BITUNG—Keberpihakan komisi A DPRD kota Bitung terhadap permasalahan tenaga kerja atau buruh yang ada di kota pelabuhan ini patut diacungi jempol. Buktinya, Selasa (26/7) siang, komisi A menghadirkan 3 perusahaan yang selama ini dianggap menyepelekan masalah ketenagakerjaan lewat rapat dengar pendapat yang digelar diruangan paripurna.
Ketiga perusahaan ini sendiri adalah PT Conbloc Indonesia Surya (CIS), PT Gasmindo Utama (GU) dan PT Mapalus Makawanua (MM) yang dianggap bermasalah dan harus hadir untuk dimintai klarifikasi soal masalah ketenagakerjaan.
Yang menarik dalam hearing ini, komisi A yang terdiri dari Laode Sumaila, Victor Tatanude, Sultan Djafar, Vony Sigar dan Sumisan Sundana dengan terang-terangan menyerang ketika peruhaan tersebut. Bahkan tak segan-segan Sumaila dan rekan-reaknnya merekomendasikan untuk menutup PT CIS karena dianggap memiliki masalah yang sangat kompleks tentang ketenagakerjaan dan melecehkan setiap aturan tenaga kerja.
“Disnaker saja yang meminta data perusahaan tidak diberikan hingga kini dengan alasan data berada di kantor pusat, padahal perusahaan tersebut sudah sekian tahun beroperasi di kota Bitung,” kata Sumaila.
Belum lagi masalah ketenagakerjaan seperti kebebasan berserikat bagi buruh dibatasi oleh pihak perusahaan, masalah penerapan UMP serta jaminan kesehatan tidak diberikan kepada buruh. Padahal menurut Sumaila, masalah tersebut jelas-jelas sudah diatur dalam UU ketenagakerjaan dan harus dipatuhi oleh pihak perusahaan.
“Kami mendapat data, dalam pemberian upah di PT CIS pernah mengupah buruh Rp2500 per hari, kemudian dinaikkan Rp25ribu perhari. Kani ini sangat tidak manusiawi dan jelas-jelas melanggar aturan,” ujar Sumaila.
Kritikan lebih tajam lagi datang dari Tatanude. Dimana Tatanude dengan lantang meminta Sumaila sebagai ketua komisi A mengeluarkan surat rekomendasi untuk menutup operasi PT CIS. Karena menurut Tatanude, sistim yang diterapkan perusahaan tersebut sangat tidak sesuai dengan aturan dan jelas-jelas hanya memeras keringat buruh selama beroperasi.
“Perusahaan siluman seperti PT CIS harus ditutup karena jelas-jelas tidak memiliki identitas yang jelas dan tidak terdata di Disnaker. Dan kami meminta agar Disnaker bertindak tegas untuk melaporkan PT CIS ke polisi karena tidak mematuhi UU,” tegas Tatanude.
Tak hanya itu malah Tatanude mengecam pernyataan pihak PT CIS yang mengaku tidak gentar jika harus dipolisikan oleh buruh lewat FSBSI. Karena menurut pengakuan PT CIS, pihak perusahaan memiliki power kuat dan bisa saja setiap saat mengusulkan untuk melakukan perggantian Kapolres Bitung jika perlu.
“Jadi kami semakin penasaran dengan PT CIS, karena begitu memiliki power kuat sampai berani membuang kata untuk sanggup mengganti kapolres Bitung. Apa perusahaan ini masih milik Cendana atau presiden SBY,” ujar Tatanude.
Sementara itu, tak kalah menariknya adalah permasalahan yang terjadi di PT GU. Dimana pihak perusahaan mengeluarkan surat penyataan resmi jika perusahaan tersebut tidak akan tunduk pada aturan pemerintah. Termasuk aturan Dinaker, apalagi aturan masalah ketenagakerjaan telah dituangkan dalam surat resmi yang dekelurakan pihak peruhaan dan surat tersebut juga ditembuskan ke Disnaker kota Bitung.
“Memang betul surat tersebut ada, namun itu telah kami klarifikasi ke FSBSI jika ada kekeliruan. Ditambah lagi orang yang membuat surat tersebut sudah dimutasikan ke Kalimantan jadi kami anggap itu hanya kekeliruan saja,” kata perwakilan PT GU, Jantje Sigar.
Sedangkan permasalahan yang terjadi di PT MM adalah masalah interfensi tenaga asing terhadap masalah ketenagakerjaan. Padahal menurut ketua FSBSI, Rusdiyanto Makahinda, sesuai aturan UU ketenagakerjaan, tenaga kerja asing tidak bisa mencampuri masalah ketenagakerjaan walupun memiliki jabatan di suatu perusahaan.
“Kalaupun harus mengambil keputusan soal tenaga kerja maka yang putuskan adalah tenaga penamping yang merupakan tenaga kerja lokal. Bukan tenaga asing yang mengambil keputusan untuk memPHK pekerja,” kata Makahinda.
Diakhir pertemuan, komisi A merekomedasikan pihak Disnaker kota Bitung untuk segera membuat surat kepada walikota Bitung melakukan penutupan operasi PT CIS dan menyerahkan kasus tindak pelanggaran yang dilakukan perusahaan ke pihak kepolisian. Serta meminta PT GU untuk mencabut surat yang menetapkan tidak akan tunduk pada aturan pemerintah dan PT MM diminta untuk membatasi intervensi tenaga asing terhadap masalah tenaga kerja.(en)
BITUNG—Keberpihakan komisi A DPRD kota Bitung terhadap permasalahan tenaga kerja atau buruh yang ada di kota pelabuhan ini patut diacungi jempol. Buktinya, Selasa (26/7) siang, komisi A menghadirkan 3 perusahaan yang selama ini dianggap menyepelekan masalah ketenagakerjaan lewat rapat dengar pendapat yang digelar diruangan paripurna.
