Jakarta, BeritaManado.com — Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) incumbent, Johanis Tanak mengatakan, OTT kurang tepat dilakukan oleh KPK, dan jika dirinya terpilih menjadi Ketua KPK, maka OTT akan ditutup.
Pernyataan tersebut disampaikan Tanak dalam uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di hadapan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa (19/11/2024).
Dalam sesi tersebut, Tanak menjelaskan pandangannya terkait kenapa OTT kurang tepat untuk dilakukan oleh KPK.
“Terkait dengan OTT menurut hemat saya kurang, mohon izin walaupun saya di pimpinan KPK, saya harus mengikuti tapi berdasarkan pemahaman saya OTT sendiri itu tidak pas tidak tepat. Karena OTT terdiri dari operasi tangkap tangan,” kata Tanak, dilansir dari Suara.com jaringan BeritaManado.com.
Tanak menjelaskan bahwa OTT yang dilakukan oleh KPK selama ini tidak sesuai dengan definisi yang ada.
Menurutnya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), operasi biasanya merujuk pada sesuatu yang dilakukan dengan perencanaan yang matang, seperti halnya seorang dokter yang melakukan operasi medis.
Sementara dalam hukum acara pidana, tindakan tertangkap tangan, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), merujuk pada situasi di mana pelaku kejahatan ditangkap pada saat sedang melakukan perbuatan tanpa perencanaan.
Dengan kata lain, ada ketidaksesuaian antara istilah operasi yang terencana dengan pengertian tertangkap tangan yang bersifat mendadak.
“Terus, kalau seketika pelakunya melakukan perbuatan dan ditangkap, tentunya tidak ada perencanaan. Nah kalau ada suatu perencanaan operasi itu terencana, satu dikatakan suatu peristiwa itu ditangkap, ini suatu tumpang tindih. Itu tidak tepat. Ya menurut hemat saya OTT itu tidak tepat,” katanya.
Sebagai pimpinan KPK yang masih aktif menjabat, dirinya sudah membeberkan alasan tersebut kepada internal.
Walau demikian, OTT masih dianggap sebagai tradisi dalam KPK.
“Tapi, seandainya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP,” ujarnya kemudian disambut tepuk tangan para anggota Komisi III DPR.
Adapun terkait hal di luar OTT, pihaknya akan selalu melakukan koordinasi.
“Dan kalau yang di luar OTT, kita koordinasi. Tapi kalau yang OTT, seperti misalnya Kejari tertangkap di Jateng, itu dapat dikualifikasi sebagai OTT karena nggak ada target kita untuk ke sana. Tahu-tahu dapat informasi berdasarkan penyadapan, ada penyerahan uang di sini. Itulah kemudian ditangkap. Nah itu,” ujar Johanis.
“Kemudian kalau namanya OTT ada surat perintah, itu bukan OTT lagi. Karena sudah ada surat perintah. Bagaimana suatu peristiwa yang terjadi bagaimana kalau ada surat perintah itu bukan lagi OTT namanya. Tapi ya itu, kondisi 5 pimpinan, saya tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Saya mohon maaf,” tambahnya.
(jenlywenur)