Bitung, BeritaManado.com – Juru Bicara (Jubir) Pemkot Bitung, Albert Sergius menyatakan kabar tidak benar atau hoax kembali dihembuskan jelang upaya Pemprov Sulut melakukan penertiban di lahan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kota Bitung.
Menurut Albert, ada sekitar delapan hoax terkait lahan KEK yang mengakibatkan sejumlah warga tetap bertahan di lokasi milik Pemprov Sulut itu.
“Yang menjadi korban disini adalah masyarakat yang termakan dengan hoax itu, padahal apa upaya-upaya sosialisasi telah disampaikan bahwa lahan seluas 92.7 hektar benar-benar milik Pemprov Sulut serta ada bukti kepemilikan,” kata Albert, Selasa (13/07/2021).
Albert sendiri menyatakan, oknum-oknum yang menghembuskan hoax itu, identitasnya sudah dikantongi pihak Polda Sulut dan tidak menutup kemungkinan bakal diproses sesuai hukum yang berlaku.
“Termasuk juga ada beberapa oknum yang aktif menggunakan akun palsu di media sosial memprovokasi warga seakan-akan lahan seluas 92.7 hektar tidak bertuan, itu identitasnya sudah dikantongi aparat,” katanya.
Berikut delapan hoax dan faktar terkait lahan KEK Kota Bitung;
1. Hoax: Lahan KEK belum ada sertifikatnya, ini adalah tanah milik adat.
Fakta: Sudah terbit Sertifikat Nomor 002/Tanjung Merah tahun 2018 atas nama Pemerintah provinsi Sulawesi Utara sebagai tanah negara bukan tanah pasini atau tanah milik adat.
2. Hoax: Setelah kami mengecek di pusat bahwa Sertifikat tanah di KEK itu palsu.
Fakta: Sertifikat dicek di BPN Kota Bitung dan itu asli, copyannya ada, serta aslinya juga ada di Bidang Asset Pemprov Sulut.
3. Hoax: Masyarakat akan dapat ganti rugi sebesar Rp18 miliar karena ada anggaran KEK sebesar Rp200 triliun
Fakta: Gugatan terkait ganti rugi ini pernah dilakukan tahun 2016 sebesar Rp18 Miliar tetapi ditolak oleh Mahkamah Agung dengan Putusan 49P/HUM/2016, terkait anggaran sebesar Rp200 triliun itu hampir sepersepuluh APBN, tidak mungkin dialokasikan untuk KEK Kota Bitung oleh pemerintah pusat bandingkan dengan anggaran dua kementerian terbesar saja yaitu Kementerian PUPR untuk membantu Infrastruktur tahun 2021 sebesar rp149,81 triliun dan Kementerian Pertahanan tahun 2021 sebesar Rp136,99 triliun.
4. Hoax: Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2014 tentang Penetapan Kawasan Ekonomi Khusus Bitung sementara digugat agar digugurkan keabsahannya.
Fakta: Gugatan untuk menggugurkan ini pernah dilakukan namun gugatan penggugat ditolak Mahkamah Agung pada tahun 2015 dengan Putusan Nomor 37 P/HUM/2015, sehingga menegaskan dan menguatkan pelaksanaan aturan ini.
5. Hoax: Ada Rekomendasi DPRD Kota Bitung tahun 2012 menyatakan lahan KEK Tanjung Merah dibagi kepada masyarakat.
Fakta: benar ada rekomendasi DPRD Kota Bitung tahun 2012 tetapi isinya agar Pemkot Bitung menelusuri keabsahan tanah dilokasi itu, dan saat ini sudah tegas dengan adanya sertifikat ditanah tersebut milik Pemprov Sulut.
6. Hoax: Tanah di lahan KEK akan dibagi-bagi kepada masyarakat sama dengan lahan Erpach di kompleks SMP Negeri 12 Bitung.
Fakta: Peruntukan lahan di KEK sesuai perda RTRW adalah industri sedangkan di lahan Erpach SMP Negeri 12 Bitung adalah permukiman, bukan itu saja di lahan KEK sudah ada sertifikat yang sah sedangkan di lahan Erpach kompleks SMP Negeri 12 Bitung ada putusan pengadilan yang menggugurkan sertifikat sebelumnya atas nama perseorangan.
7. Hoax: KEK Bitung tidak jadi dilaksanakan karena sudah dibatalkan.
Fakta: KEK Bitung tetap jadi, bahkan dengan kunjungan Menteri Investasi menegaskan tentang keberadaan KEK Bitung sementara dinantikan para investor, bahkan bila beroperasi maksimal menurut hitungan ekonomi dapat menyerap tenaga kerja 30 ribu sampai 50 ribu orang dan bisa lebih lagi karena potensi letak strategis geografisnya di bibir Asia Pasifik yang merupakan area perdagangan internasional terbesar di dunia.
8. Hoax: Gugatan class action sementara berproses dan berpotensi menang karena penggugatnya banyak orang.
Fakta: Benar memang ada Gugatan Class Action yang melibatkan kurang lebih 657 penggugat namun hasilnya sudah ditolak Pengadilan Negeri Bitung dengan Putusan Nomor 66/PDT G/2018/PN Bit, artinya upaya-upaya hukum sudah dilakukan maksimal tetapi semuanya telah ditolak oleh pengadilan bahkan sampai Mahkamah Agung sebagai pengambil keputusan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Sehingga dari beberapa fakta tersebut tidak ada alasan lagi untuk bermukim di lokasi lahan KEK.
(abinenobm)