Ketiga perusahaan ini sendiri adalah PT Conbloc Indonesia Surya (CIS), PT Gasmindo Utama (GU) dan PT Mapalus Makawanua (MM) yang dianggap bermasalah dan harus hadir untuk dimintai klarifikasi soal masalah ketenagakerjaan.
Yang menarik dalam hearing ini, komisi A yang terdiri dari Laode Sumaila, Victor Tatanude, Sultan Djafar, Vony Sigar dan Sumisan Sundana dengan terang-terangan menyerang ketika peruhaan tersebut. Bahkan tak segan-segan Sumaila dan rekan-reaknnya merekomendasikan untuk menutup PT CIS karena dianggap memiliki masalah yang sangat kompleks tentang ketenagakerjaan dan melecehkan setiap aturan tenaga kerja.
“Disnaker saja yang meminta data perusahaan tidak diberikan hingga kini dengan alasan data berada di kantor pusat, padahal perusahaan tersebut sudah sekian tahun beroperasi di kota Bitung,” kata Sumaila.
Belum lagi masalah ketenagakerjaan seperti kebebasan berserikat bagi buruh dibatasi oleh pihak perusahaan, masalah penerapan UMP serta jaminan kesehatan tidak diberikan kepada buruh. Padahal menurut Sumaila, masalah tersebut jelas-jelas sudah diatur dalam UU ketenagakerjaan dan harus dipatuhi oleh pihak perusahaan.
“Kami mendapat data, dalam pemberian upah di PT CIS pernah mengupah buruh Rp2500 per hari, kemudian dinaikkan Rp25ribu perhari. Kani ini sangat tidak manusiawi dan jelas-jelas melanggar aturan,” ujar Sumaila.
Kritikan lebih tajam lagi datang dari Tatanude. Dimana Tatanude dengan lantang meminta Sumaila sebagai ketua komisi A mengeluarkan surat rekomendasi untuk menutup operasi PT CIS. Karena menurut Tatanude, sistim yang diterapkan perusahaan tersebut sangat tidak sesuai dengan aturan dan jelas-jelas hanya memeras keringat buruh selama beroperasi.
“Perusahaan siluman seperti PT CIS harus ditutup karena jelas-jelas tidak memiliki identitas yang jelas dan tidak terdata di Disnaker. Dan kami meminta agar Disnaker bertindak tegas untuk melaporkan PT CIS ke polisi karena tidak mematuhi UU,” tegas Tatanude.
Tak hanya itu malah Tatanude mengecam pernyataan pihak PT CIS yang mengaku tidak gentar jika harus dipolisikan oleh buruh lewat FSBSI. Karena menurut pengakuan PT CIS, pihak perusahaan memiliki power kuat dan bisa saja setiap saat mengusulkan untuk melakukan perggantian Kapolres Bitung jika perlu.
“Jadi kami semakin penasaran dengan PT CIS, karena begitu memiliki power kuat sampai berani membuang kata untuk sanggup mengganti kapolres Bitung. Apa perusahaan ini masih milik Cendana atau presiden SBY,” ujar Tatanude.
Sementara itu, tak kalah menariknya adalah permasalahan yang terjadi di PT GU. Dimana pihak perusahaan mengeluarkan surat penyataan resmi jika perusahaan tersebut tidak akan tunduk pada aturan pemerintah. Termasuk aturan Dinaker, apalagi aturan masalah ketenagakerjaan telah dituangkan dalam surat resmi yang dekelurakan pihak peruhaan dan surat tersebut juga ditembuskan ke Disnaker kota Bitung.
“Memang betul surat tersebut ada, namun itu telah kami klarifikasi ke FSBSI jika ada kekeliruan. Ditambah lagi orang yang membuat surat tersebut sudah dimutasikan ke Kalimantan jadi kami anggap itu hanya kekeliruan saja,” kata perwakilan PT GU, Jantje Sigar.
Sedangkan permasalahan yang terjadi di PT MM adalah masalah interfensi tenaga asing terhadap masalah ketenagakerjaan. Padahal menurut ketua FSBSI, Rusdiyanto Makahinda, sesuai aturan UU ketenagakerjaan, tenaga kerja asing tidak bisa mencampuri masalah ketenagakerjaan walupun memiliki jabatan di suatu perusahaan.
“Kalaupun harus mengambil keputusan soal tenaga kerja maka yang putuskan adalah tenaga penamping yang merupakan tenaga kerja lokal. Bukan tenaga asing yang mengambil keputusan untuk memPHK pekerja,” kata Makahinda.
Diakhir pertemuan, komisi A merekomedasikan pihak Disnaker kota Bitung untuk segera membuat surat kepada walikota Bitung melakukan penutupan operasi PT CIS dan menyerahkan kasus tindak pelanggaran yang dilakukan perusahaan ke pihak kepolisian. Serta meminta PT GU untuk mencabut surat yang menetapkan tidak akan tunduk pada aturan pemerintah dan PT MM diminta untuk membatasi intervensi tenaga asing terhadap masalah tenaga kerja.(en)