Manado, BeritaManado.com – Politik uang menjadi salah satu dari lima kasus terbesar dalam isu kerawanan pemilu dan pemilihan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, pada Selasa (29/8/2023), menghadirkan data terbaru terkait tingkat kerawanan Pemilihan Umum (Pemilu).
Bawaslu RI memetakan ada 5 provinsi di Indonesia yang paling rawan politik uang, yaitu Maluku Utara, Lampung, Jawa Barat, Banten dan Sulawesi Utara.
Politik uang yang menciptakan pemilih pragmatis, memiliki beragam modus yang harus diantisipasi bersama.
Ini menjadi perhatian para alumni Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) Sulawesi Utara angkatan II Nasional tahun 2019, yaitu Ria Watulingas (Tomohon), Fira Modeong (Bolmong Selatan), Endang Matoka (Bolmong Timur), Giska Rantung (Manado), Finda Muhtar (Minahasa Utara), Moses Izaak (Bitung) dan Josua Mandolang (Minahasa Selatan).
Ria Watulingas, mengatakan, politik uang baik dalam bentuk uang tunai atau barang, memiliki kesulitan dalam pemberian bukti dan saksi.
“Sehingga ini menuntut langkah-langkah pencegahan yang lebih masif dan adaptif dengan perubahan yang ada. Jangan biarkan laporan politik uang, tidak ditindaklanjuti dan berhenti di tengah jalan,” ujar Ria.
Ia melanjutkan, dibutuhkan pendampingan yang optimal di tengah masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya politik uang.
“Di sisi lain, regulasi atau aturan yang bisa menjerat pelaku politik uang harus dioptimalkan sehingga tidak menjadi penghambat dalam penanganan kasus,” tambah Pengurus Nasional GMKI itu.
Di sisi lain, Moses Izaak mengatakan, inovasi dan kreasi dalam agenda pencegahan politik uang menjadi kunci untuk menguatkan agenda perlawanan pada praktik politik uang.
“Masyarakat jangan bersikap permisif atau membolehkan dan mengizinkan segala-galanya, apalagi terhadap praktik politik uang. Olehnya, para alumni SKPP menjadi tantangan untuk terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, apalagi jelang tahapan kampanye,” kata Moses.
Fenomena maraknya praktik politik uang secara elektronik, ikut ditanggapi Fira Modeong dan Endang Matoka.
Perempuan yang berprofesi sebagai guru ini mengatakan, politik uang semakin menjadi ancaman, terlebih pada eda digital saat ini.
“Dengan praktik politik uang secara langsung saja tidak mudah dilawan, apalagi dengan transaksi elektronik. Tapi masyarakat tidak boleh menyerah dan lengah. Mari kita awasi bersama,” ajar keduanya.
Pun demikian dikatakan Giska Rantung, bahwa partisipasi publik menjadi modal bagi upaya pencegahan dan penindakan politik uang.
“Keterlibatan masyarakat juga perlu didukung komitmen pemangku kepentingan, baik penyelenggara pemilu, peserta pemilu beserta tim suksesnya, serta pemerintah untuk bersama-sama menjadikan pelaksanaan pemilihan umum 2024 dilakukan secara jujur dan adil,” ujar keduanya.
Ditambahkan Josua Mandolang, pendidikan politik bukan hanya untuk mahasiswa atau siswa, atau organisasi pemuda dan masyarakat.
“Juga perlu ada sosialiasi dan pendidikan politik ke kelompok seperti ibu-ibu kompleks, pendidikan politik ke petani, nelayan, sopir transportasi publik, kelompok profesi lainnya dan preman sekalipun. Karena mereka akan jadi corong demokrasi,” kata Josua.
Di sisi lain, para kader SKPP Bawaslu RI mengajak Bawaslu Sulawesi Utara agar dapat mengoptimalkan sosialisasi tentang bahaya politik uang sebagai upaya pencegahan.
Salah satu yang bisa dilakukan yaitu dengan mengoptimalkan para kader SKPP baik peserta tingkat nasional maupun tingkat provinsi.
Finda Muhtar, kader SKPP yang juga Pemimpin Redaksi BeritaManado mengatakan, untuk Provinsi Sulut, alumni SKPP sudah terekrut ratusan anak muda, yang apabila potensinya terus diasah akan mampu membantu tugas pengawasan Bawaslu Sulut.
“Gerakan pencegahan harus dilakukan masif dengan melibatkan masyarakat, termasuk para alumni SKPP karena mereka sudah punya dasar pengetahuan yang kuat dan punya program pengawasan partisipatif yang disusun sebagai syarat tugas akhir pendidikan di tingkat nasional. Saya kira program-program para alumni ini bisa ditunjang Bawaslu Sulut,” pesan Finda.
(Erdysep Dirangga)