Minut, BeritaManado.com – Menghadapi Pilkada Serentak 2020, Bawaslu Minahasa Utara (Minut) menyiapkan program penguatan untuk menangani berbagai macam pelanggaran.
Salah satu yang kian menjadi momok adalah politik uang, pelanggaran ini masih marak terjadi dari waktu ke waktu walau peserta pemilihan mengetahui adanya jeratan sanksi.
Komisioner Bawaslu Sulut Supriyadi Pangellu menjelaskan, ada perbedaan dalam undang-undang (UU) mengenai sanksi yang dikenakan kepada pelanggar.
Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada dalam Pasal 73 kepada pelanggar atas perbuatan memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih tercantum akan dikenakan sanksi pidana paling lama 72 bulan atau denda maksimal Rp1 miliar.
Rocky Ambar.
Sedangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ada beberapa pasal yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku politik uang, diantaranya Pasal 278, 280, 284, 515, dan 523.
Ancaman pidana paling lama penjara 4 tahun hingga denda Rp48 juta dan peserta mendapat diskualifikasi sebagai peserta pemilu.
“Masyarakat dan peserta pilkada perlu memahami hal tersebut. Karena itu, saya mendukung upaya Bawaslu Minut untuk mengemas gerakan sosialisasi antipolitik uang bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan,” ujar Pangellu Selasa, (21/1/2020).
Sementara Kordiv HP3S Bawaslu Minut Rocky Ambar menambahkan, dalam hal tata cara pelaporan, pemilu dan pilkada tidak ada yang berbeda.
Laporan yang disampaikan ke pengawas pemilu paling lama 7 hari sejak diketahui atau ditemukan dugaan pelanggaran.
Namun yang berbeda adalah batas waktu penanganan, dalam pemilu waktu penanganan lebih lama yaitu 7+7 hari (kerja) sedangkan pada pilkada batas waktu penanganan hanya 3+2 hari (kerja).
“Proses administrasi penanganannya sama, untuk kasus politik uang di pilkada dan pemilu. Hanya saja waktunya yang berbeda,” ujarnya.
Selain itu, Rocky memahami keresahan masyarakat saat berhubungan dengan perihal melapor terlebih dalam regulasi pelapor adalah penerima janji atau materi yang terindikasi politik uang.
Sedangkan, program sosialisasi pencegahan politik uang dirasa belum menyentuh masyarakat awam maka dalam Pilkada 2020 ini dia berharap sosialisasi pencegahan politik uang bisa mengurangi potensi politik uang.
Sebagai informasi tidak hanya politik uang, adapun beberapa hal ini juga merupakan tindak pidana pemilu yaitu memberikan keterangan tidak benar dalam pengisian data diri daftar pemilih, kepala desa yang melakukan tindakan menguntungkan atau merugikan perserta pemilu, Orang yang mengacaukan, menghalangi atau mengganggu jalannya kampanye pemilu, Orang yang melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU; Pelaksana kampanye pemilu yang melakukan pelanggaran larangan kampanye; Memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye pemilu; Menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya; Menetapkan jumlah surat suara yang dicetak melebihi jumlah yang ditentukan; Memberikan suaranya lebih dari satu kali.
Koordinator Divisi Hukum Penindakan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (HP3S) itu menambahkan, dalam waktu dekat akan mengikuti bimbingan teknis terkait penerapan aturan Pasal 71 UU Pilkada.
Dalam UU Pilkada pasal 71, Rocky menjabarkan, salah satu larangan yang tercantum adalah pejabat daerah dilarang mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon kepala daerah.
“Praktik pelanggaran semakin kreatif dan canggih. Kita tidak menduga mereka (pelaku pelanggaran) menyiasati seperti apa. Tetapi ketika masih ada kebingungan, kita sebaiknya secara cepat telah membuka forum dalam bentuk bimtek pasca workshop,” pungkas Rocky.
(***/Finda Muhtar)