Manado – Melihat trend demokrasi jaman now dengan berbagai informasi yang beredar di masyarakat, maka pandangan yang menyatakan bahwa kampanye pada akhirnya belum mampu membebaskan pemilih dari apa yang disebut dengan kebebasan dari kebohongan atau pengaruh yang menyesatkan atau tekanan pada pemilih.
Menurut ML Denny Tewu, itu merupakan bagian strategi berkampanye dari pihak-pihak yang akan berkompetisi pada Pilpres dan Pileg dalam Pemilu mendatang.
“Masing-masing pihak ingin menonjolkan kelebihannya dan mengecilkan peran lawan, atau membuat yang objektif menjadi subyektif, masyarakat seolah dimainkan perasaannya. Faktanya dalam hidup ini kita sering ambil keputusan 70% karena subyektivitas, bukan yang obyektif. Kejadian ini sudah terjadi di Amerika Serikat, dan sepertinya strategi yang sama ingin dimainkan di Indonesia dalam Pilpres,” jelas Denny Tewu pada hari Senin (17/12/2018), yang merupakan Calon DPD RI 2019-2024 dapil Sulut ini.
Di Sulut, lanjut Ketua Umum Rukun Keluarga Besar Tewu/Tewuh ini, kampanye seperti itu juga terjadi hanya tidak sevulgar di daerah lain, karena masyarakat dan para elit sepertinya memahami untuk persatuan membangun negeri, sehingga apa pun partainya darimana pun asal capres atau caleg, masyarakat diajak untuk tetap dalam koridor mengedepankan objektivitas.
“Isu Pilpres maupun Pileg tentu akan semakin memanas ke depan hingga hari H, harapannya tentu semua pihak bisa berjaga-jaga, aparat tidak perlu reaktif dengan membuat aturan-aturan sendiri, tapi biarlah semua berjalan berdasarkan koridornya. Kalau jelas bersalah, ya harus ditindak lanjuti sesuai hukum yang berlaku, tapi tidak perlu juga mengada-ada dengan membuat tafsiran sendiri atas aturan-aturan pemilu yang ada,” kata Denny Tewu.
Untuk masyarakat Sulut, mantan Koordinator Jaringan Pelayanan Alumni Universitas Sam ratulangi (Jala Unsrat) di Jakarta ini berpesan, jadilah pemilih yang cerdas dengan mengedepankan objektivitas untuk kepentingan politik Sulut agar lebih eksis kedepan, dengan wakil rakyat yang berkompeten.
Sementara bagi para peserta, berpestalah sebagaimana mestinya, jangan memaksakan diri dan tidak perlu saling menjelekkan, atau saling menjatuhkan, karena pada akhirnya Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.
“Jadi, melalui Pemilu ini selain terus bersosialisasi, jangan lupa lebih dekatlah dengan Tuhan, sehingga kita bisa menerima apa pun hasil Pemilu nanti,” tutup Denny Tewu.
(***/PaulMoningka)
Manado – Melihat trend demokrasi jaman now dengan berbagai informasi yang beredar di masyarakat, maka pandangan yang menyatakan bahwa kampanye pada akhirnya belum mampu membebaskan pemilih dari apa yang disebut dengan kebebasan dari kebohongan atau pengaruh yang menyesatkan atau tekanan pada pemilih.
Menurut ML Denny Tewu, itu merupakan bagian strategi berkampanye dari pihak-pihak yang akan berkompetisi pada Pilpres dan Pileg dalam Pemilu mendatang.
“Masing-masing pihak ingin menonjolkan kelebihannya dan mengecilkan peran lawan, atau membuat yang objektif menjadi subyektif, masyarakat seolah dimainkan perasaannya. Faktanya dalam hidup ini kita sering ambil keputusan 70% karena subyektivitas, bukan yang obyektif. Kejadian ini sudah terjadi di Amerika Serikat, dan sepertinya strategi yang sama ingin dimainkan di Indonesia dalam Pilpres,” jelas Denny Tewu pada hari Senin (17/12/2018), yang merupakan Calon DPD RI 2019-2024 dapil Sulut ini.
Di Sulut, lanjut Ketua Umum Rukun Keluarga Besar Tewu/Tewuh ini, kampanye seperti itu juga terjadi hanya tidak sevulgar di daerah lain, karena masyarakat dan para elit sepertinya memahami untuk persatuan membangun negeri, sehingga apa pun partainya darimana pun asal capres atau caleg, masyarakat diajak untuk tetap dalam koridor mengedepankan objektivitas.
“Isu Pilpres maupun Pileg tentu akan semakin memanas ke depan hingga hari H, harapannya tentu semua pihak bisa berjaga-jaga, aparat tidak perlu reaktif dengan membuat aturan-aturan sendiri, tapi biarlah semua berjalan berdasarkan koridornya. Kalau jelas bersalah, ya harus ditindak lanjuti sesuai hukum yang berlaku, tapi tidak perlu juga mengada-ada dengan membuat tafsiran sendiri atas aturan-aturan pemilu yang ada,” kata Denny Tewu.
Untuk masyarakat Sulut, mantan Koordinator Jaringan Pelayanan Alumni Universitas Sam ratulangi (Jala Unsrat) di Jakarta ini berpesan, jadilah pemilih yang cerdas dengan mengedepankan objektivitas untuk kepentingan politik Sulut agar lebih eksis kedepan, dengan wakil rakyat yang berkompeten.
Sementara bagi para peserta, berpestalah sebagaimana mestinya, jangan memaksakan diri dan tidak perlu saling menjelekkan, atau saling menjatuhkan, karena pada akhirnya Suara Rakyat adalah Suara Tuhan.
“Jadi, melalui Pemilu ini selain terus bersosialisasi, jangan lupa lebih dekatlah dengan Tuhan, sehingga kita bisa menerima apa pun hasil Pemilu nanti,” tutup Denny Tewu.
(***/PaulMoningka)