Manado – Banyaknya petugas penyelenggara Pemilu dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang sakit bahkan sampai meninggal dunia, menyisahkan banyak pertanyaan mengapa bisa terjadi?
Kepada BeritaManado.com, Dr. Ferry Daud Liando mengatakan, Pemilu 2019 adalah Pemilu pertama yang menggabungkan antara pemilihan Presiden dan pemilihan anggota legislatif. Sehingga sangat wajar jika ada beberapa persoalan yg dihadapi.
“Misalnya pada Pemilu 2019, terdapat 5 jenis surat suara berbeda dengan Pemilu 2014. Namun pembuat Undang-undang (UU) lupa menambahkan jumlah KPPS menyesuaikan dengan jumlah surat suara. Inilah yg menyebabkan banyak penyelenggara yang meninggal dunia saat melaksanakan tugas,” ungkap Ferry Liando kepada BeritaManado.com, Rabu (24/4/2019).
Lebih lanjut dikatakan Ferry Liando, mereka meninggal dunia kemungkinan karena faktor kelelahan dalam memenuhi dokumen akibat Pemilu dilaksanakan serentak.
Pasal 61 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu menyebutkan, KPPS wajib menyampaikan 1 rangkap salinan formulir Model C-KPU, Model C1-PPWP, Model C1-DPR, Model C1-DPD, Model C1-DPRD Provinsi, dan Model C1-DPRD Kab/Kota kepada Saksi, dan Pengawas TPS yang hadir pada hari dan tanggal pemungutan suara.
“Jika ada 16 partai politik, maka akan ada 16 saksi. Kemudian ditambah dengan saksi Pilpres dan pengawas. Semua form C1 harus ditulis tangan. Selain kelelahan mencatat, banyak KPPS frustrasi karena banyaknya tekanan terutama dari tim sukses,” kata Ferry Liando.
Kemudian dikatakan Ferry Liando, saat ini banyaknya TPS yang melakukan pemungutan suara ulang disebabkan ketidakakuratan Undang-Undang. Misalnya UU memaksa agar daftar pemilih harus akurat termasuk melayani pemilih pindahan dan pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT. Namun ketersediaan surat suara cadangan tidak bertambah.
“Undang-Undang menyebutkan bahwa surat suara harus memiliki cadangan 2 persen dari jumlah DPT. Artinya jika dalam DPT ada 300 pemilih, maka surat suata cadangan hanya 6 lembar. Undang-Undang tidak menjelaskan kalau 2 persen itu dari jumlah DPT, pemilih pindahan dan pemilih tanpa terdaftar di DPT. Dampaknya banyak pemilih yg tidak bisa memilih karena kehabisan suarat suara,” ucap Ferry Liando.
Menurut Ferry Liando, Pemilu harusnya dibagi dua tahap. Pemilu tahap pertama adalah memilih anggota DPR, DPRD dan DPD. Kemudian Pemilu tahap dua adalah memilih Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota.
“Jika Pemilu terpisah, dengan demikian tidak akan terjadi penumpukan surat suara dalam sekali penyoblosan yang menyebabkan petugas KPPS kelelahan,” pungkas Ferry Liando.
(MiltonPantouw)