Manado – Sidang kasus e-KTP kemarin, “menyeret” sejumlah nama besar termasuk mantan anggota DPR-RI, Olly Dondokambey.
Menurut pengamat politik dan pemerintahan, Taufik Tumbelaka, sebenarnya kasus e-KTP adalah proses hukum yang biasa dan bagian dari proses hukum. Namun karena beberapa nama beken yang disebut adalah politisi terkenal maka berdampak pada aroma politik yang kuat.
“Khusus untuk nama Olly Dondokambey maka seharusnya PDI-Perjuangan mengambil langkah hukum yang tegas karena saat ini Olly Dondokambey telah menjadi gubernur. Oleh karena jabatanya sekarang menimbulkan konsekwensi logis terhadap aspek sosial dan politik daerah Sulawesi Utara,” ujar Taufik Tumbelaka kepada beritamanado.com, Jumat (10/3/2017).
Lanjut Taufik Tumbelaka, jika ada langkah hukum yang tegas dari PDI Perjuangan maka dengan demikian masyarakat (khususnya menengah kebawah) akan lebih paham karena meminimalkan peluang oknum-oknum yang akan membentuk opini penghakiman sepihak yang jelas-jelas tidak sesuai azas praduga tak bersalah yang selalu dikedepankan dalam suatu proses hukum.
“Langkah hukum yang tegas ini akan memperkuat langkah politik dari Olly Dondokambey yang kemarin sore dengan jelas membantah dalam pertemuan dengan sejumlah wartawan lokal dan nasional. PDI-Perjuangan secepatnya guna mengantisipasi manuver politik dalam bentuk “kampanye” hitam yang berpotensi menghantam citra yang berujung melemahnya legitimasi Olly Dondokambey,” tandas Taufik Tumbelaka.
Sebelumnya diberitakan, mantan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI, Olly Dondokambey membantah dirinya terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Olly Dondokambey membantah mengenal dan menerima dana sebesar USD 1,2 Juta dari pengusaha sekaligus pengatur tender e-KTP, Agus Agustinus alias Andi Narogong.
Olly Dondokambey dengan tegas mengatakan tidak mengenal dan tidak pernah bertemu Andi Narogong.
“Saya tidak pernah ada pembahasan secara detil anggaran e-KTP di badan anggaran, saya tidak pernah ada pertemuan-pertemuan khusus membicarakan proyek e-KTP,” jelas Olly Dondokambey kepada wartawan di ruang kerja Gubernur, Kamis (9/3/2017) sore.
Olly Dondokambey mengaku telah menyampaikan keterangan saat menjadi saksi dua tersangka yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan pejabat pembuat komitmen dalam proyek pengadaan KTP-el, Sugiharto.
“Tidak benar semua dan itu sudah saya klarifikasi pada saat saya dipanggil KPK bulan Januari kemarin. Sudah saya katakan lengkap dan detil. Sudah ada di dakwaan, saya sudah membantah itu tidak benar dakwaan itu, dikatakan saya menerima. Tapi kalau saya baca dakwaan ini ahh itu ecek-ecek aja,” terang Olly Dondokambey yang didampingi ketua media center juga staf pribadi Victor Rarung.
Diketahui, Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan nama-nama anggota Komisi II dan sejumlah petinggi partai yang menerima fee terkait proyek elektronik-KTP.
Nama-nama itu tercantum dalam berkas dakwaan dua tersangka yakni Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan terdakwa Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri 2011. (JerryPalohoon)
Manado – Sidang kasus e-KTP kemarin, “menyeret” sejumlah nama besar termasuk mantan anggota DPR-RI, Olly Dondokambey.
Menurut pengamat politik dan pemerintahan, Taufik Tumbelaka, sebenarnya kasus e-KTP adalah proses hukum yang biasa dan bagian dari proses hukum. Namun karena beberapa nama beken yang disebut adalah politisi terkenal maka berdampak pada aroma politik yang kuat.
“Khusus untuk nama Olly Dondokambey maka seharusnya PDI-Perjuangan mengambil langkah hukum yang tegas karena saat ini Olly Dondokambey telah menjadi gubernur. Oleh karena jabatanya sekarang menimbulkan konsekwensi logis terhadap aspek sosial dan politik daerah Sulawesi Utara,” ujar Taufik Tumbelaka kepada beritamanado.com, Jumat (10/3/2017).
Lanjut Taufik Tumbelaka, jika ada langkah hukum yang tegas dari PDI Perjuangan maka dengan demikian masyarakat (khususnya menengah kebawah) akan lebih paham karena meminimalkan peluang oknum-oknum yang akan membentuk opini penghakiman sepihak yang jelas-jelas tidak sesuai azas praduga tak bersalah yang selalu dikedepankan dalam suatu proses hukum.
“Langkah hukum yang tegas ini akan memperkuat langkah politik dari Olly Dondokambey yang kemarin sore dengan jelas membantah dalam pertemuan dengan sejumlah wartawan lokal dan nasional. PDI-Perjuangan secepatnya guna mengantisipasi manuver politik dalam bentuk “kampanye” hitam yang berpotensi menghantam citra yang berujung melemahnya legitimasi Olly Dondokambey,” tandas Taufik Tumbelaka.
Sebelumnya diberitakan, mantan pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI, Olly Dondokambey membantah dirinya terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Olly Dondokambey membantah mengenal dan menerima dana sebesar USD 1,2 Juta dari pengusaha sekaligus pengatur tender e-KTP, Agus Agustinus alias Andi Narogong.
Olly Dondokambey dengan tegas mengatakan tidak mengenal dan tidak pernah bertemu Andi Narogong.
“Saya tidak pernah ada pembahasan secara detil anggaran e-KTP di badan anggaran, saya tidak pernah ada pertemuan-pertemuan khusus membicarakan proyek e-KTP,” jelas Olly Dondokambey kepada wartawan di ruang kerja Gubernur, Kamis (9/3/2017) sore.
Olly Dondokambey mengaku telah menyampaikan keterangan saat menjadi saksi dua tersangka yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan pejabat pembuat komitmen dalam proyek pengadaan KTP-el, Sugiharto.
“Tidak benar semua dan itu sudah saya klarifikasi pada saat saya dipanggil KPK bulan Januari kemarin. Sudah saya katakan lengkap dan detil. Sudah ada di dakwaan, saya sudah membantah itu tidak benar dakwaan itu, dikatakan saya menerima. Tapi kalau saya baca dakwaan ini ahh itu ecek-ecek aja,” terang Olly Dondokambey yang didampingi ketua media center juga staf pribadi Victor Rarung.
Diketahui, Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan nama-nama anggota Komisi II dan sejumlah petinggi partai yang menerima fee terkait proyek elektronik-KTP.
Nama-nama itu tercantum dalam berkas dakwaan dua tersangka yakni Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan terdakwa Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri 2011. (JerryPalohoon)