Oleh: Agust Hari
HARI ini 9 September, banyak orang mungkin menganggap hari ini biasa-biasa saja. Tapi bagi atlet atau pengiat olahraga, momentum hari ini tidak pernah mereka lupa. Ya, 9 September merupakan Hari Olahraga Nasional (Haornas). Tidak ada hinggar-bingar seremonial yang dilakukan baik secara nasional maupun lokal, meskipun ada itu juga ‘obat’ mengobati lesuhnya prestasi olahraga secara nasional. Karena sejauh ini, harapan prestasi masih berharap dari pundak para atlet bulutangkis.
Di Sulut sendiri? Hmmmm, sulit mengurai prestasi yang membanggakan daeran Nyiur Melambai ini. Tahun ini tidak ada prestasi mentereng yang ditorehkan para duta olahraga Sulut. Mungkin, hanya cabang olahraga bridge saja yang masih mempertahankan tradisi prestasi. Henky Lasut, Eddy Manoppo dan kawan-kawan terus melakukan generasi cabang andalan PON ini. Sedangkan cabang olahraga lain, jauh api dari panggangnya. Jangan prestasi, kegiatan pembinaan dan iven pun sangat jarang terdengar.
Dulu Sulut gudangnya prestasi. Tanpa mengkultuskan Gubernur Sulut sebelumnya, EE Mangindaan yang kini jadi Menteri Perhubungan RI, nama Sulut selalu harum dikancah nasional. Tinju digawangi almarhum Adrianus ‘Jopie’ Taroreh, Ilham Lahia dkk, daerah lain begitu takut dengan nama besar petinju-petinju Sulut. Terakhir tinju bertahan di kepalan tangan Bonix Saweho, abdi negara di Pemkot Manado yang sudah termakan usia.
Cabor anggar pun demikian. Paulani Rattu dkk begitu disegani. Perlahan kebesaran anggar juga redap secara perlahan. Apalagi Atletik. Sangat sulit menemukan nama atlit Sulut berjaya di tingkat nasional, yang terakhir mungkin Fernando Lumain, sprinter yang sempat membela nama Indonesia bertarung di level internasional. Kalau pun, banyak atlet Sulut ‘terpaksa’ memilih pindah daerah lain karena masa depan mereka lebih terjamin.
Apalagi cabor andalan Sulut yang masih bertahan? Secara kasat mata tidak ada prestasi olahraga Sulut yang perlu dibanggakan, prestasi demi prestasi tenggelam dari tahun ke tahun. Sepakbola yang diharapkan menjadi penghibur dahaga penggila olahraga daerah ini pun mati suri. Persma, Persibom dan Persmin hilang dari peredaran. Pertanyannya siapa yang bertanggungjawab dengan merosotnya prestasi olahraga Sulut?
Otomatis yang paling pertama adalah pemerintah. Perhatian pemerintah untuk dunia olahraga sangat minim. Alokasi dana APBD untuk pengembangan olahraga sering disalahgunakan. Contoh saja pembangunan stadion dibeberapa daerah yang bermasalah. Belum lagi, pemberian masa depan bagi atlet berprestasi berupa pekerjaan, tidak ada sama sekali. Saya ingat pernyataan dari pemerhati olahraga Sulut, almarhum Bastian Tumbel. Dia mengatakan Sulut sebenarnya gudangnya atlet nasional, tapi pemerintah mengabaikan prestasi olahraga. Bahkan pemerintah menganggap olahraga adalah prioritas ke sekian dari prioritas lain. “Torang pe pemerintah hanya ba pikir soal politik. Bagaimana mempertahankan kekuasaan, tapi prestasi olahraga tidak pernah dipedulikan,” kata Bu Basti, lima tahun silam, pada satu kesempatan.
Jika sampai hari ini prestasi olahraga Sulut tenggelam, ada benarnya pernyataan dari Bu Basti tadi. Dan kapan muncul lagi Adrianus ‘Jopie’ Taroreh yang baru, Paulany Ratu yang baru, atau Firman Utina yang baru dan lain-lain? Sekali lagi semua tergantung good will pemerintah untuk memberi perhatian serius bagi dunia olahraga Sulut. Selamat Haornas…..(*)