
Manado, BeritaManado.com — Hari ini, Rapat Kerja dan Dengar Pendapat (RDP) antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menghasilkan keputusan penting mengenai waktu pelaksanaan pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Dalam rapat ini, disepakati bahwa pelantikan akan dilakukan dalam dua tahap, dengan mempertimbangkan situasi sengketa hukum yang mungkin terjadi dalam proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Kesimpulan dari RDP ini menyebutkan bahwa pelantikan tahap pertama akan dilaksanakan pada 6 Februari 2025, yang mencakup daerah-daerah yang Pilkadanya tidak mengalami sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara itu, pelantikan tahap kedua akan menyasar daerah-daerah yang Pilkadanya masih berada dalam proses sengketa hukum, atau yang dikenal dengan istilah Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
Namun, ada hal menarik yang disampaikan oleh pakar kepemiluan, Ferry Daud Liando.
Pasalnya, diskusi tersebut tidak membahas mengenai tahapan pelantikan ketiga dan seterusnya.
Padahal, pengalaman pilkada sebelumnya menunjukkan bahwa putusan MK atas PHPU bisa beragam, seperti memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS), menghitung ulang suara, atau bahkan memerintahkan Pilkada ulang.
“Artinya, putusan PHPU yang berbeda-beda ini berpotensi mempengaruhi keserentakan pelantikan pada tahap kedua,” ungkap Ferry Liando yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado kepada BeritaManado.com, Rabu (22/1/2025).
Sebagai contoh, Liando merujuk pada Pilkada Yalimo, Papua, yang berlangsung pada tahun 2020.
Pada Pilkada tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) melayani permohonan PHPU sebanyak tiga kali yang akhirnya menyebabkan proses pelantikan kepala daerah di Yalimo baru sah pada tahun 2022.
Kejadian ini memperlihatkan bahwa setelah putusan MK, waktu pelaksanaan pelantikan bisa tidak bersamaan, tergantung pada sifat putusan yang dijatuhkan.
Liando pun menyebut soal potensi pelantikan tahap ketiga dan seterusnya, mengingat beberapa daerah mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan sengketa hukum yang ada.
Dalam hal ini, keserentakan pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah menjadi hal yang perlu diperhatikan.
“Jadi, pasca putusan MK, berpotensi putusan inkrah waktunya tidak bersamaan sehingga harusnya memungkinkan adanya tahapan pelantikan ketiga dan seterusnya,” pungkasnya.
(***/jenlywenur)