Manado – Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Sulawesi Utara menyampaikan keluhan terkait program kegiatan KIP yang terbatasi oleh program dari sekretariatan Dinas Kominfo dan Perhubungan. Hal tersebut dikatakan Komisioner KIP Drs Phillep Regar MS pada hearing Komisi 1 DPRD Sulut bersama komisioner KIP, komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dan pimpinan TVRI, Jumat (14/10/2016).
“KIP ini seperti tidak mandiri, tidak bisa membuat RKA. Ketika diakomodir ke Dinas hanya masuk di program keterbukaan informasi publik. Mestinya kegiatan KIP perlu dimasukkan sebagai program sendiri dan permintaan anggaran dapat terealisasi,” ujar Phillep Regar.
Pada rapat yang dipimpin Ketua Komisi 1 Ferdinand Mewengkang, Phillep Regar mencontohkan ketidakhadiran Komisioner KIP Sulut pada suatu kegiatan nasional akibat ketiadaan anggaran. “Contoh, barusan ada kegiatan rapat kerja nasional kami satu-satunya tidak hadir karena terpangkas di anggaran perjalanan dinas, nanti juga ada kegiatan skala nasional mungkin kami juga tidak bisa hadir. Kedepan kalau boleh KIP masuk di sekretariat DPRD,” tukas Phillep Regar.
Anggota Komisi 1 DPRD Sulut, Julius Jems Tuuk menilai pelaksanaan kegiatan lembaga Komisi Informasi Publik (KIP) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang terhambat akibat kesalahpahaman dengan sekretariat dari SKPD bersangkutan. “KIP dan KPID seperti hanya mengikuti program sekretariat. Mestinya sekretariat harus mengikuti program komisioner bukan komisioner menyesuaikan program sekretariat. Program komisioner komisi tak bisa jalan kalau hanya menyesuaikan dengan program sekretariat,” tegas Jems Tuuk.
Jems Tuuk mengakui DPRD telah memilih komisioner terbaik untuk KIP dan KPID. “Soal KIP dan KPID, dua lembaga ini lahir dari lembaga DPRD. Kegagalan KIP dan KPID juga kegagalan kami. Kami tidak salah pilih karena kami sudah memilih orang-orang terbaik, kami yakin kalian bisa menjalankan tugas dengan baik,” terang Jems Tuuk.
Soal KPID, Jems Tuuk tercengang mendengar penjelasan Ketua KPID Olga Pelleng soal pengoperasian TV Kabel Orange TV di Sulawesi Utara tanpa izin. “Saya usulkan kepada pimpinan komisi kedepan kita memanggil ulang pimpinan Orange TV. Tiga kali diundang tidak hadir pimpinan Orange TV bisa dipanggil untuk dihadirkan secara paksa,” tegas Jems Tuuk.
Terkait lomba film pendek, Jems Tuuk menyarankan KPID melibatkan sponsor dari pihak swasta. “Kalau boleh KPID mencari sponsor dan alangkah baiknya lomba film pendek ini menjadi agenda tahunan sebagai sarana edukasi bagi generasi muda,” tambah Jems Tuuk.
Sementara itu anggota Komisi 1 Denny Harry Sumolang menyarankan kepada komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) dapat menggelar sidang sengketa di tempat terbuka seperti mall. “Karena tadi saya mendengar ada kendala anggaran, sekali-kali sidang sengketa aduan masyarakat digelar di mall, media meliput dan disaksikan banyak orang. Saya pikir tidak kesulitan jika kita minta bantuan pemilik mall untuk sekedar melakukan sidang,” tutur Denny Sumolang.
Lanjut Denny Sumolang, Komisi 1 mendukung sikap tegas KPID untuk menertibkan lembaga penyiaran tanpa izin.“Saya mau KPID jangan kalah independen dengan penyiaran swasta yang berbasis satelit. Sebagai lembaga politik kami mendukung, KPID harus berani dan tegas mengambil sikap termasuk sikap tegas bagi lembaga penyiaran tak berizin, karena KPID bertanggung-jawab pada semua konten penyiaran di daerah,” tukas Denny Sumolang.
