Manado – Penjabat Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Dr Soni Sumarsono bersama perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan “kuliah umum” kepada para Bupati/Wali Kota se Sulut terkait permasalahan anggaran makan minum (Mami) di pemerintah daerah.
Acara Semiloka Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi pada pemerintah tersebut diselenggrakan KPK dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI selama dua hari diselenggarakan di ruang rapat CJ Rantung kantor gubernur Sulut Rabu (4/11/2015).
Dalam kesempatan itu, Sumarsono menyatakan terkait mami masih menjadi permasalahan hampir diseluruh kabupaten/kota termasuk di Provinsi sendiri dikarenakan kurangnya pengetahuan serta teknik mensiasati masalah mami tersebut.
“Saya punya contoh konkret, saat di Kementerian sebagai Dirjen Otonomi Daerah menghadiri rapat kepalah daerah pemekaran baru, sebanyak 87 kepalah daerah hadir,”
“Masalahnya dari 87 itu yang hadir bisa dua kali lipat. Bisa 160 (peserta), apa bisa diumumkan tolong yang 87 (diluar undangan) itu tidak boleh minum. Kan tidak begitu, kalau ini memang fakta,” ujar Sumarsono dengan gaya guyonannya dan langsung disambut tepuk tangan.
“Atau tolong satu Aqua dinagi dua. Jadi mau tidak mau kita harus melipatgandakan konsumsinya. yang kita pertanggungjawabkan berapa? inilah mentalitas kita diuji,”
Dia melanjutkan kalau secara administratif ditulis 87 namun biayanya membengkak para pengambil kebijakan tentu salah, Karena jumlah, tetapi Bupati dan Wali Kota mana yang tidak membawa ajudan, tanya Sumarsono.
“Kemarin satu Bupati bawa dua sampai tiga ajudan, bayangkan delapan puluh tujuh dikali tiga, yang lain siapa yg bayar? (karena secara administratif jumlah undangan hanya 87) apa bayar sendiri? tidak (solusinya) menuhnya dikurangi,” tegas Dirjen Otda Kemendagri RI ini.
Dia mencontohkan, kalau dulu pake nasi sama pelo ati (lauk dari hati dan daging ayam), sekarang nasi sama kerupuk sudah cukup, terangnya disambut ketawa para bupati/wali kota serta pejabat yang hadir.
“Jumlahnya sama tetapi porsinya lebih banyak, inilah tekniknya,” tegas Sumarsono.
Dia menambahkan, seharusnya dalam menjalankan program daerah harus melihat kebutuhan dan aturan yang bersamaan.
“Mata sebelah kiri melihat Kebutuhan yang kanan melihat aturan, bagai mana memenuhi kebutuhan tanpa melangkahi aturan,”
“Karena BPK, KPK dan Inspektorat tak peduli dengan itu, karena ilmunya ada kertas putih, kemudian faktanya seperti apa, buktinya mana,” jelas Pj Gubernur Sulut ini.
Dia berharap, setiap pengeluaran itu dicatat dan dipertanggungjawabkan dengan bukti.
Manado – Penjabat Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Dr Soni Sumarsono bersama perwakilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan “kuliah umum” kepada para Bupati/Wali Kota se Sulut terkait permasalahan anggaran makan minum (Mami) di pemerintah daerah.
Acara Semiloka Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi pada pemerintah tersebut diselenggrakan KPK dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI selama dua hari diselenggarakan di ruang rapat CJ Rantung kantor gubernur Sulut Rabu (4/11/2015).
Dalam kesempatan itu, Sumarsono menyatakan terkait mami masih menjadi permasalahan hampir diseluruh kabupaten/kota termasuk di Provinsi sendiri dikarenakan kurangnya pengetahuan serta teknik mensiasati masalah mami tersebut.
“Saya punya contoh konkret, saat di Kementerian sebagai Dirjen Otonomi Daerah menghadiri rapat kepalah daerah pemekaran baru, sebanyak 87 kepalah daerah hadir,”
“Masalahnya dari 87 itu yang hadir bisa dua kali lipat. Bisa 160 (peserta), apa bisa diumumkan tolong yang 87 (diluar undangan) itu tidak boleh minum. Kan tidak begitu, kalau ini memang fakta,” ujar Sumarsono dengan gaya guyonannya dan langsung disambut tepuk tangan.
“Atau tolong satu Aqua dinagi dua. Jadi mau tidak mau kita harus melipatgandakan konsumsinya. yang kita pertanggungjawabkan berapa? inilah mentalitas kita diuji,”
Dia melanjutkan kalau secara administratif ditulis 87 namun biayanya membengkak para pengambil kebijakan tentu salah, Karena jumlah, tetapi Bupati dan Wali Kota mana yang tidak membawa ajudan, tanya Sumarsono.
“Kemarin satu Bupati bawa dua sampai tiga ajudan, bayangkan delapan puluh tujuh dikali tiga, yang lain siapa yg bayar? (karena secara administratif jumlah undangan hanya 87) apa bayar sendiri? tidak (solusinya) menuhnya dikurangi,” tegas Dirjen Otda Kemendagri RI ini.
Dia mencontohkan, kalau dulu pake nasi sama pelo ati (lauk dari hati dan daging ayam), sekarang nasi sama kerupuk sudah cukup, terangnya disambut ketawa para bupati/wali kota serta pejabat yang hadir.
“Jumlahnya sama tetapi porsinya lebih banyak, inilah tekniknya,” tegas Sumarsono.
Dia menambahkan, seharusnya dalam menjalankan program daerah harus melihat kebutuhan dan aturan yang bersamaan.
“Mata sebelah kiri melihat Kebutuhan yang kanan melihat aturan, bagai mana memenuhi kebutuhan tanpa melangkahi aturan,”
“Karena BPK, KPK dan Inspektorat tak peduli dengan itu, karena ilmunya ada kertas putih, kemudian faktanya seperti apa, buktinya mana,” jelas Pj Gubernur Sulut ini.
Dia berharap, setiap pengeluaran itu dicatat dan dipertanggungjawabkan dengan bukti.