Bitung, BeritaManado.com – Penyelamatan mata air Aerujang ikut disuarakan Aliansi Bitung Memanggil dalam aksi menolak pengesahan RUU omnibus law, Senin (12/10/2020).
Tuntutan menggeser proyek tol Manado-Bitung dari lokasi mata air Aerujang Kelurahan Girian Permai Kecamatan Girian masuk dalam delapan poin yang disampaikan pendemo di depan Kantor DPRD Kota Bitung.
Berikut Press Release Aliansi Bitung Memanggil;
RUU Omnibus law yang bermasalah dan ditolak dari semenjak pengusulannya tiba-tiba disahkan.
Senin 05 Oktober 2020, di tengah pandemic Covid-19 secara diam-diam DPR RI mengesahkan RUU yang merugikan rakyat dan demi memuluskan jalannya investasi di Indonesia.
Hal ini sudah diduga sebelumnya disebabkan dalam periode pemerintahan Joko Widodo, terjadi pembangunan besar-besaran terhadap infrastruktur transportasi, akomodasi, dan kawasan ekonomi khusus melalui Komite Penyediaan Percepatan Infrastruktur Pembangunan (KPPIP) untuk memuluskan jalannya investasi di Indonesia.
RUU omnibus law semenjak awal tak pernah bisa diakses publik.
Bahkan dalam perkembangannya kemudian, setelah melewati paripurna masih banyak terdapat salah kepenulisan.
Mengingat begitu tergesa-gesanya RUU ini disahkan secara diam-diam di tengah kondisi bangsa yang sedang mengalami pandemi, maka tak heran jika digelar berbagai demonstrasi untuk menolak UU tersebut.
UU yang disebut sebagai UU Sapu jagat ini dari awal memang dicurigai hanya menguntungkan pemilik modal, mengebiri hak-hak buruh, mengeksploitasi alam, berpotensi merusak lingkungan.
Hal ini dibuktikan dengan berbagai pasal yang bermasalah pada UU bertentangan dengan UU sebelumnya.
Misalnya saja dalam pasal 88C tentang penghapusan Upah Minimum Kab/Kota sebagai dasar upah minimum pekerja.
Hal ini bisa menyebabkan upah akan dipukul rata semua kabupaten/kota tanpa melihat perbedaan biaya hidup di dalamnya.
Tentu saja, Kota Bitung sebagai kota Industri terbesar di Sulawesi Utara dengan kurang lebih 154 perusahaan dan 12.000-an lebih buruh, akan merasakan dampak yang sangat besar dengan diterbitkannya UU ini.
Apalagi jika Kawasan Ekonomi Khusus berjalan dengan stabil maka bisa dipastikan dengan UU ini akan membuat nasib buruh semakin sengsara. Perusahaan begitu mudahnya dibuka, namun begitu mudah pula nasib-nasib buruh terabaikan.
Demonstrasi pun digelar di berbagai kota. Jakarta, Bandung, Solo, Surabaya, Makassar, dan Manado, pada akhirnya hanya memperlihatkan bagaimana represifitas aparat diberbagai kota terhadap para aktifis dan demonstran.
Apa yang terjadi di Tondano terhadap 17 Mahasiswa UNIMA menjadi hal yang sangat dikecam.
Bagaimana aparat masuk kedalam kampus dan memukuli mahasiswa.
Belum lagi dengan berbagai penangkapan dan intimidasi di saat demonstrasi terjadi.
Hal ini tentu saja bisa melanggar kebebasan dalam berpendapat yang dilindungi oleh undang-undang. semua hal itu terjadi karena akumulasi dari DPR yang mengatasnamakan Rakyat namun mengebiri hak-hak rakyat.
Menggunakan legitimasi untuk bermufakat jahat. Maka hari ini, Senin 11 Oktober 2020 Aliansi Bitung Memanggil yang terdiri dari berbagai elemen, organisasi dan masyarakat di Kota Bitung menggelar aksi menolak omnibus law cipta lapangan kerja dengan tuntutan:
- Memberikan Mossi Tidak Percaya kepada Dewan Perwakilan Rakyat
- Menolak Omnibus law sampai ke akar-akarnya
- Meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu membatalkan UU Cilaka
- Hentikan segala bentuk represifitas aparat kepada para mahasiswa, aktifis dan para demonstran
- Mendesak kepada DPR RI untuk mensahkan RUU Masyarakat Adat
- Geser pembangunan jalan tol dari mata air di aerujang
- Mendesak pemerintah Kota Bitung untuk memperhatikan nasib buruh
- Mengecam segala bentuk intimidasi, pembungkaman dan represifitas terhadap Mahasiswa di kampus-kampus Kota Bitung.
Tertanda
Aliansi Bitung Memanggil.
(abinenobm)