Anggota Komisi 1 lainnya Netty Agnes Pantow menilai keberadaan TVRI saat ini kurang mendapat perhatian masyarakat termasuk pemerintah dan DPRD. “Contoh, anggota DPRD dan SKPD banyak yang kurang mempedulikan siaran TVRI. Padahal, TVRI banyak memberi edukasi dan nilai-nilai positif,” jelas Netty Pantow.
Meski begitu lanjut Netty Pantow, DPRD Sulut melalui Komisi 1 terus mendukung upaya peningkatan kualitas siaran TVRI agar lebih kompetitif dan semakin diterima masyarakat. “Soal penganggaran TVRI dari pusat, sebagai lembaga politik kami bisa melakukan pressure politik kepada pemerintah pusat. Kami juga meminta semua tv kabel menyiarkan TVRI,” terang Netty Pantow.
Ketua Komisi 1 Ferdinand Mewengkang mengajak kepada komisioner KIP, KPID dan pimpinan TVRI tidak segan menjalin komunikasi intensif dengan anggota Komisi 1. “Komunikasi tak harus bertemu langsung bisa saja melalui komunikasi handphone, yang pasti kami mendukung semua program yang baik dari KIP dan KPID yang komisionernya lahir dari Komisi 1. Juga untuk pimpinan TVRI dapat bekerja lebih baik menjadikan siaran-siaran TVRI bisa kompetitif ditengah persaingan televisi,” jelas Ferdinand Mewengkang.
Ketua KPID Sulut, Olga Pelleng SH.MH, mengucapkan terima-kasih kepada Komisi 1 atas dukungan politiknya sehingga KPID lebih berani melangkah dan bertindak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. “Kami menjadi berani karena kami mendapat dukungan dari Komisi 1. Bahkan kami juga sudah meminta semua tv kabel menyiarkan TVRI meskipun di lapangan ditemui banyak kendala,” tandas Olga Pelleng. (jerrypalohoon)
Manado – Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Sulawesi Utara menyampaikan keluhan terkait program kegiatan KIP yang terbatasi oleh program dari sekretariatan Dinas Kominfo dan Perhubungan. Hal tersebut dikatakan Komisioner KIP Drs Phillep Regar MS pada hearing Komisi 1 DPRD Sulut bersama komisioner KIP, komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) dan pimpinan TVRI, Jumat (14/10/2016).
“KIP ini seperti tidak mandiri, tidak bisa membuat RKA. Ketika diakomodir ke Dinas hanya masuk di program keterbukaan informasi publik. Mestinya kegiatan KIP perlu dimasukkan sebagai program sendiri dan permintaan anggaran dapat terealisasi,” ujar Phillep Regar.
Pada rapat yang dipimpin Ketua Komisi 1 Ferdinand Mewengkang, Phillep Regar mencontohkan ketidakhadiran Komisioner KIP Sulut pada suatu kegiatan nasional akibat ketiadaan anggaran. “Contoh, barusan ada kegiatan rapat kerja nasional kami satu-satunya tidak hadir karena terpangkas di anggaran perjalanan dinas, nanti juga ada kegiatan skala nasional mungkin kami juga tidak bisa hadir. Kedepan kalau boleh KIP masuk di sekretariat DPRD,” tukas Phillep Regar.
Anggota Komisi 1 DPRD Sulut, Julius Jems Tuuk menilai pelaksanaan kegiatan lembaga Komisi Informasi Publik (KIP) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang terhambat akibat kesalahpahaman dengan sekretariat dari SKPD bersangkutan. “KIP dan KPID seperti hanya mengikuti program sekretariat. Mestinya sekretariat harus mengikuti program komisioner bukan komisioner menyesuaikan program sekretariat. Program komisioner komisi tak bisa jalan kalau hanya menyesuaikan dengan program sekretariat,” tegas Jems Tuuk.
