Manado – Putusan MK yang memperbolehkan keluarga petahana kepala daerah maju Pilkada menarik perhatian publik. Ada yang tidak mempermasalahkan tapi ada juga yang merasa hal tersebut kurang tepat.
Lalu apa kata pengamat politik dan pemerintahan mengenai hal ini? Kepada BeritaManado.com, Jumat (10/7/2015), Dr Ferry Liando mengutarakan pendapatnya.
Menurut Liando, sejak awal pembatasan keluarga petahana mencalonkan diri sebagaimana diatur dalam UU No 8 telah menimbulkan masalah sebab pasal itu mengandung pengekangan kebebasan politik warga negara.
“Namun cukup dipahami latar belakang kenapa pasal pelarangan itu muncul di UU Pilkada. Alasannya banyak keluarga pejabat yang tidak punya kapasitas, minim pengalaman pemerintahan, tidak cakap tapi sangat gampang jadi kepala daerah akibat pengaruh kekuasaan dari pejabat terdahulu. Bantuan sosial dan birokrasi kerap dimanfaatkan demi mendapatkan suara dan itu ternyata efektif”, ujar Liando.
Lanjut Liando, melarang keluarga petahana maju dalam pilkada bukanlah solusi. Akar persoalannya sesungguhnya bukan harus melarang keluarga petahana untuk jadi calon. Yang paling penting memperkuat persyaratan calon dengan menyatakan bahwa calon kepala daerah harus memiliki pengalaman kepemimpinan baik di politik maupun organisasi non politik.
“Kalau anggota parpol harus disyaratkan minimal telah menjadi anggota parpol selama 5 tahun. Namun dalam 5 tahun itu ada aktifitas politik yang harus diwajibkan untuk diikuti seperti latihan kepemimpinan politik, teknik advokasi, organisasi manajerial dan lain-lain.
Hal ini penting agar calon yang tampil bukan hanya sekedar populer. Jika tahapan pendidikan politik di partai politik telah di ikuti dengan saksama dan sistematis dan pada akhirnya telah mapan dan berkualitas maka apapun latar belakang calon tidak perlu dipersoalkan termasuk apakah keluarga pejabat atau tidak”, pungkas Liando. (srisuryapertama)
Manado – Putusan MK yang memperbolehkan keluarga petahana kepala daerah maju Pilkada menarik perhatian publik. Ada yang tidak mempermasalahkan tapi ada juga yang merasa hal tersebut kurang tepat.
Lalu apa kata pengamat politik dan pemerintahan mengenai hal ini? Kepada BeritaManado.com, Jumat (10/7/2015), Dr Ferry Liando mengutarakan pendapatnya.
Menurut Liando, sejak awal pembatasan keluarga petahana mencalonkan diri sebagaimana diatur dalam UU No 8 telah menimbulkan masalah sebab pasal itu mengandung pengekangan kebebasan politik warga negara.
“Namun cukup dipahami latar belakang kenapa pasal pelarangan itu muncul di UU Pilkada. Alasannya banyak keluarga pejabat yang tidak punya kapasitas, minim pengalaman pemerintahan, tidak cakap tapi sangat gampang jadi kepala daerah akibat pengaruh kekuasaan dari pejabat terdahulu. Bantuan sosial dan birokrasi kerap dimanfaatkan demi mendapatkan suara dan itu ternyata efektif”, ujar Liando.
Lanjut Liando, melarang keluarga petahana maju dalam pilkada bukanlah solusi. Akar persoalannya sesungguhnya bukan harus melarang keluarga petahana untuk jadi calon. Yang paling penting memperkuat persyaratan calon dengan menyatakan bahwa calon kepala daerah harus memiliki pengalaman kepemimpinan baik di politik maupun organisasi non politik.
“Kalau anggota parpol harus disyaratkan minimal telah menjadi anggota parpol selama 5 tahun. Namun dalam 5 tahun itu ada aktifitas politik yang harus diwajibkan untuk diikuti seperti latihan kepemimpinan politik, teknik advokasi, organisasi manajerial dan lain-lain.
Hal ini penting agar calon yang tampil bukan hanya sekedar populer. Jika tahapan pendidikan politik di partai politik telah di ikuti dengan saksama dan sistematis dan pada akhirnya telah mapan dan berkualitas maka apapun latar belakang calon tidak perlu dipersoalkan termasuk apakah keluarga pejabat atau tidak”, pungkas Liando. (srisuryapertama)