Jakarta, BeritaManado.com — Keberadaan perempuan di kancah politik Indonesia dinilai belum memberikan dampak signifikan, bahkan kerap masih dipandang sebelah mata.
Alhasil, kinerja perempuan hingga kini tak kunjung optimal memberikan kontribusi terhadap kebijakan pemerintah.
Melansir Suara.com jaringan BeritaManado.com, Akademisi dari Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, menyoroti keberadaan representasi perempuan yang hingga kini belum diperhitungkan.
Kata dia, hal itu seakan masih sebatas angka dan sekadar memenuhi kuota minimal 30 persen keterwakilan perempuan sesuai amanat undang-undang.
“Kalau kita lihat, masih sedikit sekali Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang perempuan, hanya ada tiga. Sementara ketua fraksi justru tidak ada yang perempuan,” kata Sri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/8/2024).
Tak hanya parlemen, tapi keberadaan kaum hawa di pemerintahan juga dinilai belum optimal.
Sri kemudian mempertanyakan seberapa besar pengaruh dan peran substantif para anggota dewan perempuan dalam pengambilan keputusan.
“Meskipun jumlah perempuan di parlemen telah meningkat, kita masih harus bertanya apakah mereka benar-benar memiliki kekuatan untuk memengaruhi kebijakan atau hanya sekadar pengisi kuota. Representasi yang sebenarnya harus tercermin dalam posisi-posisi strategis, seperti ketua fraksi atau pemimpin AKD,” tuturnya.
Sebab itu, dia menekankan pentingnya menggerakkan organisasi perempuan yang ada.
Seperti Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI), kata dia, harus lebih aktif dalam mendorong agenda perempuan.
“KPPRI memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak dalam memperjuangkan isu-isu yang relevan bagi perempuan di Indonesia. Kita perlu mendorong KPPRI agar lebih vokal dan strategis dalam memajukan kebijakan yang mendukung hak-hak perempuan. Wewenang Kaukus juga perlu diperkuat, begitu pula dukungan untuk kerja-kerja kaukus,” tambah dia.
(jenlywenur)