TAK BERLEBIHAN jika era kebangkitan seni tradisi Indonesia, selalu berkelanjutan, dengan konsep dan cara yang berbeda.
Setiap penggerak, sutradara ataupun si seniman sendiri, selalu berupaya untuk menggerakkan seni tradisi agar roda ‘perputaran seni’ seperti pewarisan, penyerahalihan bahkan pengembangan berjalan secara berkelanjutan.
Demikian pun, proses konservasi dan inovasi terus dijalankan agar eksistensi seni tradisi ini bisa berkelanjutan, demi sebuah pengakuan dari pemilik seni tradisi tersebut, tetapi juga para penikmat dan pemerhati bahkan semua insan seni di Indonesia dan masyarakat umum.
Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset, Teknologi Pendidikan Tinggi, secara khusus Direktorat Perfilman Musik dan Media, di tahun 2024 ini menyelenggarakan Lokakarya Konservasi dan Inovasi Musik Tradisi (Lokovasia) untuk mengkonservasi dan menyusun sebuah inovasi terhadap musik tradisi di Indonesia.
Dengan menyaring ribuan peserta untuk kategori grup musik, musisi, komposer dan peneliti musik, dari seluruh Indonesia, Kemendikbudristek bekerja sama dengan Yayasan Musike SJ, bergerak dalam konsep besar pemajuan kebudayaan.
Dari penyelenggaraan kegiatan ini, apa yang bisa kita pelajari? Dan apa tujuan utama yang ingin dicapai?
Tentu saja, untuk menjawab ini, kita perlu berangkat dari arti dan makna terdalam dari sebuah musik tradisi.
Musik tradisi atas cara tertentu adalah sebuah musik yang kaya dan mengandung kekhasan tradisi daerah di mana dia hidup.
Bahkan dalam beberapa penampilan yang penulis alami dan rasakan dalam elaborasi yang berlangsung sejak 2 September 2024 di Universitas Negeri Malang, filosofi budaya setempat, seperti Tempang Tigo dari Bengkulu, merupakan titik tolak untuk membentuk komposisi sebuah pertunjukan musik.
Demikian juga Puspa Karima dari Sumedang Jawa Barat akan mempertunjukkan sebuah seni yang dilatarbelakangi oleh gagasan dasar yaitu mengangkat kembali nilai-nilai terkait peran penting perempuan dalam ketahanan pangan melalui sajian kesenian tradisional.
Melalui karya ini, Puspa Karima berharap dapat menambah pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai tersebut sehingga dapat lebih menghargai dan memahami kontribusi perempuan dalam pembangunan dan ketahanan pangan serta menyadari pentingnya menjaga kelestarian budaya lokal.
(Dalam laman: Puspa Karima di Lokovasia 2024 Akan Tampilkan Komposisi Reak Bakbrung dan Celempungan)
Namun demikian, sebuah seni tradisi apapun bentuknya, harus diakui telah membentuk pola pikir, pola tindak dan dalam konteks ini, pola garapan seni pertunjukan.
Dan walaupun cara pengekspresiannya yang berbeda, semua bersumber dari tradisi budaya yang telah lama ada dan hidup di masyarakat, sebagaimana dijelaskan Dieter Mach dalam elaborasi bagi beberapa peserta.
Akhirnya, penulis dari perspektif filosofis merasa bahwa nilai-nilai tradisi adalah nilai luhur, yang sejatinya telah terbentuk dan dihidupi oleh masyarakat di tempat dia tinggal.
Nilai tradisi ini kemudian diwujudnyatakan dalam sebuah pentas seni pertunjukkan, demi membuka wawasan insan Indonesia.
Hal itu bertujuan agar kita tidak serta merta melupakan nilai tradisi itu.
Insan Indonesia sejatinya, berakar dari tradisi maka dia juga akan berakar dari fondasi yang kultural filosofis.
Catatan Ambrosius M Loho MFil
Dosen Fakultas Pariwisata Universitas Katolik De La Salle Manado
(***)