Langowan, BeirtaManado.com — Bulan Juli 1987 silam, ada sebuah momen unik yang dilakukan sejumlah tokoh umat Katolik Paroki St. Petrus Langowan di depan pintu gereja.
Berdasarkan dokumen foto Komsos Paroki St. Petrus Langowan, tampak dua tokoh umat yang saat ini berdomisili di Wilayah Rohani St. Matius Rasul yaitu Jotje Tulangow dan Jotje Manopo.
Informasi yang dihimpun BeritaManado.com, Minggu (12/9/2021) bahwa Jotje Tulangow pernah memegang jabatan pelayanan sebagai Guru Jemaat/Guru Jumat selama kurang lebih 35 tahun, dimana saat itu Wilayah Rohani St. Matius Rasul dan Hati Kudus Yesus masih satu dengan Wilayah Rohani St. Fransiskus Xaverius.
Sementara tokoh umat lainnya Jotje Manopo pernah dipercayakan sebagai Ketua Wilayah Rohani dua periode (2012-2015 dan 2015-2018) sejak Wilayah Rohani St. Matius Rasul dimekarkan pada 21 September 2012 silam.
Dalam dokumen foto tersebut, kedua tokoh umat tersebut bersama sejumlah umat lainnya tampak masih memiliki fisik yang kuat dan produktif.
Namun saat ini, keduanya hanya bisa mengenang saat-saat dimana kekompakan bapak-bapak Paroki St. Petrus Langowan dalam memberi diri dalam pelayanan gerejawi bagi sesama umat maupun masyarakat.
Dikisahkan Jotje Tulangow, bahwa jauh sebelum dirinya dipercayakan sebagai Guru Jemaat, beberapa hal yang sempat diingatnya yaitu mengenai lokasi gereja Katolik pertama yang dibangun di kompleks pertokoan Desa Amongena Dua Kecamatan Langowan Timur saat ini.
Namun akibat dari penjajahan Jepang, gereja yang dibangun ada akhir tahun 1800-an tersebut hancur di bom tantara Jepang.
Sebagai gantinya, gereja baru dibangun di lokasi saat ini Desa Koyawas Kecamatan Langowan Barat berdampingan dengan Rumah Sakit Budi Setia, Panti Asuhan Melania dan Biara Suster SJMJ.
“Yang saya ingat kalau tidak salah gereja saat ini selesai dibangun pada masa pelayanan Pastor Craanen MSC sekitar tahun 1954, dimana struktur bangunannya sebagian besar terdiri dari kerangka kayu dan bambu sebagai penopang. Namun seiring perkembangan, model bangunan lama saat ini tersisa pada bagian altar. Akan tetapi seluruh tiang penyangga bagian dalam gereja masih ditopang oleh balok kayu,” ujarnya.
Sementara, tokoh umat lainnya Jotje Manopo menuturkan suka duka saat bersama-sama umat lainnya menjalani kehidupan sebagai umat Katolik pada umumnya.
“Yang tidak akan terlupakan bagi saya yaitu ketika kami hendak melakukan devosi Rosario pada bulan Mei dan Oktober setiap tahun di saat wilayah pelayanan pastoral masih mencakup hingga ke Kecamatan Kakas dan Kakas Barat saat ini. Jika malam hari, maka kami harus berjalan melintasi jalan dan sawah,” tuturnya.
Baik Jotje Tulangow dan Jotje Manopo, sama-sama mengakui bahwa lika-liku perjalanan umat Katolik Langowan dahulu dan saat ini layak untuk didokumentasikan dalam catatan kronik di tingkat wilayah rohani, stasi maupun paroki.
“Kami berharap suatu saat, umat Paroki St. Petrus Langowan memiliki pegangan sebuah buku yang menyoompan memori awal mula perkembangan iman Katolik di Langowan sebagai referensi sejarah yang tidak akan dilupakan secara turun-temurun,” harap keduanya.
(Frangki Wullur)