Amurang — Ada yang menarik pada 14 Februari ketika umumnya masyarakat merayakan Hari Kasih Sayang atau Valentines Day, sekelompok masyarakat yang menamakan diri Forum Pemuda Nasionalis Minahasa Raya (Fomunas MR) justru menggelar Diskusi Publik bertajuk, “Refleksi Peristiwa 14 Februari Merah Putih di Manado Untuk Membangkitkan Semangat Nasionalisme Generasi Milenial”.
Bertempat di Cafe Gulmer Bitung Amurang, diskusi publik ini menghadirkan dua tokoh muda Sulawesi Utara, yakni sejarawan Bodewin Talumewo, SS dan aktivis perempuan Sandra Rondonuwu, STH, SH.
Keduanya menguraikan bagaimana peristiwa kudeta tak berdarah yang menjadi bagian dari tapak sejarah revolusi kemerdekaan Indonesia itu sangat penting bagi Indonesia dan Sulawesi Utara itu sendiri.
Menurut Sandra Rondonuwu yang akrab disapa Saron ini, peristiwa perebutan tangsi militer Belanda dan pengibaran bendera Merah-Putih (karena itu peristiwa ini disebut Merah-Putih, red), adalah bukti bahwa Orang Minahasa atau Sulawesi Utara memiliki andil dalam perebutan kemerdekaan.
“Merah putih 14 februari adalah bagian dari penyertaan modal Tou Minahasa dalam mengindonesia. Jadi nasionalisme orang Minahasa bukan sekadar nasionalisme pasif, tapi nasionalisme aktif karena jauh sebelum Indonesia merdeka pun Tou Minahasa sudah berkontribusi dalam perebutan kemerdekaan Indonesia. Karena itu, Rakyat Indonesia harus tahu bahwa kita semua adalah pemilik bangsa Indonesia yang sah,”ujar Saron penuh semangat.
Sementara, sejarawan Bodewin Talumewo memandang peristiwa ini menjadi tonggak sejarah bahwa ini adalah bukti otentik perlawanan rakyat Sulawesi Utara untuk melawan kolonialisme di Indonesia.
(***/rds)