi se-Minahasa.
EAA de Vreede menjadi Predikant-Voorzitersche Indische Kerk di Tomohon sejak tahun 1928.
Menurut M.L. Matindas, A. Lumopa, A.F. Parengkuan, dkk dalam Sejarah Misi Protestan Masuk Tomohon, terbit tahun 1989, yang ditulis Denny HR Pinontoan dan dikutip dari Katanisme.blogspot.com meyebutkan, kehadiran de Vreede di Tomohon sehubungan dengan adanya konflik antara pimpinan Indische Kerk dengan petugas-petugas NZG.
Dalam upaya penyelesaian konflik tersebut, langkah lain yang ditempuh adalah penyusunan reglement atau peraturan majelis jemaat.
“Reglement ini disusun oleh Konperensi Hulppredikers diketuai oleh Dr. E.A.A. de Vreede,” tulis Matindas, Lumopa, Parengkuan, dkk.
Judul pidato JU Mangowal ketika itu bertemakan: “Yesus Kristus dan Kebangsaan.”
Gagasan dari tema ini kemudian dikhotbahkan oleh Gbl JG Mangindaan di gereja di Tumpaan pada 10 Januari 1939. 10 Januari memang hari bersejarah bagi rakyat Minahasa, karena pada 10 Januari 1679, dibuat kontrak antara Belanda dan Minahasa yang diwaliki para Walak.
Sejak saat itu, nilai dan semangat Yesus Kristus dan kebangsaan, menjadi tema penginjilan di Minahasa terutama dari kalangan KGPM.
Bahkan, pada bulan April 1967, tema ini semakin santer dan menjadi tema sentral dalam setiap penginjilan yang dikhotbahkan para penginjil KGPM baik di Bolaang Mongondow bahkan di Minahasa, terutama yang sekarang menjadi wilayah Kabupaten Minahasa Selatan.
Akhirnya, pada pelaksanaan Sidang Raya ke 19 pada 14 s/d 16 Mei 1967 di KGPM Wuwuk, tema ini dijadikan Tema Sidang Raya. Bahkan, dalam pembahasan, tema ini disepakati menjadi tema KGPM.
Tidak sampai di situ, untuk melegitimasi tema ini sebagai tema KGPM, maka Sidang Raya KGPM tahun 1978 di Kawangkoan yang kemudian disahkan pada Rapat Paripurna KGPM tanggal 21 April 1979 di Bitung, tema ini dicantumkan dalam Peraturan Dasar KGPM pada Bab III pasal 5.
Selanjutnya, tema ini dicantumkan dalam salah satu pasal di Peraturan Gereja KGPM sampai sekarang.
Yesus Kristus dalam Kebangsaan, Kebangsaan dalam Yesus Kristus ini, adalah cita-cita dan perjuangan KGPM yang secara tegas menyatakan keluar dari Indishe Kerk pada 29 Oktober 1933 di Wakan, sampai sekarang ini.
Bahkan tema ini menjadi komitmen tegas para pendiri dan seluruh warga jemaat KGPM bahwa selain mengabdi dalam kesetiaan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memerdekakan dari kuk perhambaan dosa melalui pengorbanan di kayu salib, tetapi sebagai warga bangsa Indonesia, KGPM memiliki tanggung jawab yang besar untuk memerdekakan bangsa ini dari kuk penjajahan Belanda dan akan setia mempertahankan serta mengisi kemerdekaan dengan pengorbanan jiwa dan raga.
Selain itu, tema ini membuktikan bahwa perjuangan KGPM sejak berdiri tidak hanya untuk mempertahankan eksistensinya di masa penjajahan, tetapi akan terus menerus bersama seluruh elemen bangsa berjuang bersama mencapai kemerdekaan serta secara aktif berpartisipasi dalam mengisi dan membangun bangsa sebagai bentuk pengalaman Pancasila.
Bagi KGPM selain komitmen dan konsisten menjalankan tri tugas gereja yakni Bersekutu, Bersaksi dan Melayani, tapi akan konsisten berperan aktif dalam membangun bangsa.
Karena itu, ketika memasuki usia yang ke 89 ini, komitmen kebangsaan KGPM yang dilandasi semangat Gereja Merah Putih, Gereja Nasional dan Gereja Perjuangan akan semakìn membuat warga jemaatnya setia pada bangsa Indonesia, sebagaimana kesetiaannya kepada Tuhan Yesus Kristus.
KGPM bersama elemen bangsa akan menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan bangsa dan keutuhan NKRI. Amin.
Kawangkoan, 26 Oktober 2022
Penulis: Pnt. Tenni G.M Assa