Bitung – Baru beberapa bulan menjabat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kota Bitung, Jacky Ticoalu dinilai arogan dan otoriter.
Pasalnya, politisi muda berlatar belakang pengusaha itu semenjak menjabat sebagai ketua dianggap beberapakali mengeluarkan kebijakan yang dianggap terlalu arogan serta otoriter.
Buktinya, tanpa alasan jelas Jacky mengganti Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPRD yang belum setahun dijabat Habriyanto Achmad dengan Franky Julianto.
“Kami sebagai kader bingung dan kaget dengan pergantian Achmad, alasan serta dasarnya apa? Mengapa ini tiba-tiba?,” kata salah seorang simpatisan Partai Demokrat, Oktavianus Papulele, Senin (06/11/2017).
Oktavianus mengatakan, setiap keputusan yang diambil seorang ketua harus punya landasan yang kuat. Perlu kajian matang, apalagi itu jabatan di DPRD sehingga tidak boleh sembarang mengganti karena imbasnya bisa berakibat fatal.
“Kalau memang yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap partai, itu sah-sah saja. Tapi ini tiba-tiba saja sudah diganti dan sampai hari ini kami tak tahu alasanny apa,” katanya.
Ia menuntut Jacky sebagai ketua harus menjelaskan alasan keputusan itu agar tidak bias hingga menggerogoti kekompakan kader.
“Kalau tidak punya alasan kuat akan timbul anggapan miring. Ketua bisa dianggap otoriter dan arogan. Nah kalau sudah begitu maka partai akan terimbas. Bisa-bisa kader potensial akan lari meninggalkan partai. Sebab untuk apa bertahan kalau pemimpinnya ‘bertangan besi,” jelasnya.
Jacky sendiri menjelaskan alasan pergantian Achmad dengan menyatakan, Partai Demokrat selalu menjunjung tinggi nilai kesetaraan untuk setiap kader.
“Kami memutuskan setiap kader mendapatkan kesempatan yang sama, termasuk rekan-rekan yang duduk di DPRD Kota Bitung. Nah, inilah yang jadi alasan mengapa jabatan Ketua Fraksi mengalami pergantian,” katanya.
Ia menampik jika keputusan itu dipicu faktor like and dislike. Menurutnya, pergantian Achmad murni untuk kepentingan partai dan kader.
“Jadi kalau dibilang arogan atau otoriter itu keliru. Apalagi keputusan untuk pemerataan ini disepakati oleh pengurus. Saya tidak memutuskan itu sendiri,” katanya.
(abinenobm)
Bitung – Baru beberapa bulan menjabat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kota Bitung, Jacky Ticoalu dinilai arogan dan otoriter.
Pasalnya, politisi muda berlatar belakang pengusaha itu semenjak menjabat sebagai ketua dianggap beberapakali mengeluarkan kebijakan yang dianggap terlalu arogan serta otoriter.
Buktinya, tanpa alasan jelas Jacky mengganti Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPRD yang belum setahun dijabat Habriyanto Achmad dengan Franky Julianto.
“Kami sebagai kader bingung dan kaget dengan pergantian Achmad, alasan serta dasarnya apa? Mengapa ini tiba-tiba?,” kata salah seorang simpatisan Partai Demokrat, Oktavianus Papulele, Senin (06/11/2017).
Oktavianus mengatakan, setiap keputusan yang diambil seorang ketua harus punya landasan yang kuat. Perlu kajian matang, apalagi itu jabatan di DPRD sehingga tidak boleh sembarang mengganti karena imbasnya bisa berakibat fatal.
“Kalau memang yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap partai, itu sah-sah saja. Tapi ini tiba-tiba saja sudah diganti dan sampai hari ini kami tak tahu alasanny apa,” katanya.
Ia menuntut Jacky sebagai ketua harus menjelaskan alasan keputusan itu agar tidak bias hingga menggerogoti kekompakan kader.
“Kalau tidak punya alasan kuat akan timbul anggapan miring. Ketua bisa dianggap otoriter dan arogan. Nah kalau sudah begitu maka partai akan terimbas. Bisa-bisa kader potensial akan lari meninggalkan partai. Sebab untuk apa bertahan kalau pemimpinnya ‘bertangan besi,” jelasnya.
Jacky sendiri menjelaskan alasan pergantian Achmad dengan menyatakan, Partai Demokrat selalu menjunjung tinggi nilai kesetaraan untuk setiap kader.
“Kami memutuskan setiap kader mendapatkan kesempatan yang sama, termasuk rekan-rekan yang duduk di DPRD Kota Bitung. Nah, inilah yang jadi alasan mengapa jabatan Ketua Fraksi mengalami pergantian,” katanya.
Ia menampik jika keputusan itu dipicu faktor like and dislike. Menurutnya, pergantian Achmad murni untuk kepentingan partai dan kader.
“Jadi kalau dibilang arogan atau otoriter itu keliru. Apalagi keputusan untuk pemerataan ini disepakati oleh pengurus. Saya tidak memutuskan itu sendiri,” katanya.
(abinenobm)