Bitung, BeritaManado.com – Tiga hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bitung bakal dilaporkan ke Komisi Yudisial atas dugaan memanipulasi fakta persidangan.
Ketiga hakim itu dinilai telah mengaburkan fakta persidangan hingga memutuskan menolak seluruh gugatan intervensi, Audrey dalam gugatan harta gono-gini perkara perdata Nomor: 125/Pdt.G/2020/PN.Bit, Kamis (11/02/2021) lalu.
Tiga hakim itu adalah Herman Siregar SH MH, Fausiah SH dan Rio Lery Putra Mamonto SH.
“Ada beberapa kejanggalan bagi saya yang mengarah pada pelanggaran teknik yudisial, lebih spesifik lagi ini adalah unprofessional conduct atau kondisi yang tidak profesional dari hakim dalam memutus perkara Ibu Audrey,” kata Kuasa Hukum Audrey, Michael Jacobus, Selasa (16/02/2021).
Dalam putusan hakim halaman 76 kata Michael, ada dua poin yakni dari keterangan perwakilan PT Inbisko distributor produk Mayora, Sheren Jayanti dan bukti surat yang diajukan, tidak terungkap apakah tergugat I intervensi atau penggugat memberikan persetujuan disetiap perjanjian kerjasama.
Padahal kata dia, Sheren dalam persidang secara tegas menyatakan, persetujuan itu tidak dilaksanakan setiap kali kontrak selain di kontrak awal.
“Nah dalam fakta ini, hakim keliru mengutip fakta persedingan dan ada rekamannya. Sheren secara tegas menyatakan surat persetujuan Pak Andre Irawan melakukan kontrak dengan PT Indisko cukup sekali di depan atau awal,” katanya.
Dan diawal kontrak yang ditandatangani tanggal 15 April 2016, menurutnya, juga ada persetujuan mantan istri Andre Irawan yakni Landy Irene Rares yang memberikan persetujuan atau kuasa melakukan sesuatu yang berkaitan dengan PT Indisko, termasuk mendatangani surat-surat dan akta serta lainnya.
“Bukti dan fakta persidangan ini diabaikan hakim dengan menyebut tidak terungkap dalam keterangan Sheren, padahal di rekaman saat sidang, Sheren menyatakan secara tegas soal fakta itu bahwa persetujuan cukup diawal saja,” katanya.
Bukti unprofessional conduct kedua, lanjut Michael, perihal utang piutang sebesar Rp300 juta yang menurut hakim kekuatan pembuktiannya sangat kurang.
Padahal, surat itu dibagi dua, akta autentik dan akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan itu, selama tidak dapat dibantah maka pembuktian hukumnya berkekuatan sempurna dan itu dibuktikan dalam persidangan.
“Pihak lawan tidak membatah itu dan tidak ada upaya membantahnya atau mematahkan pernyataan Landy dan tandatangannya,” katanya.
Lebih parahnya lagi, keterangan Elisabeth Kourong atau bukti P13 atau bukti pernyataan utang Rp300 juta bertentangan dengan rekaman yang dimiliki selama persidangan.
“Fakta dalam rekaman, Elisabeth menyatakan sudah diberikan dari tahun 2008 tetapi baru dibuatkan pernyataan di tahun 2016. Jadi tidak ada yang bertetangan, tapi hakim menulis bertentangan,” katanya.
Berdasarkan fakta-fakta putusan itu, Michael bersama kliennya bulat untuk melaporkan ketiga hakim itu ke Komisi Yudisial dan Mahkama Agung dengan harapan mendapat perhatian atas kinerja hakim dalam memutuskan perkara yang mengaburkan fakta dan bukti persidangan.
“Tindakan ini kami lakukan agar menjadi warning bagi semua para hakim dan bukan sebuah tindakan berlawanan dengan insitusi. Saya berharap tindakan ini jangan dimaknai sebagai sebuah permusuhan terhadap profesi hakim, melainkan gerakan atau keprihatinan serta sayang dengan institusi,” katanya.
(abinenobm)