Jems Tuuk mengakui DPRD telah memilih komisioner terbaik untuk KIP dan KPID. “Soal KIP dan KPID, dua lembaga ini lahir dari lembaga DPRD. Kegagalan KIP dan KPID juga kegagalan kami. Kami tidak salah pilih karena kami sudah memilih orang-orang terbaik, kami yakin kalian bisa menjalankan tugas dengan baik,” terang Jems Tuuk.
Soal KPID, Jems Tuuk tercengang mendengar penjelasan Ketua KPID Olga Pelleng soal pengoperasian TV Kabel Orange TV di Sulawesi Utara tanpa izin. “Saya usulkan kepada pimpinan komisi kedepan kita memanggil ulang pimpinan Orange TV. Tiga kali diundang tidak hadir pimpinan Orange TV bisa dipanggil untuk dihadirkan secara paksa,” tegas Jems Tuuk.
Terkait lomba film pendek, Jems Tuuk menyarankan KPID melibatkan sponsor dari pihak swasta. “Kalau boleh KPID mencari sponsor dan alangkah baiknya lomba film pendek ini menjadi agenda tahunan sebagai sarana edukasi bagi generasi muda,” tambah Jems Tuuk.
Sementara itu anggota Komisi 1 Denny Harry Sumolang menyarankan kepada komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) dapat menggelar sidang sengketa di tempat terbuka seperti mall. “Karena tadi saya mendengar ada kendala anggaran, sekali-kali sidang sengketa aduan masyarakat digelar di mall, media meliput dan disaksikan banyak orang. Saya pikir tidak kesulitan jika kita minta bantuan pemilik mall untuk sekedar melakukan sidang,” tutur Denny Sumolang.
Lanjut Denny Sumolang, Komisi 1 mendukung sikap tegas KPID untuk menertibkan lembaga penyiaran tanpa izin.“Saya mau KPID jangan kalah independen dengan penyiaran swasta yang berbasis satelit. Sebagai lembaga politik kami mendukung, KPID harus berani dan tegas mengambil sikap termasuk sikap tegas bagi lembaga penyiaran tak berizin, karena KPID bertanggung-jawab pada semua konten penyiaran di daerah,” tukas Denny Sumolang.
Anggota Komisi 1 lainnya Netty Agnes Pantow menilai keberadaan TVRI saat ini kurang mendapat perhatian masyarakat termasuk pemerintah dan DPRD. “Contoh, anggota DPRD dan SKPD banyak yang kurang mempedulikan siaran TVRI. Padahal, TVRI banyak memberi edukasi dan nilai-nilai positif,” jelas Netty Pantow.
Meski begitu lanjut Netty Pantow, DPRD Sulut melalui Komisi 1 terus mendukung upaya peningkatan kualitas siaran TVRI agar lebih kompetitif dan semakin diterima masyarakat. “Soal penganggaran TVRI dari pusat, sebagai lembaga politik kami bisa melakukan pressure politik kepada pemerintah pusat. Kami juga meminta semua tv kabel menyiarkan TVRI,” terang Netty Pantow.
Ketua Komisi 1 Ferdinand Mewengkang mengajak kepada komisioner KIP, KPID dan pimpinan TVRI tidak segan menjalin komunikasi intensif dengan anggota Komisi 1. “Komunikasi tak harus bertemu langsung bisa saja melalui komunikasi handphone, yang pasti kami mendukung semua program yang baik dari KIP dan KPID yang komisionernya lahir dari Komisi 1. Juga untuk pimpinan TVRI dapat bekerja lebih baik menjadikan siaran-siaran TVRI bisa kompetitif ditengah persaingan televisi,” jelas Ferdinand Mewengkang.
Ketua KPID Sulut, Olga Pelleng SH.MH, mengucapkan terima-kasih kepada Komisi 1 atas dukungan politiknya sehingga KPID lebih berani melangkah dan bertindak sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. “Kami menjadi berani karena kami mendapat dukungan dari Komisi 1. Bahkan kami juga sudah meminta semua tv kabel menyiarkan TVRI meskipun di lapangan ditemui banyak kendala,” tandas Olga Pelleng. (jerrypalohoon)