Manado — Dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia yang digelar pada Rabu (11/12/2019) di FourPoint by Sheraton Manado, terungkap, kondisi ekonomi global sepanjang tahun 2019 semakin tidak ramah.
Perang dagang meluas mencirikan menurunnya pengaruh globalisasi, sementara digitalisasi meningkat pesat beserta manfaat dan risikonya.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Arbonas Hutabarat menjelaskan, setidaknya ada lima hal yang perlu dicermati bersama dalam menyikapi fenomena ini.
Pertama, pertumbuhan ekonomi dunia menurun drastis pada tahun 2019 dan kemungkinan belum pulih pada 2020.
Perang dagang terbukti memberikan dampak negatif pada perekonomian, tidak saja kepada
negara-negara yang terlibat perang dagang, tetapi juga kepada seluruh negara di dunia.
Kedua, kebijakan moneter sendiri belum tentu selalu efektif mengatasi dampak buruk perang dagang.
Penurunan suku bunga dan injeksi likuiditas di banyak negara belum tentu mampu menyelamatkan ekonomi dunia.
Bank sentral tidak bisa lagi menjadi “the only
game in town” dalam menghadapi perang dagang. Perlu ada sinergi bauran kebijakan ekonomi nasional, baik melalui stimulus fiskal maupun reformasi struktural.
Ketiga, volatilitas arus modal asing dan nilai tukar di pasar keuangan global terus berlanjut. Imbal hasil yang lebih menarik di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia perlu terus dijaga, tapi yang lebih penting kemudahan investasi dan promosi untuk menarik modal asing khususnya PMA.
Keempat, digitalisasi ekonomi dan keuangan
meningkat pesat. Teknologi digital sudah merasuk ke berbagai sektor industri, perdagangan ritel, sistem pembayaran dan jasa keuangan yang dikuasai sembilan perusahaan besar dunia yang memaksa masyarakat perlu melakukan integrasi ekonomi keuangan digital secara nasional.
Kelima, teknologi digital telah merubah perilaku manusia. Jumlah penduduk milenial yang mencapai lebih dari 50% penduduk usia produktif Indonesia yang menuntut produk dan pelayanan yang murah, cepat dan sesuai selera. Perlu perubahan model bisnis dan peningkatan skill dari Sumber Daya Manusia.
“Sinergi, transformasi dan inovasi adalah tiga kata kunci untuk memperkuat ketahanan dan pertumbuhan ekonomi menuju Indonesia maju ke depan. Sinergi kebijakan makroekonomi dan sistem keuangan antara pemerintah, Bank Indonesia, OJK dan LPS harus diperkuat untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional,” ujar Arbonas.
Lanjutnya, inflasi nasional dijaga dalam level rendah, nilai tukar rupiah stabil, defisit transaksi berjalan terkendali, defisit fiskal aman dan stabilitas sistem keuangan terjaga sekaligus mendorong momentum pertumbuhan.
“Transformasi ekonomi perlu kita tingkatkan agar pertumbuhan lebih tinggi lagi. Sumber-sumber pertumbuhan baru dari dalam negeri harus terus kita kembangkan. Industri, pariwisata, maritim, pertanian dan UMKM merupakan fokus transformasi ekonomi. Perbaikan iklim investasi, pembangunan infrastruktur, serta pengembangan Sumber Daya Manusia perlu dipercepat. Ekspor perlu terus didorong, baik melalui perjanjian internasional, bilateral, kawasan, maupun pengembangan pasar baru,” kat Arbonas.
Sementara itu, inovasi digital harus terus dikembangkan sebagai sumber pertumbuhan sekaligus mendorong inklusi ekonomi dan keuangan.
Integrasi ekosistem bisnis ekonomi dan keuangan digital di berbagai segmen pun perlu didorong agar memperkuat daya saing dan kepentingan nasional.
Namun kata Arbonas, hal yang patut disyukuri ditengah ekonomi global yang memburuk, kinerja dan prospek ekonomi Indonesia justru cukup baik.
Stabilitas ekonomi nasional terjaga, sementara sejumlah negara mengalami resesi atau bahkan krisis.
Pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup baik pada tahun 2019 dan akan terus meningkat di tahun 2020 ditopang konsumsi dan investasi.
Pertumbuhan yang membaik juga tercatat di sejumlah wilayah NKRI. Inflasi nasional tetap terkendali pada level yang rendah dan stabil pada tahun 2019 dan akan tetap terkendali sesuai dengan sasaran inflasi nasional sebesar 3,0 ± 1% (yoy) pada tahun 2020, menandai rendahnya inflasi selama lima tahun terakhir dan mendukung terjaganya daya beli masyarakat.
“Kita optimis inflasi ada di angka 4 bahkan kalau bisa kurang sedikit dari situ,” ucap Arbonas.
Hal lainnya yang turut menunjang yaitu nilai tukar rupiah menguat pada tahun 2019 dan akan
bergerak stabil pada tahun 2020.
Disamping kebijakan Bank Indonesia, stabilitas rupiah didukung terjaganya keseimbangan neraca pembayaran dan meningkatnya cadangan devisa.
Stabilitas sistem keuangan terjaga, permodalan bank tetap baik, NPL terjaga, dan likuiditas cukup serta kredit perbankan yang tumbuh terbatas pada 2019 pun diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020 seiring turunnya suku bunga dan membaiknya prospek ekonomi.
“Dalam jangka menengah prospek ekonomi Indonesia akan semakin baik. Transformasi ekonomi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke depan lebih tinggi lagi. Dengan defisit transaksi berjalan menurun dan inflasi yang rendah menuju Indonesia maju berpendapatan tinggi pada 2045,” pungkasnya.
(sri surya)