Manado – Keputusan KPU mengeluarkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan kabupaten kota yang melarang mantan koruptor, pelaku kejahatan seksual anak dan bandar narkoba menjadi caleg menimbulkan polemik.
Pakar politik, Dr Ferry Daud Liando, mengatakan sejak jauh hari sudah memprediksi bahwa keputuan KPU tersebut akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
“Sebetulnya polemik ini sudah diprediksi saya sampaikan di beberapa diskusi sebelumnya. Soal mantan narapidana dilarang jadi caleg saya mendukung tapi tidak dalam posisi menyalakan KPU atau Bawaslu,” jelas Ferry Liando pada media gathering Bawaslu Sulut dengan tema Pasca Putusan Sidang Adjudikasi Sengketa Pemilu dan Pengawasan Kampanye Pemilu, Rabu (5/9/2018) sore.
Soal PKPU Nomor 20 Tahun 2018, Ferry Liando menempatkan pada 2 ruang yakni topik keadilan subtantif dan keadilan normatif.
Ferry Liando menyentil Undang-Undang No 2 Tahun 2011 salah-satunya menegaskan tugas partai politik menyeleksi kader dijadikan caleg. Jika tugas seleksi dijalankan dengan baik pasti masalah seperti sekarang tidak pernah terjadi.
“Mestinya caleg yang lolos penjaringan merupakan objek yang sesuai kebutuhan. Parpol dibiayai oleh negara 1000 rupiah lebih per orang untuk pendidikan politik. Ada contoh baik di Partai Golkar pada masa lalu yakni menjadi caleg harus memenuhi empat kriteria diantaranya dedikasi dan prestasi,” tandas Ferry Liando.
Lanjut Ferry Liando, Pemilu bukan sekedar mencari kursi tapi sarana menyeleksi orang orang baik menjadi wakil rakyat di DPR. Pun DPR diminta tidak tergesa-gesa membuat undang-undang agar undang-undang yang dihasilkan berkualitas serta bermanfaat.
“KPU dan Bawaslu menjadi korban dari undang-undang yang tidak efektif. Soal sengketa pemilu Indonesia tidak memiliki pengadilan khusus pemilu masih menggunakan pengadilan umum,” tutur Ferry Liando.
Sampai sekarang MA belum mengeluarkan putusan terkait PKPU Nomor 20 Tahun 2018 karena di saat bersamaan sementara yudisial review di MK untuk objek yang sama.
“Ada aturan di MA jika objek yang sama sementara yudisial review di MK maka MA tidak akan memutuskan. Sampai sekarang saya masih bingung hirarki PKPU itu jenis kelamin apa? Jika sekelas PP maka Bawaslu harus tunduk, tapi sekarang belum jelas,” terang Ferry Liando.
Media gathering dibuka Ketua Bawaslu Sulut, Herwyn Malonda, didampingi pimpinan Bawaslu lainnya, menghadirkan nara sumber Berty Lumempow, Michael Mamentu dan Toar Palilingan.
(JerryPalohoon)
Manado – Keputusan KPU mengeluarkan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan kabupaten kota yang melarang mantan koruptor, pelaku kejahatan seksual anak dan bandar narkoba menjadi caleg menimbulkan polemik.
Pakar politik, Dr Ferry Daud Liando, mengatakan sejak jauh hari sudah memprediksi bahwa keputuan KPU tersebut akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
“Sebetulnya polemik ini sudah diprediksi saya sampaikan di beberapa diskusi sebelumnya. Soal mantan narapidana dilarang jadi caleg saya mendukung tapi tidak dalam posisi menyalakan KPU atau Bawaslu,” jelas Ferry Liando pada media gathering Bawaslu Sulut dengan tema Pasca Putusan Sidang Adjudikasi Sengketa Pemilu dan Pengawasan Kampanye Pemilu, Rabu (5/9/2018) sore.
Soal PKPU Nomor 20 Tahun 2018, Ferry Liando menempatkan pada 2 ruang yakni topik keadilan subtantif dan keadilan normatif.
Ferry Liando menyentil Undang-Undang No 2 Tahun 2011 salah-satunya menegaskan tugas partai politik menyeleksi kader dijadikan caleg. Jika tugas seleksi dijalankan dengan baik pasti masalah seperti sekarang tidak pernah terjadi.
“Mestinya caleg yang lolos penjaringan merupakan objek yang sesuai kebutuhan. Parpol dibiayai oleh negara 1000 rupiah lebih per orang untuk pendidikan politik. Ada contoh baik di Partai Golkar pada masa lalu yakni menjadi caleg harus memenuhi empat kriteria diantaranya dedikasi dan prestasi,” tandas Ferry Liando.
Lanjut Ferry Liando, Pemilu bukan sekedar mencari kursi tapi sarana menyeleksi orang orang baik menjadi wakil rakyat di DPR. Pun DPR diminta tidak tergesa-gesa membuat undang-undang agar undang-undang yang dihasilkan berkualitas serta bermanfaat.
“KPU dan Bawaslu menjadi korban dari undang-undang yang tidak efektif. Soal sengketa pemilu Indonesia tidak memiliki pengadilan khusus pemilu masih menggunakan pengadilan umum,” tutur Ferry Liando.
Sampai sekarang MA belum mengeluarkan putusan terkait PKPU Nomor 20 Tahun 2018 karena di saat bersamaan sementara yudisial review di MK untuk objek yang sama.
“Ada aturan di MA jika objek yang sama sementara yudisial review di MK maka MA tidak akan memutuskan. Sampai sekarang saya masih bingung hirarki PKPU itu jenis kelamin apa? Jika sekelas PP maka Bawaslu harus tunduk, tapi sekarang belum jelas,” terang Ferry Liando.
Media gathering dibuka Ketua Bawaslu Sulut, Herwyn Malonda, didampingi pimpinan Bawaslu lainnya, menghadirkan nara sumber Berty Lumempow, Michael Mamentu dan Toar Palilingan.
(JerryPalohoon)