Minahasa, BeritaManado.com — Sidang kasus dugaan tambang ilegal yang berlokasi di PT Bangkit Limpoga Jaya, Desa Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tondano.
Sidang berlangsung pada Jumat (10/11/2023), dengan menghadirkan salah satu terdakwa, Arny Christian Kumolontang.
Seperti diberitakan sebelumnya, terdakwa dengan nomor perkara 141/Pid.Sus/2023/PNN ditangkap polisi setelah aktivitasnya melakukan penambangan ilegal di lokasi PT Bangkit Limpoga Jaya.
Dengan alasan mendapat surat teguran dari Dinas ESDM Provinsi Sulut adalah modus terdakwa Arny Christian Kumolontang agar dapat melancarkan aktivitas Illegal mining tersebut.
Agenda sidang masih sama dengan yang sebelumnya, yaitu pemeriksaan keterangan dari saksi ahli, dalam hal ini yang dihadirkan Penasehat Hukum terdakwa dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Dr Ir Abrar Saleng.
Dalam persidangan, saksi ahli dihadapkan pada sejumlah pertanyaan dari Majelis Hakim yang diketuai Erenst Jannes Ulaen, didampingi Nur Dewi Sundari dan Dominggus Adrian Puturuhu selaku hakim anggota.
Pertanyaan yang diajukan mengenai pengertian pertambangan dan bagaimana izin pertambangan itu.
Saksi pun menjelaskan, Izin Usaha Pertambangan (IUP) sejatinya tak bisa dipindahtangankan.
“Sesuai aturannya, IUP ini tidak bisa berpindah tangan. Tetapi komposisi dari komisaris bisa diubah asalkan ada izin dari Menteri ESDM,” ungkap Prof Saleng.
Abrar Saleng pun mengatakan, untuk usaha pertambangan yang berdasarkan IUP harus punya empat syarat kumulatif, yaitu administratif, teknis, finansial dan lingkungan.
Syarat administratif, artinya badan usaha tersebut haruslah milik orang Indonesia, sementara teknis artinya adalah orang yang mengajukan usaha ini harus dipastikan mampu menambang.
“Jadi orang yang ada di dalam itu adalah orang dengan pengalaman menambang,” kata Saleng.
Sedangkan syarat finansial artinya orang tersebut punya modal untuk memiliki kegiatan pertambangan dan syarat lingkungan, di mana orang yang melakukan pertambangan harus mampu memulihkan kembali wilayah pertambangan tersebut.
Sementara, saat ditanya tentang peran penanaman modal asing, saksi mengungkapkan jika hal itu bisa terjadi hanya saja sebatas investor.
“Investor ini sahamnya tidak boleh lebih dari 49 persen. Jadi aturannya Indonesia harus 51 persen dan investor 49 persen,” ujarnya.
Setelah mendengarkan keterangan saksi ahli, majelis hakim kemudian menutup persidangan dan akan kembali dilanjutkan pada Senin (13/11/2023) pekan depan.
Diketahui, Arny Christian Kumolontang didakwa melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin.
Akibat perbuatan tersebut, terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 158 junto pasal 35 undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara terancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar.
(***/srisurya)