Manado, BeritaManado — Wacana penundaan Pilkada Serentak 2020 bagi daerah yang minim anggaran dipertimbangkan KPU-RI.
Hal ini lantas mendapat tanggapan dari akademisi di Sulut.
Dosen Kepemiluan FISIP Universitas Sam Ratulangi, Ferry Liando menilai digesernya pesta demokrasi sangat konstitusional.
Terlebih kata Ferry Liando, salah satu pasal pada Perppu 2/2020 tahun 2020 mengatur ini.
“Namun semua itu harus dikaji secara matang. Perlu diidentifikasi masalah mana yang berisiko,” kata Ferry Liando kepada BeritaManado.com, Selasa (30/6/2020).
Kata Ferry, saat ini tahapan pilkada sudah berjalan.
Para petugas Adhoc telah diaktifkan kembali dan sebagian telah melaksanakan tugas verifikasi faktual dukungan calon perseorangan.
Liando mengakui, sebagian daerah saat ini sulit merasionalisasi anggaran tambahan pilkada, karena jor-joran mengurus pandemi COVID-19.
Bahkan sampai sekarang, Keppres Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam belum dicabut.
“Hal ini beralasan karena penyebaran virus belum terkendali. Dan imbasnya, aktivitas penyelenggara dan masyarakat di beberapa wilayah berpotensi terganggu mengingat ruang gerak terbatas,” terang Peneliti pada Electoral Research Institute (ERI) tersebut.
Namun tambah Ferry, sikap Kementerian Dalam Negeri yang terus mendorong pilkada digelar 2020 perlu dimaklumi.
Apalagi keseriusan cukup terlihat dengan mempermudah tahapan awal, semisal anggaran tambahan pilkada yang dijanjikan sedang bergulir ke kas KPUD.
“Dan mereka pula bertanggungjawab terhadap tata keola pemerintahan di daerah,” tandasnya.
Pertimbangan penundaan Pilkada Serentak, sebelumnya disampaikan Ketua KPU Arief Budiman.
Rencana itu karena sejumlah daerah nihil anggaran sehingga kesulitan membeli alat pelindung diri (APD).
Arief Budiman menuturkan, awalnya pemerintah menjanjikan tambahan anggaran Rp1,024 triliun kepada KPU dan Bawaslu RI pada 15 Juni.
Kemudian tenggat itu diundur hingga Rabu (24/6).
“Namun hingga saat ini pencairan dana tidak kunjung ada,” tandasnya.
(Alfrits Semen)