Manado, BeritaManado.com — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia telah membacakan dua putusan etis, Senin (3/4/2023).
Putusan itu terkait gugatan manipulasi verifikasi faktual parpol dan dugaan pelecehan seksual oleh Ketua KPU RI terhadap wanita emas, Ketua Umum Partai Republik.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow pun memberikan tanggapannya.
Menurut Jeirry, dari dua putusan itu, terlihat jelas bahwa ada keanehan dan logika etis DKPP tak lurus.
Putusan itu, kata Jeirry, juga tak konsisten dengan banyak putusan dalam kasus serupa di masa lalu.
“DKPP agaknya tidak kompeten lagi untuk kita percaya sebagai lembaga penegak kehormatan penyelenggara pemilu. Dalam putusan ini terlihat DKPP RI malah menjadi pembela pelaku kejahatan etis di dalam tubuh penyelenggara pemilu,” tegasnya.
Dikatakan, jika melihat fakta-fakta yang tersaji dan dibacakan oleh DKPP dalam putusannya, kejahatan etis dalam dua kasus itu muncul sangat kuat.
“Jadi antara data-data yang tersaji dan sanksi yang diberikan tak konsisten logikanya. Malah dalam kasus verifikasi faktual parpol, putusan berat sampai pada pemberhentian menimpa jajaran sekretariat, mereka yang justru hanya menjalankan perintah para komisioner,” jelas Jeirry.
Karena itu, dengan putusan seperti ini, ia menuding DKPP sudah menggadaikan wibawa dan kehormatannya sampai titik terendah.
Menurutnya, putusan ini akan memberikan dampak serius kepada proses yang sedang berjalan.
Ia menambahkan, setidaknya ada beberapa dampak yang akan muncul, seperti membuat publik kehilangan kepercayaan kepada penyelenggara pemilu.
Berikut publik juga tak akan percaya bahwa Pemilu 2024 akan berlangsung secara jujur dan adil.
Pudarnya kepercayaan publik terhadap DKPP sebagai lembaga penegak kehormatan penyelenggara pemilu.
“Publik akan sanksi terhadap putusan DKPP dan kedepan publik tak bisa berharap lagi bahwa putusan DKPP akan memperbaiki kinerja penyelenggaraan pemilu,” tandasnya.
(***/Alfrits Semen)