Tahuna, BeritaManado.com – Ancaman dampak perubahan iklim semakin nyata dirasakan oleh masyarakat, terutama di wilayah pesisir dan kepulauan.
Desa Simueng di Kabupaten Kepulauan Sangihe menjadi salah satu contohnya, masyarakat setempat mengeluhkan kondisi cuaca yang semakin tidak menentu.
Hal ini berdampak langsung pada hasil kebun dan tangkapan ikan, yang menjadi sumber pendapatan utama bagi mayoritas penduduk desa tersebut.
Sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Universitas Gadjah Mada (UGM) melaksanakan program sosialisasi dan demonstrasi mengenai Pertanian Terintegrasi, Jumat (26/7/2024).
Pertanian terintegrasi adalah praktik pertanian yang menggabungkan sub sektor pertanian tanaman, ternak, dan ikan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber daya, termasuk lahan, tenaga kerja, dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya.
Sosialisasi dimulai dengan penjabaran umum mengenai pertanian terintegrasi dan peragaan pembuatan lubang biopori sebagai sarana pembentukan pupuk organik.
Lubang biopori ini berfungsi sebagai tempat penampungan sampah organik, seperti kotoran hewan, yang menjadi masalah di lingkungan sekitar Desa Simueng.
Menggunakan bor tanah dan pipa, mahasiswa memperagakan cara membuat lubang biopori bersama masyarakat. Selain berfungsi sebagai tempat pembentukan pupuk organik, lubang biopori juga meningkatkan daya resap air tanah, sehingga mengurangi risiko genangan air saat hujan.
Pada sesi berikutnya, mahasiswa mendemonstrasikan pemanfaatan sampah rumah tangga untuk pertanian. Dalam sesi ini, mereka mempraktikkan pembuatan pupuk organik dan obat alami untuk melawan jamur pada tanaman cabai.
Pupuk organik dibuat dari limbah rumah tangga seperti sisa buah dan sayur yang dicampur dengan mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.
Sementara itu, obat alami jamur cabai dibuat menggunakan limbah nasi busuk. Melalui program ini, diharapkan masyarakat setempat dapat mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida sintetis.
Sesi terakhir diisi dengan sosialisasi pengolahan limbah hasil perikanan. Mahasiswa memberikan informasi mengenai cara mengolah limbah seperti tulang, jeroan, dan kulit ikan menjadi kaldu dan kecap ikan.
Selain itu, limbah lunak dari perikanan juga dapat diolah menjadi pupuk organik melalui metode yang telah diperagakan sebelumnya.
“Melalui program yang telah dilaksanakan kami berharap masyarakat mendapatkan pengetahuan praktis dan dapat mengeksplorasi lebih jauh mengenai pertanian terintegrasi,” tutur Frans Wisnu, salah satu penanggung jawab program sosialisasi dan demonstrasi Pertanian Terintegrasi, Jumat (26/07/2024).
(***/JerryPalohoon)