Minut, BeritaManado.com – Penandatanganan kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), menuai protes keras dari Fraksi Partai Golongan Karya (FPG).
FPG secara gamblang menyebutkan bahwa angka-angka yang tertera dalam KUA PPAS tidak rasional dan tidak sesuai aturan.
Kepada BeritaManado.com, Rabu (30/9/2020) Ketua Fraksi Partai Golkar Edwin Nelwan memberi contoh terkait pergeseran dana Covid-19 yang dalam laporan tertera telah dilakukan sebanyak lima kali, padahal sesuai catatan Badan Anggaran (Banggar) DPRD, baru dilakukan pergeseran sebanyak 2 kali.
“Setahu kami baru dua kali dilaporkan tentang penggeseran, tapi saat ini sudah dilaporkan terjadi lima kali penggeseran, salah satu contoh jumlah refocusing dari Rp66 miliar menjadi Rp73 miliar tiba-tiba menjadi Rp78 miliar. Dan ini harus diklarifikasi, karena jika sudah dilegalkan lewat KUA PPAS, berarti DPRD telah menyetujui semua kegiatan yang telah dilakukan eksekutif,” ujar Edwin Nelwan.
Contoh lain juga terkait nilai nominal Alokasi Dana Desa (ADD) dan Bagi Hasil Pajak Retribusi (BHPR) yang tidak sesuai aturan.
Dimana total BHPR sebesar Rp67,8 miliar sehingga 10% dari jumlah itu adalah Rp6,78 miliar namun hanya diplot sebesar Rp2,6 miliar.
Selanjutnya, terkait penggunaan dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa), mengalami defisit.
Menurut Edwin Nelwan, Pemkab Minut telah bertindak sendiri dengan menggunakan Silpa pada APBD Induk, tanpa ada pembahasan bersama DPRD.
“Silpa hanya bisa digunakan pada mekanisme perubahan karena APBD adalah Perda murni tidak bisa diotak-atik. Memang recofusing ini salah satu sumber dana adalah dari silpa. Aturannya begitu. Tapi mekanismenya dipertanyakan kenapa dana silpa yang belum dipertanggungjawabkan justru sudah digunakan? Dan menurut badan keuangan dana itu sudah habis,” sembur Edwin.
Ketua Komisi I DPRD Minut itu lantas mempertanyakan sikap fraksi partai lainnya yang menyetujui pembahasan KUA PPAS.
Fraksi Golkar sendiri memilih tak hadir dalam penetapan KUA PPAS karena beberapa syarat yang disepakati sebelumnya, tidak dipenuhi Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
TAPD yang terdiri dari unsur Sekretaris Daerah (Sekda), Badan Keuangan, Inspektorat dan Bapelitbang, diketahui tidak melakukan laporan yang benar terkait penggunaan dana di APBD Induk 2020 dan perbaikan atas plot anggaran di APBD Perubahan 2020.
Lebih lagi, catatan DPRD Minut tidak ditindaklanjuti dan tidak ditandatangani TAPD.
Berikut catatan pada lampiran nota kesepakatan antara Pemkab dan DPRD Minut:
- Dalam rangka penanganan Covid-19 di Minut, TAPD menjelaskan telah dilaksanakan lima kali pergeseran dengan alokasi anggaran sebesar Rp78,78 miliar sementara pihak DPRD hanya mengetahui dan melakukan pembahasan sampai pada pergeseran yang kedua, dimana pergeseran yang pertama sebesar Rp4.000.000.000 dan pergeseran kedua sebesar Rp8.865.000.000, sementara untuk pergeseran yang ketiga dan keempat hanya dilakukan pemberitahuan sedangkan pergeseran yang kelima belum dilakukan pemberitahuan resmi.
- Badan Anggaran DPRD mempertanyakan penggunaan dana Silpa tahun 2019 tanpa sepengetahuan pihak DPRD.
- Badan Anggaran DPRD akan mencermati kegiatan yang akan ditata di APBD Perubahan tahun anggaran 2020 dengan melihat kegiatan yang prioritas dan berpihak kepada masyarakat di Kabupaten Minahasa Utara (Minut).
“Padahal sebelumnya semua fraksi setuju ada penandatanganan pada catatan nota kesepakatan antara Pemkab dan DPRD Minut. Kalau sudah ditandatangani baru lanjut ke penetapan KUA PPAS. Tapi kenapa saat TAPD tidak mau menandatangani kesepakatan, lalu pembahasan tetap lanjut? Skenario apa di balik menandatangani KUA PPAS? Kenapa pimpinan DPRD, salah satunya Wakil Ketua DPRD ibu Olivia Mantiri tidak dilibatkan dalam persetujuan? Setiap pengambilan keputusan itu ditandatangani pimpinan DPRD bukan hanya Ketua DPRD. Kami mempertanyakan legalistas KUA PPAS ini,” pungkas legislator dapil Dimembe, Talawaan dan Likupang Selatan itu.
(Finda Muhtar)