Alkitab Bahasa Manado
Manado – Sempat menjadi viral terkait Alkitab berbahasa Manado karena adanya pro dan kontra bahkan tidak sedikit tudingan terkait penggunaan bahasa Manado di media, terkait istilah setang pe bos yang digambarkan sebagai iblis, itu mendapat tanggapan langsung dari tim penyusun Alkitab tersebut.
Tim penyusun Alkitab Bahasa Manado yang terdiri dari empat orang dengan SK Sinode GMIM yaitu Pdt, Yanti Karundeng, S.Th, Pdt, Lynda Goliot, S.Th, Pdt. Juliana Sapulete dan Jemmy Rompis akhirnya angkat bicara.
Menurut Yanti Karundeng, istilah ‘setang pe bos’, sebenarnya itu juga bukan langsung dari pemikiran tim untuk pilih istilah setang pe bos.
“Kami ada tahapannya yang disebut uji coba, atau coba hasil terjemahan, dan itu kami pergi ke jemaat-jemaat dan juga masyarakat yang ada. Untuk jemaat sendiri bukan hanya dari kalangan jemaat GMIM namun denominasi gereja. Kami berusaha, semua denominasi gereja kami kunjungi,” kata Yanti Karundeng.
Meski dia mengakui ada juga jemaat yang tidak dapat dijangkau.
“Dan waktu kami pergi, kami kasih pemikiran kepada jemaat tentang istilah iblis ini dulu, kami tidak langsung pakai istilah setang pe bos, kami pakai istilah iblis, kami tanya apa pendapat mereka tentang iblis itu, dan jawaban mereka iblis itu ada banyak, dan dia tidak ada pemimpin dan anak buah, ada banyak ada macam-macam rupa, itu jawaban dari masyarakat dan jemaat,” ujar Yanti Karundeng.
Lanjut dia, dari situlah tim menjelaskan siapa iblis itu. Dari penjelasannya dia menuturkan bahwa iblis ini satu yang dalam bahasa ibraninya satanas dan bahasa Yunani diabolos.
“Kami jelaskan itu hanya satu pribadi saja yang dulunya adalah Malaikat yang diusir dari Surga dan membawa seperempat anak buah, dan kami tanya kepada jemaat dan masyarakat, kalau dia yang diusir itu satu dan dia membawa seperempat yang mengikuti dia, itu disebut apa,” tanya Yanti Karundeng.
Dari kesimpulan di masyarakat dan jemaat didapatilah istilah dia pe bos.
“Barulah masuk kepada kami istilah setang pe bos, dan kami sosialisasi itu, sampai pada pembacaan akhir. Dari pemimpin gereja itu mengatakan tidak ada masalah dan setuju dengan istilah setang pe bos seperti itu,” jelas Yanti Karundeng. (rizath polii)
Alkitab Bahasa Manado
Manado – Sempat menjadi viral terkait Alkitab berbahasa Manado karena adanya pro dan kontra bahkan tidak sedikit tudingan terkait penggunaan bahasa Manado di media, terkait istilah setang pe bos yang digambarkan sebagai iblis, itu mendapat tanggapan langsung dari tim penyusun Alkitab tersebut.
Tim penyusun Alkitab Bahasa Manado yang terdiri dari empat orang dengan SK Sinode GMIM yaitu Pdt, Yanti Karundeng, S.Th, Pdt, Lynda Goliot, S.Th, Pdt. Juliana Sapulete dan Jemmy Rompis akhirnya angkat bicara.
Menurut Yanti Karundeng, istilah ‘setang pe bos’, sebenarnya itu juga bukan langsung dari pemikiran tim untuk pilih istilah setang pe bos.
“Kami ada tahapannya yang disebut uji coba, atau coba hasil terjemahan, dan itu kami pergi ke jemaat-jemaat dan juga masyarakat yang ada. Untuk jemaat sendiri bukan hanya dari kalangan jemaat GMIM namun denominasi gereja. Kami berusaha, semua denominasi gereja kami kunjungi,” kata Yanti Karundeng.
Meski dia mengakui ada juga jemaat yang tidak dapat dijangkau.
“Dan waktu kami pergi, kami kasih pemikiran kepada jemaat tentang istilah iblis ini dulu, kami tidak langsung pakai istilah setang pe bos, kami pakai istilah iblis, kami tanya apa pendapat mereka tentang iblis itu, dan jawaban mereka iblis itu ada banyak, dan dia tidak ada pemimpin dan anak buah, ada banyak ada macam-macam rupa, itu jawaban dari masyarakat dan jemaat,” ujar Yanti Karundeng.
Lanjut dia, dari situlah tim menjelaskan siapa iblis itu. Dari penjelasannya dia menuturkan bahwa iblis ini satu yang dalam bahasa ibraninya satanas dan bahasa Yunani diabolos.
“Kami jelaskan itu hanya satu pribadi saja yang dulunya adalah Malaikat yang diusir dari Surga dan membawa seperempat anak buah, dan kami tanya kepada jemaat dan masyarakat, kalau dia yang diusir itu satu dan dia membawa seperempat yang mengikuti dia, itu disebut apa,” tanya Yanti Karundeng.
Dari kesimpulan di masyarakat dan jemaat didapatilah istilah dia pe bos.
“Barulah masuk kepada kami istilah setang pe bos, dan kami sosialisasi itu, sampai pada pembacaan akhir. Dari pemimpin gereja itu mengatakan tidak ada masalah dan setuju dengan istilah setang pe bos seperti itu,” jelas Yanti Karundeng. (rizath polii)