Bitung—Terkait aksi penjarahan hutan lindung Wiauw yang diduga didalangi OH warga asal Kema Kebupaten Minahasa Utara dan WW alias Wondal warga asal kelurahan Apela Kota Bitung, Kadis Pertanian, Kehutanan dan Ketahanan Pangan, Lisye Macawalang mengaku pernah diancam. Pasalnya menurut Macawalang, OH dan Wondal mendatangi dirinya untuk mengajukan ijin Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) namun ditolak oleh pihaknya.
“Wondal dan OH sempat mengajukan permohonan ijin untuk melakukan penebangan dikawasan yang dikalim milik mereka, tapi tidak kami berikan karena rupanya lokasi yang ditunjuk masih ada dalam kawasan hutan lindung Wiauw,” kata Macawalang.
Menurut Macawalang, ketika permohonan ijin diterima, pihaknya langsung melakukan pengecekan dilokasi dengan menggunakan GPS. Tapi rupanya, data yang tertera pada GPS, lokasi yang diklaim milik Wondal dan OH masih ada dalam wilayah hutan lindung Wiauw.
“Bagaimana kami mau memberikan ijin jika lokasinya ada di hutan lindung. Otomatis permohonan tersebut kami tolak dan inilah yang membuat Wondal dan OH naik darah hingga mengancam,” ujarnya.
Macalawang sendiri mengaku, Wondal dan OH mengancam akan tetap melakukan penebangan kendati tidak mendapat ijin. “Saya bilang silakan saja, nanti hukum yang berhadapan dengan mereka. Dan rupanya mereka betul-betul melakukan aksi tersebut,” kata Macawalang.
Sementara itu, menurut salah satu pemerhati lingkungan, Hentje Rantung yang mengaku telah mengunjungi TKP penjarahan hutan lindung Wiauw, ada sekitar 17 pohon yang telah ditebang. Dimana ke-17 pohon tersebut rata-rata berdiameter 1 sampai 2 meter dan sudah dipotong dan diolah.
“Di TKP saya melihat ada sekitar 3 kubik kayu yang sudah menjadi papan da sisanya masih sementara pengolahan dengan jenis kayu Kapuraca, Buarao dan Cempaka,” kata Rantung.
Menurutnya, para pelaku sudah sekitar 2 minggu tinggal di kawasan hutan lindung Wiauw dan melakukan aktivitas tersebut tanpa diketahui petugas. Karena nanti mereka beroperasi di malam hari dan ini terbukti dari adanya generator di tenda yang dijadikan camp.
“Warga juga mengaku nanti mendengar suara mesin gergaji pada malam hari dengan tujuan mengelabui petugas,” katanya.(enk)
Bitung—Terkait aksi penjarahan hutan lindung Wiauw yang diduga didalangi OH warga asal Kema Kebupaten Minahasa Utara dan WW alias Wondal warga asal kelurahan Apela Kota Bitung, Kadis Pertanian, Kehutanan dan Ketahanan Pangan, Lisye Macawalang mengaku pernah diancam. Pasalnya menurut Macawalang, OH dan Wondal mendatangi dirinya untuk mengajukan ijin Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) namun ditolak oleh pihaknya.
“Wondal dan OH sempat mengajukan permohonan ijin untuk melakukan penebangan dikawasan yang dikalim milik mereka, tapi tidak kami berikan karena rupanya lokasi yang ditunjuk masih ada dalam kawasan hutan lindung Wiauw,” kata Macawalang.
Menurut Macawalang, ketika permohonan ijin diterima, pihaknya langsung melakukan pengecekan dilokasi dengan menggunakan GPS. Tapi rupanya, data yang tertera pada GPS, lokasi yang diklaim milik Wondal dan OH masih ada dalam wilayah hutan lindung Wiauw.
“Bagaimana kami mau memberikan ijin jika lokasinya ada di hutan lindung. Otomatis permohonan tersebut kami tolak dan inilah yang membuat Wondal dan OH naik darah hingga mengancam,” ujarnya.
Macalawang sendiri mengaku, Wondal dan OH mengancam akan tetap melakukan penebangan kendati tidak mendapat ijin. “Saya bilang silakan saja, nanti hukum yang berhadapan dengan mereka. Dan rupanya mereka betul-betul melakukan aksi tersebut,” kata Macawalang.
Sementara itu, menurut salah satu pemerhati lingkungan, Hentje Rantung yang mengaku telah mengunjungi TKP penjarahan hutan lindung Wiauw, ada sekitar 17 pohon yang telah ditebang. Dimana ke-17 pohon tersebut rata-rata berdiameter 1 sampai 2 meter dan sudah dipotong dan diolah.
“Di TKP saya melihat ada sekitar 3 kubik kayu yang sudah menjadi papan da sisanya masih sementara pengolahan dengan jenis kayu Kapuraca, Buarao dan Cempaka,” kata Rantung.
Menurutnya, para pelaku sudah sekitar 2 minggu tinggal di kawasan hutan lindung Wiauw dan melakukan aktivitas tersebut tanpa diketahui petugas. Karena nanti mereka beroperasi di malam hari dan ini terbukti dari adanya generator di tenda yang dijadikan camp.
“Warga juga mengaku nanti mendengar suara mesin gergaji pada malam hari dengan tujuan mengelabui petugas,” katanya.(enk)