Manado — Desas desus yang beredar belakangan terkait adanya pelanggaran aturan yang dilakukan oleh Jle’s Resort and Dive Center khususnya dalam hal ketiadaan ijin akhirnya membuat pihak Jle’s angkat suara.
Dalam konfrensi pers yang digelar di kawasan Megamas, James Turambi yang didampingi Sonny Untu MSi dan Dr P Merry MSi mewakili tim penyusun ijin mengatakan, pihaknya sudah berusaha melakukan hak jawab tapi belum diterima.
Meski demikian, James menekankan, pihak Jle’s termasuk dengan pihaknya siap berkomunikasi dengan siapa saja.
“Minaesa dikenal dengan Talawaan Bajo, tapi secara administratif masuk Minahasa Utara. Lokasi JLe’s resort disitu. Jumpa pers dibuat di Manado karena kami pun masih punya urusan dengan Pemerintah Provinsi Sulut jadi masih representatif kalau dilaksanakan di sini, ” ujar James.
Sementara itu, terkait ijin yang ramai dibicarakan, James menegaskan pihaknya belum memiliki Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) karena memang belum seharusnya memiliki itu berdasarkan ijin yang diurus dan dikeluarkan di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Minahasa Utara.
“Jadi ada tiga ijin, yaitu Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dan Analisi dampak lingkungan (Amdal). Di Minut karena soal usaha di darat kami hanya perlu SPPL dan kami sudah punya itu,” tegas James.
Lanjutnya, ijin itu kemudian harus dilanjutkan pengurusannya ke tingkat provinsi berdasarkan UU no 3 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, dimana 0-12 mil bagian laut menjadi wewenang provinsi, dimana pembangunan lokasi akhirnya bertambah kearah laut.
“Jadi pekerjaan sekarang sementara dihentikan sejak tahun 2018. Kalau ada pekerjaan didalam, bukan tentang lokasi resort dan dive tapi ada perbaikan bangunan di dalam, yaitu berupa renovasi, contohnya pergantian ubin dan semacamnya,” kata James.
James melanjutkan, soal laporan terkait pemotongan mangrove, pihaknya justru mempertanyakan data yang digunakan karena dari tahun 2015, kawasan tersebut tidak memiliki mangrove, sampai pada tahun-tahun selanjutnya, pihak JLe’s justru melakukan penanaman mangrove.
Kawasan ini juga memiliki tambatan perahu dan akan ditambah pembangunannya karena yang semula hanya untuk dipakai sendiri, berkembang menjadi penggunaan untuk masyarakat, terutama saat gelombang sedang tinggi sehingga perahu masyarakat bisa ditambatkan di tempat tersebut.
Dengan berbagai perkembangan yang ada, maka pihak JLe’s Resort and Dive Center hingga saat ini belum melanjutkan pengerjaan pembangunan karena masih menunggu proses pengurusan ijin yang sedang bergulir di Pemerintah Provinsi Sulut, khususnya Dinas Lingkungan Hidup.
“Sejauh ini perusahaan tidak melakukan hal tersebut, hal yang disangkakan kepada kami, bisa lihat buktinya disini lengkap dan transparan. Saat ini yang sedang diurus, permohonan penyesuaian tata ruang. Nanti kalau dinyatakan sesuai tata ruang, dilanjutkan kajian lingkungan hidup,” ucap James.
(Sri surya)